Please Wait
11606
Landasan akidah atau keyakinan Mirza Husein Ali Baha (pendiri aliran Bahaiyyah) dalam kitab-kitabnya dijelaskan bahwa dengan kemunculan dan kelahiran “dia” juga “Ali Muhammad Bab”, syari’at Islam menjadi terhapus dan tidak ada gunanya lagi serta periode risalah kenabian Muhammad Saw pun telah berakhir, dan pemikiran seperti ini setelah menerima kebangkitan “bâb” dan klaim dimana “dia” adalah "bab" orang yang yang dijanjikan Allah akan kemunculannya (man yuzhhiruhullahu).
Ia berkeyakinan bahwa Allah Swt telah berkali-kali turun dan mendarat ke bumi, di antaranya Allah Swt telah menitis pada diri “bab” dan “dia”. Dalam menyampaikan ajaran dan syariat barunya, ia menyatakan bahwa boleh menikah dengan anak perempuan sendiri, dengan saudara perempuan serta semua anggota keluarga yang lain dan ia juga menghalalkan hal-hal semacam air kencing, air besar, anjing, babi dan lain-lain. Padahal akidah dan keyakinan ini sama sekali tidak memiliki landasan dan dasar-dasar yang sahih dan benar, lantaran beberapa hal:
1. Pelbagai tipologi Imam Zaman Ajf dijelaskan sedemikian rupa dalam riwayat-riwayat sehingga menutup seluruh jalan bagi yang mencoba menyalahgunakannya dan tidak ada satupun dari kekhususan-kekhususan tersebut ada pada “bab” dan “bahai”.
2. Ihwal Nabi Muhammad Saw adalah nabi, dan rasul terakhir serta penutup merupakan suatu perkara yang sudah pasti dan telah dibuktikan dengan dalil-dalil aqli maupun naqli. Al-Quran menyebutkan bahwa Nabi Muhammad Saw adalah khatamunnabiyyin; yakni penutup risalah dan kenabian dari seluruh nabi-nabi. Selain itu, Islam merupakan sebuah agama sempurna dimana Nabinya tidak memiliki keterbatasan yang mengetahui seluruh hakikat. Demikian juga tidak ditemukan satupun diantara pengikutnya yang tidak merasakan dan tidak menemukan nikmat dan lezatnya hakikat kebenaran. Pada sisi lain, agama Islam adalah agama yang terbebas dari segala bentuk penyimpangan dan distorsi sehingga tidak perlu lagi ada agama baru sebagai penyempurna dan bertugas guna meluruskannya. Berdasarkan hal ini kita mengatakan bahwa Islam adalah sebuah agama yang dapat memenuhi segala kebutuhan dan keperluan umat manusia sepanjang masa dan di bawah naungan Islam pula umat manusia dapat memperoleh hidayah kebenaran.
3. Penjelmaan dan inkarnasi Allah Swt pada diri “bahai” merupakan sebuah pernyataan yang nyata-nyata salah dan batil. Dan keyakinan semacam ini yang telah menjadi sebab Bahaiyyah mengingkari esensi agama sehingga dari aspek ini mereka yang meyakini kebenaran Bahaiyyah dipandang najis.
Namun tentunya seseorang yang telah meyakini Bahaiyah, dengan bertaubat ia akan diampuni oleh Allah Swt dan pengakuan serta pernyataannya tentang keyakinannya terhadap Bahaiyyah tidak hanya sebuah kemestian tapi bahkan tidak diperbolehkan.
Menurut para pengikut aliran Bahaiyyah, ada dua tulisan Mirza Husein Ali (pendiri aliran Bahaiyyah) yang dianggap sangat penting serta disebut sebagai kitab Syari’at dan Wahyu. Pertama: kitab Aiqan, dimana diprediksi bahwa ia turun (diwahyukan) ketika Mirza berada di Baghdad. Kedua: kitab Aqdas yang juga diperkirakan turun di ‘Akkaa. Dan tentunya masih banyak kitab dan tulisan-tulisan lain yang disinyalir sebagai milik Mirza, diantaranya: kata-kata maknunah (yang disembunyikan), tujuh lembah, kitab mubin dan lain sebagainya.
Pondasi akidah aliran Bahaiyyah dalam kitab-kitab tersebut dijelaskan bahwa dengan kelahiran atau kemunculan “dia” dan “bab” dengan demikian syariat Islam pun menjadi batil, tidak berguna lagi serta periode risalah kenabian Muhammad Saw pun berakhir. Seiring berakhirnya periode risalah Nabi Muhammad, maka bermulalah periode risalah baru serta kepemimpinan jamal aqdas Ilahi dan agama-Nya dan kitab Aqdas mendominasi seluruh kitab-kitab dan mengganti atau menghapus seluruh suhuf (lemabaran) dan menjadi referensi utama hukum-hukum.[1] Dan juga Allah Swt menjelma, termanifestasi pada jasad Husein Ali dan setelahnya, Allah Swt juga akan sentiasa turun ke bumi dan akan menjelma. Tentunya setelah Nabi Muhammad saw dan Bab Mirza Husein Ali, Allah SWT tidak akan pernah muncul di dunia sampai 1000 tahun lagi.[2]
Ia dalam kitab Mubin telah memperkenalkan bahwa dirinya itu adalah tuhan dari segala tuhan[3] dan dalam kitab Akdas[4] ia berkata: Hal pertama yang diwajibkan Allah Swt kepada hamba-Nya adalah makrifat atau mengetahui sumber wahyu dan tajalli (manifestasi) Dia dimana hal tersebut adalah saya sendiri!, seorang yang mana menjadi pengganti Tuhan dalam menciptakan dan menghancurkan alam.
Dan dalam kitab Ayyamu Tis’ah terkait hari lahirnya disebutkan: Selamat atas waktu subuh ini dimana di dalamnya lahir lam yalid walam yuulad (Allah Swt).[5] Dan dalam kitab Aiqan disebutkan[6]: Kalau saja Mulla Husein Busyrawiyah tidak ada,[7] maka Allah SWT tidak bersemayam di atas arasy.
Dalam kitab Rahiq Makhtum Isyraq Khawari disebutkan bahwa: “Nubuwwat berakhir ketika Nabi Muhammad khatamunnabiyyin muncul dan ini menunjukkan dimana munculnya Bahaullah merupakan lahir dan munculnya Allah Swt”. [8]
Beberapa di antara hukum-hukum yang ada dalam aliran Bahaiyyah:
Dalam kitab Aqdas tercantum bahwa menikah dengan istri ayah adalah haram dan diperbolehkan menikah dengan anak perempuan sendiri, dengan saudara perempuan dan semua keluarga yang lain.[9] Berzina dengan perempuan yang telah bersuami tidak memiliki denda,[10] dan segala sesuatu seperti air kencing, air besar, anjing, babi dan lain sebagainya dikategorikan sebagai sesuatu yang suci,[11] haji hanya wajib bagi kaum laki-laki dan itupun dilaksanakan di rumah agung Baghdad dan rumah yang ada di pusat Syiraz,[12] kiblat mereka itu adalah kuburan Mirza Husein Ali yang terletak di ‘Akka,[13] dan kita juga dapat melihat dalam kitab Aqdas bahwa kaum atau para pengikut Bahaiyyah tidak punya hak memprotes para hakim dan pemerintah dan sebagai penggantinya mereka harus lebih menekankan perhatiannya pada hati-hati mereka.[14] Tentunya poin yang harus kita camkan baik-baik ketika dihadapkan pada keyakinan dan akidah aliran Bahaiyyah adalah: bahwa Bahaisme muncul dalam bentuk dan warna yang bermacam-macam sesuai dengan tuntutan zaman dan tempat. Umpamanya di India, pemikiran mereka sewarna dengan pemikiran kaum hindu (antrophomormisme); di Amerika dan Eropa mereka banyak membicarakan ihwal kebebasan dan persamaan hak-hak; dan ketika berada di tengah-tengah pemeluk agama Shinto (Jepang), mereka banyak membincang masalah tuhan yang memiliki jumlah banyak; dan ketika berada di negara-negara Islam, mereka sering membincang masalah-masalah tauhid; dan ketika berada di antara orang-orang Kristen, mereka sentiasa membahas perkara Tuhan turun ke bumi dan penjelmaannya dan lain sebagainya.[15]
Beberapa argumen untuk menolak aliran Bahaiyyah:
1. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa awalnya Mirza Husein Ali merupakan pengikut “Bab” dan Mirza juga meyakini akan kebangkitannya, padahal dalam banyak hadis diterangkan dan disebutkan sedemikian mungkin ihwal karakter-karakter Imam Mahdi Ajf. sehingga menutup peluang munculnya klaim-klaim baru dan sesat.[16] Dalam beberapa hadis disebutkan bahwa: nama ayah beliau Hasan As (147 hadis), ibunya adalah pemimpin dan yang terbaik di antara para kanis (budak perempuan, 9 hadis), beliau adalah imam ke 12 dan penutup para imam (136 hadis), merupakan anak keturunan Imam Ali As (214 hadis), anak keturunan Sayidah Fathimah As (192 hadis), merupakan anak keturunan dari Imam Hasan As dan Imam Husein As (107 hadis)[17], merupakan anak keturunan Imam Husein As (185 riwayat), keturunan ke 9 dari Imam Husein As (148 hadis), merupakan anak keturunan Imam Zaenal Abidin As (185 hadis), merupakan keturunan ke 7 dari Imam Baqir As (103 hadis), merupakan keturunan ke 6 dari Imam Shadiq As (99 hadis), merupakan keturunan ke 5 dari Imam Musa Kazhim As (98 hadis), merupakan keturunan ke 4 dari Imam Ridha As (95 hadis), merupakan keturunan ke 3 dari Imam Muhammad Taqi As (60 hadis), pengganti dari pengganti Imam Ali Naqi As dan anak dari Imam Hasan Askari As (146 hadis), mengalami dua proses kegaiban (10 hadis) dan lain-lain. Di antara semua ini, tak ada satupun tipologi yang dimiliki oleh “Bab” dan “Bahai” dan rahasia penentangan para ulama terhadap Sayyid Ali Muhammad Bab muncul dari sini.
2. Mirza Husein Ali selain meyakini akan kebangkitan sayyid Ali Muhammad Bab dan dengan membawa agama baru, ia juga menamai dirinya dengan “man yuzhhiruhullahu” dan mengklaim bahwa ia memiliki aturan dan syari’at tersendiri yang harus disampaikan kepada umat manusia. Padahal seluruh umat Islam telah memastikan bahwa Nabi Muhammad Saw adalah nabi terakhir dan hal ini tidak hanya terbukti lewat dalil-dalil naqli, tapi bahkan telah dibuktikan dengan argumen-argumen logis (aqli).
Dalil-dalil naqli (bersumber dari referensi-referensi din):
Al-Quran dalam surat al-Ahzab ayat 40 menyebutkan bahwa Nabi Muhammad Saw adalah nabi terakhir (khatamunnabiyyin) dan khatam artinya adalah yang menutup dan mengakhiri. Dan dengan alasan inilah maka stempel yang biasa dibubuhkan di akhir surat itu disebut khatam, dan permata cincin yang di atasnya digambar sesuatu dan digunakan sebagai stempel juga disebut sebagai khatam dan sebuah cincin yang tidak sama seperti ini biasanya disebut dengan Fatakhah.[18]
Ibnu Katsir dalam tafsirnya, terkait ayat ini, telah menukil sebuah riwayat dari Nabi Saw bahwa salah satu kelebihan Rasulullah Saw dibanding dengan nabi-nabi lain adalah bahwa beliau sebagai penutup para nabi (khatamunnabiyyin). Dalam kitab Nahjul Balâghah juga menyebutkan beberapa kali bahwa Nabi Muhammad Saw merupakan penutup para rasul (khatamurrusul).[19] Dan tentunya dalam Al-Quran juga terdapat ayat-ayat yang bisa digunakan sebagai argumen atas berakhirnya silsilah kenabian dan keabadian Islam. Pertama: ayat-ayat yang menjelaskan bahwa Islam adalah agama untuk seluruh umat manusia.[20] Kedua: ayat-ayat yang meperkenalkan bahwa Islam adalah satu-satunya agama yang benar dan hak.[21] Dari ayat-ayat ini dapat disimpulkan bahwa seluruh agama (selain Islam) yang ada di bumi ini, baik yang ada di zaman sekarang maupun yang muncul dimasa mendatang dianggap sebagai agama batil dan sesat. Dengan sebab ini, pernyataan kelompok Bahaiyyah dimana khatamul anbiya diartikan sebagai permata dan perhiasan para nabi, tidak dapat dibenarkan (justifikasi) dan tidak sesuai dengan yang ada dalam kamus-kamus bahasa serta berseberangan dengan apa yang dipahami oleh para mufassir dan sahabat-sahabat.[22]
Selain hal yang disebutkan di atas, juga terdapat riwayat-riwayat dari Rasulullah Saw yang menjelaskan bahwa tidak akan datang nabi setelah Nabi Muhammad Saw dan riwayat-riwayat tersebut sengaja tidak menggunakan kata-kata khatam supaya tidak bisa disalahgunakan oleh kelompok Bahaiyyah.[23] Seperti dalam hadis dimana Rasulullah Saw bersabda kepada Imam Ali As:”hubungan kamu dengan saya ibarat hubungan Nabi Musa As dengan Nabi Harun As kecuali bahwa tidak akan ada lagi nabi setelahku”.
Dalil Aqli:
Mencari Tuhan sudah merupakan fitrah manusia.[24] Namun fitrah semacam ini tidak cukup untuk membuktikan bahwa apapun yang ia pilih dan agama apapun yang ia yakini adalah benar. Tapi fitrah ini merupakan sebuah kecenderungan dimana harus dibimbing ke arah kebenaran dan Allah Swt selain menganugerahi kita akal (nabi dalam bentuk internal) juga Dia mengutus para nabi untuk menjelaskan kepada kita hal-hal yang tidak dapat dicerna oleh akal.[25] Para nabi tersebut datang guna menunjukkan kepada kita jalan hidayah[26] dan setiap dari mereka itu selalu dihadapkan pada dua keterbatasan dan sebuah bahaya, keterbatasan yang ada pada diri Nabi Saw[27], keterbatasan yang ada pada audien[28], bahaya distorsi dan tahrif[29], dengan demikian mayoritas agama baru itu menjadi penyempurna dan pembenar agama yang ada sebelumnya. Kisah kedatangan para nabi berakhir dan selesai dengan diutusnya seorang nabi yang memilki maqam makrifat paling tinggi. Para nabi tersebut merupakan imam dari umat mereka masing-masing dan Nabi Muhammad Saw adalah imam para nabi. Di sisi lain, lahan pemahaman ditengah-tengah umat manusia telah menemukan jati-dirinya; yakni orang-orang, minimal sebagian dari mereka, telah menemukan kesiapan bahwa ma’arif dan pengetahuan tinggi Tuhan hanya bisa diperoleh melalui makrifat tersebut.[30]
Dengan lenyapnya kedua keterbatasan ini, Islam mampu menyajikan seluruh pesan-pesan yang dimilikinya; yakni menyajikan seluruh hidayah Ilahi yang mana agama yang datang sebelumnya telah menjelaskan serta memaparkan sebagian dari hidayah tersebut dan sejatinya ia adalah agama terakhir dan agama sempurna.[31] Selain itu, sebagai agama penutup dan terakhir ia harus terhindar dari berbagai bentuk distorsi dan dalam agama Islam hal tersebut bisa terealisasi jika kedua faktor berikut ini ada: Pertama: sumber dan referensi asli dan utama terjaga dari segala bentuk distorsi.[32] Kedua: menciptakan dan membangun sebuah metode yang mana metode tersebut dapat membuka peluang bagi setiap orang yang mengenal serta tahu menggunakannya dalam merujuk kepada referensi-referensi, untuk memahami sebuah esensi di setiap zaman dan waktu.[33]
3. Mirza Husein Ali tidak hanya mengklaim memiliki syari’at tersendiri, akan tetapi juga mengklaim bahwa Allah Swt telah hulul (menitis dan menjelma) ke dalam dirinya dan (klaim ini sangat berbeda dengan pandangan mayoritas ‘Urafa) dan ia dengan jelas dan transparan menjelaskan bahwa Allah Swt telah menjelma dan menitis. Untuk membantah pandangan ini tidak perlu penjelasan yang bertele-tele karena hal ini sudah sangat jelas kesesatannya.
Sejatinya keyakinan-keyakinan seperti ini telah menyebabkan seluruh kaum muslimin menolak mentah-mentah dan menganggap bahwa aliran Bahaiyyah telah mengingkari esensi-esensi agama[34] dan mengingkari esensi agama maka dihukumkan kafir dan kafir dinyatakan najis[35] dan tentunya kita bisa melihat dan mencari dalil-dalil fikih kalau kafir itu dianggap najis,[36] namun ia membutuhkan waktu yang cukup banyak.
Jika seseorang telah meyakini kebenaran Bahaiyyah, ia tidak hanya tidak perlu mengakui dan berikrar serta menyatakannya di hadapan orang lain tapi hal ini tidak diperbolehkan dan tidak diridhai Allah Swt. Semoga dengan bertaubat dan melupakan serta melakukan amal saleh untuk mengganti segala kesesatan yang telah dilakukannya, ia akan mendapat rahmat dan ampunan dari Allah Swt.[]
[1] . Makaatiibu ‘abdul bahai, jilid 1 hal. 343.
[2] . Khatamiyat-e Payâmbar-e Islâm, hal. 72 dan 75.
[3] . ibid, hal. 229. Tentunya klaim sebagai tuhan kembali diulang dalam kitab Mubin hal. 323.
[4] . ibid, hal. 1.
[5] . ibid, hal. 50.
[6] . ibid, hal. 173.
[7] . Mulla Husein Busyrawiyah adalah seorang Bahaiyyah yang dengan propaganda dan tablignya adalah orang yang cenderung dan beriman kepada “bab”. (Dânesh Nâme-e Jahân-e Islâm, jilid 4 hal. 733).
[8] . ibid, jilid 1 hal. 78.
[9] . ibid, hal. 253.
[10] . ibid, hal. 300.
[11] . ibid, hal. 142.
[12] . ibid, hal. 68.
[13] . Khatamiyat-e Payâmbar-e Islâm, hal. 82.
[14] . ibid, hal. 225.
[15] . Ibid, hal. 72-85; Firaq-e wa Madzâhib-e Kalâmi, hal. 343-350.
[16] . Shafi Gulpaigani Luthfullah, Imâmat wa Mahdawiyat, jilid 3 hal. 63-70. Dalam buku ini disebutkan sekitar 40 karakter Imam Zaman Ajf. dimana tak ada satupun yang ada pada diri “Bab”.
[17] . karena ibu Imam Baqir As adalah Fathimah binti Imam Hasan As, jadi dari jalur ini Imam Zaman Ajf. adalah keturunan dari Imam Hasan As.
[18] . I’râbul Qur’ân wa Bayânuhu, jilid 3 hal. 44; Aqrâbul Mawârid, jilid 1 hal. 257 dan jilid 3 hal. 319.
[19] . Khutbah ke 71, ke 172 dan ke 133.
[20] . Qs. Saba ayat 28, Qs. Al Furqan ayat 1.
[21] . Qs. Ali imran ayat 85, Qs. As shaf ayat 9.
[22] . Al-Mizân, jilid 16 hal. 345; Kherad dar Dhiyâfat-e Din, hal. 248.
[23] . Riwayat-riwayat terkait hal ini demikian banyak sehingga almarhum Mir Hamid Husein menukilnya secara khusus dalam kitab ‘Abaqâtu Mujalladi.
[24] . Dalil-dali quran, burhan, psikologi dan sejarah atas klaim ini dapat anda baca dalam buku Bavârha va Pursesyhâ, Mahdi Hadawi Tehrani, hal. 17-21; Allamah Majlisi, Bihârul Anwâr, jilid 8 hal. 1, hadis 1.
[25] . Bavârha va Pursesyhâ, hal. 46-58.
[26] . Ibid, hal. 21-24.
[27] . Para nabi memiliki keterbatasan dalam menyampaikan dan menerima wahyu dan tidak memiliki kemampuan untuk memahami tingkatan-tingkatan yang ia belum temukan. bid, hal. 24.
[28] . Para audien hanya dapat menerima hakikat kebenaran yang sesuai dengan kadar pengetahuan dan budaya yang dimilikinya. Dengan demikian, para nabi tidak dapat menjelaskan sebuah hakikat dan kebenaran lebih dari batas kemampauan para audien. Ibid, hal. 24.
[29] . Ibid, hal. 25.
[30] . Ibid, hal. 33-43.
[31] . Agama sempurna harus memiliki segala sesuatu yang dibutuhkan oleh manusia dalam menggapai hidayah kebenaran dan Islam memiliki syarat dan kekhususan ini...
[32] . Mahdi Hadawi Tehrani, Mabâni Kalâmi Ijtihâd, hal. 45-59.
[33] . Metode seperti ini dalam ungkapan-ungkapan Imam Khomeini disebut fiqh jawahir dan fiqih sunnati. bavarha va pursesyha, hal. 28-31.
[34] . Majma’ fiqh Islâmi, hal. 84-85.
[35] . Imam Khomeini, Tahrirul wasilah, jilid 1 hal. 118-119.
[36] . Muhammad Ali Gerami, al-Mu’allaqâtu ‘alal ‘Urwatil Wutsqa, jilid 1 hal. 86-90.