Please Wait
Hits
13125
13125
Tanggal Dimuat:
2017/08/09
Kode Site
id24925
Kode Pernyataan Privasi
69177
- Share
Ringkasan Pertanyaan
Apa hakikat siang dan malam? Kenapa sebagian malam harus dipakai ibadah?
Pertanyaan
Apa hakikat siang dan malam? Kenapa sebagian malam harus dipakai ibadah?
Jawaban Global
Siang secara normal lebih tepat untuk aktivitas-aktivitas yang berurusan dengan kehidupan duniawi manusia. Terangnya siang itu sendiri merupakan sebuah karunia yang tiada bandingnya yang menciptakan gerakan dan kegiatan yang menyiapkan manusia untuk bekerja dan berusaha, tumbuh-tumbuhan yang berkembang dengan pancaran sinar matahari demikian juga hewan-hewan berkembang biak dengan perantara sinar matahari. Sementara malam adalah waktu yang tepat untuk beristirahat bagi kebanyakan orang sehingga mereka memperoleh kesempatan yang baik untuk dapat bersendirian dengan Allah Swt dengan berdoa, dzikir dan salat.
Gelapnya malam meski merupakan gelaran tirai hitam dan hanya kegelapan dan kelegaman sehingga tidak ada yang lain yang ditawarkannya dan makhluk-makhluk hidup yang banyak berurusan dengan cahaya harus berhenti beraktivitas laksana orang-orang mati yang diam dan tidak bergerak, namun dalam hati orang-orang yang tahu dan para wali Allah terdapat sebuah dian yang menyala yang menerangi lembaran hati dan apa yang tidak dapat dilihat dengan cahaya indra, ia melihatnya dengan cahaya makrifat dan pelita batin seolah sinar ultra yang memancar dari hati mereka yang bergelimang cahaya melintasi benda-benda dan indra-indra.
Gelapnya malam meski merupakan gelaran tirai hitam dan hanya kegelapan dan kelegaman sehingga tidak ada yang lain yang ditawarkannya dan makhluk-makhluk hidup yang banyak berurusan dengan cahaya harus berhenti beraktivitas laksana orang-orang mati yang diam dan tidak bergerak, namun dalam hati orang-orang yang tahu dan para wali Allah terdapat sebuah dian yang menyala yang menerangi lembaran hati dan apa yang tidak dapat dilihat dengan cahaya indra, ia melihatnya dengan cahaya makrifat dan pelita batin seolah sinar ultra yang memancar dari hati mereka yang bergelimang cahaya melintasi benda-benda dan indra-indra.
Jawaban Detil
Siang secara natural lebih tepat untuk aktivitas-aktivitas yang berurusan dengan kehidupan duniawi manusia sementara malam adalah waktu yang tepat untuk beristirahat bagi kebanyakan orang sehingga mereka memperoleh kesempatan yang baik untuk dapat bersendirian dengan Allah Swt dengan berdoa, bermunajat, melakukan dzikir dan salat.
Karena itu, malam bukan hanya untuk tidur dan istirahat, melainkan kesempatan yang sangat berharga bagi orang-orang beriman untuk meraup kesempurnaan spiritual, intelektual dan mendekatkan diri ke hadirat Allah Swt yang akan melahirkan agenda-agenda untuk hari esok, entah itu hari esok kiamat atau hari esok di dunia.
Tirai malam adalah busana dan pakaian untuk bumi! Seluruh makhluk hidup yang hidup di atasnya terkondisi untuk menghentikan segala aktivitas kesehariannya yang melelahkan di malam hari. Suasana gelap bagi manusia dapat mendatangkan ketenangan, kedamaian dan istirahat, sehingga rongga-rongga badan dapat dilonggarkan dan jiwa yang lelah dapat kembali normal, lantaran tidur yang tenang hanya akan dapat diperoleh dengan suasana gelap.
Terlepas dari itu, dengan terbentangnya tirai malam, cahaya matahari akan sirna dimana apabila matahari memancarkan sinarnya secara terus-menerus maka hal itu akan membakar seluruh tumbuh-tumbuhan dan hewan-hewan, dan bumi bukan lagi tempat yang aman dan nyaman untuk melangsungkan hidup!
Atas dasar itu al-Quran dengan bersandar pada persoalan ini menyatakan:
«قُلْ أَرَأَیْتُمْ إِنْ جَعَلَ اللهُ عَلَیْکُمُ النَّهارَ سَرْمَداً إِلى یَوْمِ الْقِیامَةِ
مَنْ إِلٰهٌ غَیْرُ اللهِ یَأْتیکُمْ بِلَیْلٍ تَسْکُنُونَ فیهِ أَفَلا تُبْصِرُونَ»
“Katakanlah, ‘Terangkanlah kepadaku, jika Allah menjadikan untukmu siang itu terus menerus sampai hari kiamat, siapakah Tuhan selain Allah yang akan mendatangkan malam kepadamu yang kamu beristirahat padanya? Maka apakah kamu tidak memperhatikan?’ (Qs al-Qashash [28]:72)
Kemudian melanjutkan:
«وَ مِنْ رَحْمَتِهِ جَعَلَ لَکُمُ اللَّیْلَ وَ النَّهارَ لِتَسْکُنُوا فیهِ وَ لِتَبْتَغُوا مِنْ فَضْلِهِ وَ لَعَلَّکُمْ تَشْکُرُونَ»
“Dan karena rahmat-Nya, Dia jadikan untukmu malam dan siang, supaya kamu beristirahat pada malam itu dan supaya kamu mencari sebagian dari karunia-Nya (pada siang hari) dan agar kamu bersyukur kepada-Nya.”
Bagaimanapun, apa yang penting dari malam itu adalah ketenangan yang mendominasi dan tentu saja syaraf-syaraf dan ruh manusia akan larut dalam ketenangan, lebih siap menghadapi hari esok. Dari sudut pandang ini, malam merupakan anugerah yang sangat penting sehingga patut untuk dinyatakan dengan sumpah.[1]
Gelapnya malam meski merupakan gelaran tirai hitam dan hanya kegelapan dan kelegaman sehingga tidak ada yang lain yang ditawarkannya, makhluk-makhluk hidup yang banyak berurusan dengan cahaya harus berhenti beraktivitas laksana orang-orang mati yang diam dan tidak bergerak, namun dalam hati orang-orang yang tahu dan para wali Allah terdapat sebuah dian yang menyala yang menerangi lembaran hati dan apa yang tidak dapat dilihat dengan cahaya indra, ia melihatnya dengan cahaya makrifat dan pelita batin seolah sinar ultra yang memancar dari hati mereka yang bergelimang cahaya melintasi benda-benda dan indra-indra. Cahaya ini, bertitik tolak dari ibadah malam dan munajat cinta, tulus dan pada akhirnya rajutan kuat yang bertalian dengan Kesempurnaan Mutlak dan Keindahan Absolut dan setiap saatnya memberikan emanasi cahaya dan makrifat.
«فَلا تَعْلَمُ نَفْسٌ ما أُخْفِیَ لَهُمْ مِنْ قُرَّةِ أَعْیُنٍ جَزاءً بِما کانُوا یَعْمَلُونَ»
“Seorang pun tidak mengetahui pahala yang disembunyikan untuk mereka yang dapat menyedapkan pandangan mata sebagai balasan terhadap apa yang telah mereka kerjakan.”
Ayat ini bercerita tentang orang-orang yang “Lambung mereka jauh dari tempat tidur (di pertengahan malam), sedang mereka berdoa kepada Tuhan mereka dengan rasa takut dan harap, dan mereka menafkahkan sebagian dari rezeki yang Kami telah berikan kepada mereka.”[2]
Imam Hasan Askari As juga dalam hal ini bersabda, “(Untuk) Sampai kepada Allah Swt (Liqa) adalah sebuah perjalanan yang tidak akan dapat dilakukan kecuali dengan kendaraan malam.”[3]
Harap diketahui bahwa dalam al-Quran malam disebutkan dalam bentuk sumpah sebanyak tujuh puluh kali! Dan kita tahu sumpah hanya dinyatakan dengan urusan-urusan penting. Hal ini menunjukkan penting dan signifikannya tirai gelap malam.
Di tempat lain, Allah Swt bersumpah dengan malam, «و اللیل اذا سجی». Saja derivatnya dari kata suju (dengan wazan surud dan berwazan ghuluw). Saja aslinya bermakna tenang dan damai, dan juga bermakna menutupi dan menjadi gelap. Namun di sini lebih mengarah pada makna aslinya yaitu tenang, hening dan damai. Karena itu, malam yang tidak ada angin berhembus disebut sebagai lailah sajiyah (malam hening) demikian juga lautan yang tidak ada angin puting beliung dan gelombang dinamakan bahr saj (laut tenang).[4]
Tengah malam atau dini hari merupakan sebaik-baik waktu untuk bermunajat dan menyampaikan hajat ke hadirat Allah Swt, ibadah dan perbaikan diri serta penggemblengan jiwa, sebagaimana yang dinyatakan dalam al-Quran, “
«وَ بِالْأَسْحارِ هُمْ یَسْتَغْفِرُونَ»
“Dan di akhir-akhir malam mereka memohon ampun (kepada Allah).”
Terangnya siang itu sendiri merupakan sebuah karunia yang tiada bandingnya untuk menciptakan gerak dan kegiatan yang menyiapkan manusia untuk bekerja dan berusaha, tumbuh-tumbuhan yang berkembang dengan pancaran sinar matahari demikian juga hewan-hewan berkembang biak dengan perantara sinar matahari.
Silih bergantinya siang dan malam, perubahan gradual yang akurat dari siang dan malam ini merupakan salah satu dari tanda-tanda kekuasaan dan ayat-ayat Allah Swt. Di samping itu, pergantian siang dan mala mini menjadi sumber munculnya sebuah kalender natural yang dapat digunakan untuk menata kehidupan manusia.[5]
Allah Swt dalam surah al-Muzammil memerintahkan kepada Nabi Muhammad Saw untuk beribadah:
«قُمِ اللَّیْلَ إِلاَّ قَلیلاً. نِصْفَهُ أَوِ انْقُصْ مِنْهُ قَلیلاً. أَوْ زِدْ عَلَیْهِ وَ رَتِّلِ الْقُرْآنَ تَرْتیلاً. إِنَّا سَنُلْقی عَلَیْکَ قَوْلاً ثَقیلاً. إِنَّ ناشِئَةَ اللَّیْلِ هِیَ أَشَدُّ وَطْئاً وَ أَقْوَمُ قیلاً»
“Bangunlah (untuk salat) di malam hari, kecuali sedikit (darinya). (yaitu) seperduanya atau kurangilah dari seperdua itu sedikit. Atau lebihkan dari seperdua itu, ban bacalah Al-Qur’an itu dengan perlahan-lahan. Sesungguhnya Kami akan menurunkan kepadamu firman yang berat. Sesungguhnya bangun di waktu malam itu adalah lebih kokoh dan lebih istikamah.” (Qs. al-Muzammil [73]:2-5)
Ibadah pada malam hari, khususnya di akhir-akhir malam dan menjelang subuh, memiliki efek yang luar biasa untuk membersihkan hati, penyucian jiwa dan penggemblengan spiritualitas manusia, kesucian hati dan bangunnya jiwa dan kuatnya iman dan iradah, penguatan fondasi-fondasi ketakwaan dalam hati dan jiwa manusia bahkan dengan sekali uji coba manusia akan merasakan hasilnya.[6]
A. Pengaruh Doa di Keheningan Malam
Ayat-ayat surah al-Muzammil membahas tentang ibadah di malam hari dan ajaran-ajaran spiritual atas bacaan al-Quran di akhir-akhir malam. Pada hakikatnya ayat-ayat ini menjelaskan sebuah dalil atas apa yang disebutkan apda ayat-ayat sebelumnya. “Sesungguhnya perintah untuk bangun (beribadah dan belajar) di waktu malam itu adalah lebih kokoh dan lebih istikamah.” (Qs. al-Muzammil [73]:6)
Ayat ini merupakan ayat-ayat yang dengan ungkapan-ungkapan penuh kandungan merupakan ayat yang paling jelas membicarakan tentang ibadah dan munajat pada malam hari, di saat-saat hening dan malam sepi lebih kondusif, demikian juga pengaruhnya dalam proses tazkiyatun nafs, penggembelengan ruh dan jiwa manusia, serta menunjukkan bahwa ruh manusia pada waktu-waktu seperti itu lebih siap untuk berdoa, bermunajat, berdzikir dan berpikir. [iQuest]
Karena itu, malam bukan hanya untuk tidur dan istirahat, melainkan kesempatan yang sangat berharga bagi orang-orang beriman untuk meraup kesempurnaan spiritual, intelektual dan mendekatkan diri ke hadirat Allah Swt yang akan melahirkan agenda-agenda untuk hari esok, entah itu hari esok kiamat atau hari esok di dunia.
Tirai malam adalah busana dan pakaian untuk bumi! Seluruh makhluk hidup yang hidup di atasnya terkondisi untuk menghentikan segala aktivitas kesehariannya yang melelahkan di malam hari. Suasana gelap bagi manusia dapat mendatangkan ketenangan, kedamaian dan istirahat, sehingga rongga-rongga badan dapat dilonggarkan dan jiwa yang lelah dapat kembali normal, lantaran tidur yang tenang hanya akan dapat diperoleh dengan suasana gelap.
Terlepas dari itu, dengan terbentangnya tirai malam, cahaya matahari akan sirna dimana apabila matahari memancarkan sinarnya secara terus-menerus maka hal itu akan membakar seluruh tumbuh-tumbuhan dan hewan-hewan, dan bumi bukan lagi tempat yang aman dan nyaman untuk melangsungkan hidup!
Atas dasar itu al-Quran dengan bersandar pada persoalan ini menyatakan:
«قُلْ أَرَأَیْتُمْ إِنْ جَعَلَ اللهُ عَلَیْکُمُ النَّهارَ سَرْمَداً إِلى یَوْمِ الْقِیامَةِ
مَنْ إِلٰهٌ غَیْرُ اللهِ یَأْتیکُمْ بِلَیْلٍ تَسْکُنُونَ فیهِ أَفَلا تُبْصِرُونَ»
“Katakanlah, ‘Terangkanlah kepadaku, jika Allah menjadikan untukmu siang itu terus menerus sampai hari kiamat, siapakah Tuhan selain Allah yang akan mendatangkan malam kepadamu yang kamu beristirahat padanya? Maka apakah kamu tidak memperhatikan?’ (Qs al-Qashash [28]:72)
Kemudian melanjutkan:
«وَ مِنْ رَحْمَتِهِ جَعَلَ لَکُمُ اللَّیْلَ وَ النَّهارَ لِتَسْکُنُوا فیهِ وَ لِتَبْتَغُوا مِنْ فَضْلِهِ وَ لَعَلَّکُمْ تَشْکُرُونَ»
“Dan karena rahmat-Nya, Dia jadikan untukmu malam dan siang, supaya kamu beristirahat pada malam itu dan supaya kamu mencari sebagian dari karunia-Nya (pada siang hari) dan agar kamu bersyukur kepada-Nya.”
Bagaimanapun, apa yang penting dari malam itu adalah ketenangan yang mendominasi dan tentu saja syaraf-syaraf dan ruh manusia akan larut dalam ketenangan, lebih siap menghadapi hari esok. Dari sudut pandang ini, malam merupakan anugerah yang sangat penting sehingga patut untuk dinyatakan dengan sumpah.[1]
Gelapnya malam meski merupakan gelaran tirai hitam dan hanya kegelapan dan kelegaman sehingga tidak ada yang lain yang ditawarkannya, makhluk-makhluk hidup yang banyak berurusan dengan cahaya harus berhenti beraktivitas laksana orang-orang mati yang diam dan tidak bergerak, namun dalam hati orang-orang yang tahu dan para wali Allah terdapat sebuah dian yang menyala yang menerangi lembaran hati dan apa yang tidak dapat dilihat dengan cahaya indra, ia melihatnya dengan cahaya makrifat dan pelita batin seolah sinar ultra yang memancar dari hati mereka yang bergelimang cahaya melintasi benda-benda dan indra-indra. Cahaya ini, bertitik tolak dari ibadah malam dan munajat cinta, tulus dan pada akhirnya rajutan kuat yang bertalian dengan Kesempurnaan Mutlak dan Keindahan Absolut dan setiap saatnya memberikan emanasi cahaya dan makrifat.
«فَلا تَعْلَمُ نَفْسٌ ما أُخْفِیَ لَهُمْ مِنْ قُرَّةِ أَعْیُنٍ جَزاءً بِما کانُوا یَعْمَلُونَ»
“Seorang pun tidak mengetahui pahala yang disembunyikan untuk mereka yang dapat menyedapkan pandangan mata sebagai balasan terhadap apa yang telah mereka kerjakan.”
Ayat ini bercerita tentang orang-orang yang “Lambung mereka jauh dari tempat tidur (di pertengahan malam), sedang mereka berdoa kepada Tuhan mereka dengan rasa takut dan harap, dan mereka menafkahkan sebagian dari rezeki yang Kami telah berikan kepada mereka.”[2]
Imam Hasan Askari As juga dalam hal ini bersabda, “(Untuk) Sampai kepada Allah Swt (Liqa) adalah sebuah perjalanan yang tidak akan dapat dilakukan kecuali dengan kendaraan malam.”[3]
Harap diketahui bahwa dalam al-Quran malam disebutkan dalam bentuk sumpah sebanyak tujuh puluh kali! Dan kita tahu sumpah hanya dinyatakan dengan urusan-urusan penting. Hal ini menunjukkan penting dan signifikannya tirai gelap malam.
Di tempat lain, Allah Swt bersumpah dengan malam, «و اللیل اذا سجی». Saja derivatnya dari kata suju (dengan wazan surud dan berwazan ghuluw). Saja aslinya bermakna tenang dan damai, dan juga bermakna menutupi dan menjadi gelap. Namun di sini lebih mengarah pada makna aslinya yaitu tenang, hening dan damai. Karena itu, malam yang tidak ada angin berhembus disebut sebagai lailah sajiyah (malam hening) demikian juga lautan yang tidak ada angin puting beliung dan gelombang dinamakan bahr saj (laut tenang).[4]
Tengah malam atau dini hari merupakan sebaik-baik waktu untuk bermunajat dan menyampaikan hajat ke hadirat Allah Swt, ibadah dan perbaikan diri serta penggemblengan jiwa, sebagaimana yang dinyatakan dalam al-Quran, “
«وَ بِالْأَسْحارِ هُمْ یَسْتَغْفِرُونَ»
“Dan di akhir-akhir malam mereka memohon ampun (kepada Allah).”
Terangnya siang itu sendiri merupakan sebuah karunia yang tiada bandingnya untuk menciptakan gerak dan kegiatan yang menyiapkan manusia untuk bekerja dan berusaha, tumbuh-tumbuhan yang berkembang dengan pancaran sinar matahari demikian juga hewan-hewan berkembang biak dengan perantara sinar matahari.
Silih bergantinya siang dan malam, perubahan gradual yang akurat dari siang dan malam ini merupakan salah satu dari tanda-tanda kekuasaan dan ayat-ayat Allah Swt. Di samping itu, pergantian siang dan mala mini menjadi sumber munculnya sebuah kalender natural yang dapat digunakan untuk menata kehidupan manusia.[5]
Allah Swt dalam surah al-Muzammil memerintahkan kepada Nabi Muhammad Saw untuk beribadah:
«قُمِ اللَّیْلَ إِلاَّ قَلیلاً. نِصْفَهُ أَوِ انْقُصْ مِنْهُ قَلیلاً. أَوْ زِدْ عَلَیْهِ وَ رَتِّلِ الْقُرْآنَ تَرْتیلاً. إِنَّا سَنُلْقی عَلَیْکَ قَوْلاً ثَقیلاً. إِنَّ ناشِئَةَ اللَّیْلِ هِیَ أَشَدُّ وَطْئاً وَ أَقْوَمُ قیلاً»
“Bangunlah (untuk salat) di malam hari, kecuali sedikit (darinya). (yaitu) seperduanya atau kurangilah dari seperdua itu sedikit. Atau lebihkan dari seperdua itu, ban bacalah Al-Qur’an itu dengan perlahan-lahan. Sesungguhnya Kami akan menurunkan kepadamu firman yang berat. Sesungguhnya bangun di waktu malam itu adalah lebih kokoh dan lebih istikamah.” (Qs. al-Muzammil [73]:2-5)
Ibadah pada malam hari, khususnya di akhir-akhir malam dan menjelang subuh, memiliki efek yang luar biasa untuk membersihkan hati, penyucian jiwa dan penggemblengan spiritualitas manusia, kesucian hati dan bangunnya jiwa dan kuatnya iman dan iradah, penguatan fondasi-fondasi ketakwaan dalam hati dan jiwa manusia bahkan dengan sekali uji coba manusia akan merasakan hasilnya.[6]
A. Pengaruh Doa di Keheningan Malam
Ayat-ayat surah al-Muzammil membahas tentang ibadah di malam hari dan ajaran-ajaran spiritual atas bacaan al-Quran di akhir-akhir malam. Pada hakikatnya ayat-ayat ini menjelaskan sebuah dalil atas apa yang disebutkan apda ayat-ayat sebelumnya. “Sesungguhnya perintah untuk bangun (beribadah dan belajar) di waktu malam itu adalah lebih kokoh dan lebih istikamah.” (Qs. al-Muzammil [73]:6)
Ayat ini merupakan ayat-ayat yang dengan ungkapan-ungkapan penuh kandungan merupakan ayat yang paling jelas membicarakan tentang ibadah dan munajat pada malam hari, di saat-saat hening dan malam sepi lebih kondusif, demikian juga pengaruhnya dalam proses tazkiyatun nafs, penggembelengan ruh dan jiwa manusia, serta menunjukkan bahwa ruh manusia pada waktu-waktu seperti itu lebih siap untuk berdoa, bermunajat, berdzikir dan berpikir. [iQuest]
[1] Makarim Syirazi, Nashir, Tafsir Nemuneh, jld. 27, hlm. 97, Tehran, Dar al-Kutub al-Islamiyah, cet. 1, 1374 S.
[2] Fahri, Sayid Ahmad, Terjemahan Persia Syarh Doa Sahar, hlm. 13-14, Intisyarat Turbat, cet. 1, hlm. 1376 S.
[3] Majlisi, Muhammad Baqir, Bihār al-Anwār, jld. 75, hlm. 380, Beirut, Muassasah al-Wafa, 1404 H.
[4] Ibnu Manzhur, Muhammad bin Mukarram, Lisān al-‘Arab, jld. 14, hlm. 371, Beirut, Dar Shadir cet. ke-3, 1414 H.
[5] Tafsir Nemuneh, jld. 26, hlm. 22-23.
[6] Tafsir Nemuneh, jld. 25, hlm. 173.
Terjemahan dalam Bahasa Lain
Komentar