Advanced Search
Hits
13785
Tanggal Dimuat: 2010/04/08
Ringkasan Pertanyaan
Tolong jelaskan tipologi para imam yang dijelaskan Al-Qur’an?
Pertanyaan
Tolong jelaskan tipologi para imam yang dijelaskan al-Qur’an?
Jawaban Global

Dalam Al-Qur’an, imâmah (yang bermakna kepemimpinan manusia di masyarakat) terdapat dua jenis: Pertama, para “imam nûr” yang merupakan para pemimpin Ilahi dan saleh. Kedua, para “imam nâr” yang merupakan para pemimpin kekafiran dan kesesatan. Dalam Al-Qur’an, disebutkan pelbagai tipologi untuk para “imam nûr” di antaranya, “kemaksuman, memberi petunjuk, mendapat petunjuk, beriman, beribadah, istiqamah, suka bekerja keras dan berjihad di jalan Allah, terdepan dalam pelbagai perbuatan baik, adil, jujur, kokoh, berilmu, thayyib, cerdik-cendekia, pewaris bumi, ahli takwa, mendahulukan kepentingan orang lain, suka berinfak, mukmin, sebaik-baik manusia, keutamaan Tuhan, rahmat Tuhan, saleh, cahaya Ilahi. Dan paling menonjol dari tipologi ini adalah bahwa imâmah seorang imam harus Ilahi dan dianugerahkan oleh Tuhan.

Adapun tipologi dan karakteristik para “imam nâr” adalah, “pembangkang, congkak, perusak, menyesatkan, mengajak pada neraka, aniaya dan zalim, arogan dan penebar perpecahan, gemar mengurangi dan mengecoh.

Jawaban Detil

Imâmah secara leksikal bermakna kepemimpinan dan leadership. Dan imam berarti sesuatu yang mengikut kepadanya; baik ia manusia atau selain manusia. Hak atau batil. Artinya adalah mutlak pemimpin dan pengayom. Akan tetapi, imâmah secara teknis bermakna kepemimpinan atas masyarakat Islam pasca Rasulullah Saw.

Imâmah dalam pandangan para teolog Syiah, seperti nubuwwah merupakan salah satu ushuluddin dan merupakan sebuah maqam yang diberikan oleh Tuhan. Imam memikul seluruh tugas yang diemban oleh Rasulullah Saw kecuali pos kenabian. Diangkat dari sisi Tuhan, maksum dan lebih utama, merupakan tiga syarat asasi seorang imam. Oleh itu, pandangan ini banyak berpijak di atas dalil rasional (‘aqli) dan juga dalil referensial (naqli).

Definisi menyeluruh atas imâmah disebutkan bahwa al-imâmah qiyâdat ‘amma ilahiyyah fii umur al-din wa al-dunyâ lisyakhshin kâmil min al-insân, fi kulli ‘ashrin, khilâfatan ‘an al-rasul (Saw). Imâmah adalah kepemimpinan umum dan multidimensional Ilahi pada seluruh urusan agama dan duniawi bagi seorang manusia sempurna, pada setiap masa yang menjadi pengganti Rasulullah Saw.

 

Imâmah dalam Al-Qur’an

Dengan subjudul ini kami akan membahas dan mengkaji beberapa perkara sebagai berikut.

A.    Makna imâmah dalam Al-Qur’an: imâmah dalam al-Qur’an dalam artian leksikal yang bermakna kepemimpinan dan leadership. Dan imam bermakna pemimpin dan pengayom.

B.    Ayat-ayat imâmah: dalam Al-Qur’an terdapat dua belas ayat yang menggunakan redaksi “imam” dan “aimmah” (para imam) serta ayat-ayat yang berbicara tentang masalah “imâmah.” Hal-hal yang berkenaan dengan penggunaan imam dan objek-objek imam digunakan beragam pada ayat-ayat ini: imam digunakan pada delapan ayat berkenaan dengan manusia, dua ayat atas kitab, satu ayat atas lauh mahfuzh dan satu ayat atas jalan.

C.    Bagian-bagian imâmah (yang bermakna kepemimpinan manusia atas komunitas manusia) dalam Al-Qur’an: Dalam al-Qur’an, imâmah atas makna ini terdiri dari dua jenis: Pertama, para “imam nur” (imam yang mengajak pada cahaya) yang merupakan para pemimpin Ilahi dan saleh. Kedua, para “imam nâr” (imam yang mengajak pada kesesatan) yang merupakan para pemimpin kekafiran dan kesesatan.

D.    Tipologi para imam nûr (cahaya) dalam Al-Qur’an: ayat-ayat yang menyebutkan ihwal tipologi para imam nûr terdiri dari beberapa bagian: Pertama, ayat-ayat yang menjelaskan secara lugas tipologi imam. Kedua, ayat-ayat yang menyebut secara kiasan dan dengan memerhatikan riwayat-riwayat Ahlulbait As menyinggung pelbagai tipologi para imam nûr. Ketiga, ayat-ayat yang meyinggung pelbagai keutamaan Imam Ali As. Keempat, ayat-ayat yang menyinggung pelbagai keutamaan Imam Mahdi Ajf.

 

Bagian Pertama

Berkenaan dengan ayat-ayat yang menjelaskan secara lugas tipologi imam kita akan menyebutkan beberapa ayat di sini:

1.     Dan (ingatlah) ketika Ibrahim diuji oleh Tuhannya dengan beberapa kalimat (perintah dan larangan), lalu ia menunaikannya (dengan baik). Allah berfirman, “Sesungguhnya Aku menjadikanmu imam bagi seluruh manusia.” Ibrahim berkata, “Dan dari keturunanku (juga)?” Allah berfirman, “Janji-Ku (ini) tidak mengenai orang-orang yang zalim.” (QS. Al-Baqarah [2]:124)

2.     Kami telah menjadikan mereka itu sebagai pemimpin-pemimpin yang memberi petunjuk dengan perintah Kami dan telah Kami wahyukan kepada mereka untuk mengerjakan kebaikan, mendirikan salat, dan menunaikan zakat, dan hanya kepada Kami-lah mereka selalu menyembah.” (QS. Al-Anbiya [21]:73)

3.     Dan Kami jadikan di antara mereka itu pemimpin-pemimpin yang memberi petunjuk dengan perintah Kami ketika mereka sabar. Dan mereka meyakini ayat-ayat Kami. (QS. Al-Sajdah [34]:24)

4.     Katakanlah, “Apakah di antara sekutu-sekutumu ada yang dapat memberi petunjuk kepada kebenâran?” Katakanlah, “Allah-lah yang dapat memberi petunjuk kepada kebenâran. Maka apakah orang yang dapat memberi petunjuk kepada kebenâran itu lebih berhak diikuti ataukah orang yang tidak dapat memperoleh petunjuk kecuali (bila) diberi petunjuk? Mengapa kamu (berbuat demikian)? Bagaimanakah kamu mengambil keputusan?” (QS. Yunus [10]:35)

 

Dari ayat-ayat ini dan ayat-ayat lainnya dalam masalah ini, dapat disimpulkan beberapa tipologi untuk para imam nûr dan pemimpin hak:

1.     Pengangkatan imam dari sisi Tuhan; karena pada seluruh ayat penetapan imâmah disandarkan kepada Tuhan dan juga pada ayat ibtilâ (QS. Ibrahim [2]:124) dipandang sebagai janji Tuhan dan ikrar Ilahi. Maka itu, yang bertugas menetapkan imam adalah Tuhan bukan manusia. Demikian juga sesuai dengan ayat-ayat ini, imam harus maksum, paling sempurna dan paling utama di antara manusia. Jelas bahwa tiada seorang pun selain Tuhan yang dapat mengetahui dengan baik adanya sifat-sifat dan kesempurnaan jiwa pada seorang manusia. Karena itu, imam harus diangkat dari sisi Tuhan. Falsafah pengangkatan (intishab) para imam nûr dari sisi Tuhan ini adalah petunjuk dan kepemimpinan atas umat manusia.

2.     Kemaksuman imam; karena ayat-ayat menunjukkan bahwa harus terjaga dan terpelihara dari segala jenis dosa, kesalahan, kelalaian, kelupaan dan segala sifat tercela.

3.     Keutamaan imam; lantaran sesuai ayat kedua dan ketiga imam adalah pemandu dan pemberi petunjuk sesuai dengan perintah Tuhan, maka ia harus yang paling sempurna dan utama di antara manusia. Karena itu, imam harus paling sempurna dan paling utama di antara manusia dalam ilmu, agama, keyakinan, keadilan dan seluruh keutamaan serta kesempurnaan jiwa.

4.     Mendapatkan petunjuk; di antara tipologi para Imam Maksum As adalah mereka telah memperoleh petunjuk.[1]

5.     Memberi petunjuk Ilahi; di antara tipologi imam adalah memandu dan memberi petunjuk Ilahi kepada masyarakat.[2]

6.     Beriman; beriman atau ahli yakin di antara tipologi para imam yang disebutkan dalam Al-Qur’an.[3]

7.     Bersabar.[4]

8.     Ahli ibadah dan selalu menyembah Tuhan.[5]

 

Bagian Kedua:

Ayat-ayat dalam bentuk kiasan dan dengan memerhatikan riwayat-riwayat Ahlulbait As, menyinggung beberapa tipologi para imam nûr; bilangan ayat-ayat ini cukup banyak. Karena itu, kita hanya menyinggung sebagian dari ayat-ayat tersebut di sini:

Shirathal mustaqim: Shirathal mustaqim atau jalan lurus yaitu jalan yang meyakinkan untuk dilintasi. Manusia dapat sampai pada tujuan dengan melalui jalan tersebut. Al-Qur’an menyatakan, “Ihdina al-shirath al-mustaqim” (Tuhan kami tunjukkan kami ke jalan lurus, QS. Al-Fatihah [1]:7). Imam Shadiq As terkait dengan ayat ini bersabda, “Wallahi, nahnu al-shirath al-mustaqim” (Demi Allah! Kami adalah jalan lurus).[6]

Syâhid: Syahid atau saksi merupakan salah satu tipologi yang dijelaskan Tuhan bagi para imam. Maqam saksi, adalah sebuah kedudukan yang sangat luar biasa. Karena keniscayaan menjadi saksi atas seluruh perbuatan, perilaku, niat seluruh hamba, dimana dalam hal ini para imam menjadi saksi dan penonton atas seluruh perbuatan manusia. Al-Qur’an menandaskan, “kadzalika ja’alnakum ummatan wasathan litakunu syuhada ‘ala al-nas wa yakuna al-rasul ‘alaikum syahida.” (QS. Al-Baqarah [2]:143) Imam Shadiq As bersabda: “Nahnu syuhadalLâh ‘ala khalqihi.” Artinya, kami adalah saksi-saksi Ilahi atas seluruh ciptaan-Nya.[7]

Babullah: Di antara tipologi imam adalah bahwa ia adalah gerbang rumah Tuhan. Artinya, barangsiapa yang ingin memanfaatkan emanasi Ilahi dan masuk ke dalam rumah Tuhan, maka ia harus memasuki melalui pintunya. Para imam merupakan gerbang-gerbang emanasi Tuhan. Al-Qur’an menegaskan, “Wa laisa al-birr bian ta’tu al-buyuta min zhuhuriha walakin al-birra manittaqa. Wa atu al-buyuta min abwabiha wattaquLlah la’allakum tuflihun.” (Dan bukanlah kebajikan memasuki rumah-rumah dari belakangnya, akan tetapi kebajikan itu ialah kebajikan orang yang bertakwa. Dan masuklah ke rumah-rumah itu dari pintu-pintunya; dan bertakwalah kepada Allah agar kamu beruntung, [QS. Al-Baqarah [2]:189]) Imam Shadiq As bersabda: “Ali Muhammad AbwabuLlah wa sabiluhu…” Keluarga Muhammad adalah gerbang-gerbang Tuhan dan jalan untuk sampai kepada-Nya.”[8]

Sâbiq: Kalimat ini dinyatakan kepada orang-orang yang mendahului dan terdepan atas orang lain dalam beriman dan beramal kebajikan. Al-Qur’an menyatakan, “….Wa minhum sâbiq bilkhairât...” (Dan di antara mereka ada (pula) yang lebih dahulu berbuat kebaikan…[QS. Fathir [35]:32) Imam Ridha As bersabda: “Al-Sâbiq bilkhairât, al-imâm.” Orang-orang yang lebih dahulu berbuat kebaikan adalah imam”.[9]

Mizân: Teraju segala amal dan perbuatan yang menjadi kriteria benâr tidaknya amal dan perbuatan seluruh makhluk. Al-Qur’an menandaskan, “Wa nadha’ al-mawazin al-qisth liyaum al-qiyamah fala tuzhlamu nafsun syaian.” (Kami akan menegakkan timbangan yang adil pada hari kiamat, lalu setiap jiwa tidak akan dirugikan barang sedikit pun. [QS. Al-Anbiya [21]:47]) Imam Shadiq As bersabda: “Al-Mawazin al-Anbiya wa al-Awsiya.” (Teraju-teraju [untuk menimbang] adalah para nabi dan washi [imam]).[10]

Najm (bintang): Najm atau bintang yaitu yang bercirikan cahaya senantiasa menerangi merupakan salah satu tipologi imam As. Al-Qur’an menyatakan, “Wahuwalladzi ja’ala lakum an-nujuma litahtadu biha fii al-zhulumat al-birr.” (Dan Dialah yang menjadikan bintang-bintang bagimu, agar kamu menjadikannya petunjuk dalam kegelapan di darat dan di laut, [QS. Al-An’am [6]:97]) Dalam kitab tafsir Ali bin Ibrahim disebutkan bahwa bintang gemintang (pada ayat tersebut) adalah keluarga Muhammad Saw.[11]

Shâdiq: Artinya berkata lurus dan benâr. Al-Quran menegaskan, “Yaa Ayyuhalladzina amanu ittaqullah wa kunu ma’a al-shadiqin.” (Wahai orang-orang yang beriman bertakwalah kepada Allah dan hendaknya kalian bersama orang-orang yang benâr, [QS. Al-Taubah [9]:119) Imam Baqir As bersabda,” “Iyyana ‘anna”, artinya yang dimaksudkan Tuhan pada ayat ini adalah kami.”[12]

Rasikhun dalam ilmu dan pengetahuan: Sebagian ayat Al-Qur’an menyinggung kedalaman ilmu para imam. Seperti pada ayat mulia ini, “Wa ma ya’lamu ta’wilahu illallah wa al-rasikhuna fil al-‘ilm.” (Tidak ada yang mengetahui takwilnya melainkan Allah. Dan orang-orang yang mendalam ilmunya, [QS. Ali Imran [3]:7]) Karena itu, kedalaman dalam ilmu (rasikhun fil al-‘ilm) adalah orang yang menyelami samudera ilmu dan mencicipi kelezatannya. Imam Shadiq As bersabda: “Râsikhun fil al-‘ilm (yang mendalam ilmunya) itu adalah Amirul Mukminin dan para imam setelahnya.”[13] Dan sebagian ayat lainnya menyinggung ihwal menjuntainya ilmu mereka seperti pada ayat, “Qul kafa billah syahida baini wa bainakum wa man ‘indahu ilmu al-kitab.” (Katakanlah, “Cukuplah Allah dan orang yang mempunyai ilmu al-Kitab (dan pengetahuan terhadap Al-Qur’an) menjadi saksi antara aku dan kamu. QS. Al-Ra’ad [13]:43) Imam Baqir As bersabda: “Iyyana ‘anni. Wa Ali awwaluna wa afdhaluna wa khairuna ba’da al-nabi.” Yang dimaksud pada ayat ini adalah kami dimana Ali As merupakan yang pertama dan terutama dari kami setelah Rasulullah Saw.”[14]

Thayyib: Thayyib memiliki ragam makna di antaranya adalah melezatkan, apa yang dihalalkan dalam syariat, apa yang suci, dan yang kosong dari gangguan dalam jiwa dan raga.[15] Akan tetapi, segala makna yang diutarakan di sini dapat disaksikan pada wujud suci imam. Al-Qur’an menyatakan, “Alam tara kaifa dharaballahu matsalan kalimatan thayyibatan…” (Tidakkah kamu perhatikan bagaimana Allah membuat perumpamaan kalimat yang baik…”  QS. Ibrahim [23]:24) Imam Shadiq As bersabda, “Akar pohon adalah Rasulullah Saw dan cabangnya adalah Amirul Mukminin As dan rantingnya adalah para imam maksum As.”[16]

Hakîm: Atau cerdik cendikia. Al-Qur’an menyatakan, “Am yahsuduna al-nasa ‘ala maa atahumullah min fadhilihi faqad ataina Ala Ibrahim al-Kitaba wa al-Hikmata wa atainahum mulkan azhima. (Ataukah mereka dengki kepada manusia (Muhammad dan keluarganya) lantaran karunia yang Allah telah berikan kepadanya? Sesungguhnya Kami telah memberikan kitab dan hikmah kepada keluarga Ibrahim, dan Kami telah memberikan kepada mereka kerajaan yang besar. QS. Al-Nisa [4]:54) Imam Shadiq As bersabda, “Demi Allah! Sesungguhnya kamilah yang didengki oleh mereka.”[17]

Wârits: Al-Qur’an menandaskan, “Inna al-ardha lillahi yûritsuhâ man yasyâ-u min ‘ibâdihi wa al-‘âqibatu lilmuttaqîn.” (Sesungguhnya bumi (ini) kepunyaan Allah; Dia mewariskannya kepada hamba-hamba-Nya yang Dia kehendaki. Dan kesudahan yang baik adalah milik orang-orang yang bertakwa. QS. Al-A’raf [7]:128). Imam Baqir As bersabda, “Kami adalah pewaris bumi dan orang-orang yang bertakwa (yang disebut pada ayat tersebut).”[18]

 

Bagian Ketiga:

Bagian ketiga ayat-ayat yang menyinggung pelbagai tipologi Imam Ali As.

Syajâ’a (prawira): Keberanian dan keprawiraan merupakan salah satu tipologi imam. Al-Qur’an menandaskan, “Wa min al-nâs man yasytari nafsahubtighâ-a mardhatillah wallâhu raûfun bil’ibâd.” (Dan di antara manusia ada yang menjual dirinya untuk meraih keridhaan Allah dan Allah sangat pengasih kepada para hambanya, QS. Al-Baqarah [2]:207). Imam Zainul Abidin As bersabda, “Ayat ini turun berkenaan dengan Ali bin Abi Thalib As yang menggantikan Rasulullah Saw di pembaringannya (pada peristiwa lailatul mabit).[19]   

Munfiq: Atau pemberi infaq. Al-Qur’an menyatakan, “Innamâ waliyyukumullahu wa rasûluhu walladzina âmanulladzîna yuqîmuna al-shalâta wa yu’tûna al-zakâta wa hum râki’ûn.” (Sesungguhnya wali kalian hanyalah Allah dan Rasul-Nya dan orang beriman yang menunaikan shalat dan menyerahkan zakat sementara ia sedang ruku. QS. Al-Maidah [5]:55). Rasulullah Saw bersabda, “Ali adalah orang yang menunaikan shalat dan menyerahkan zakat sementara ia sedang ruku.”[20]

Iman dan jihad: Iman kepada Allah Swt dan jihad di jalan-Nya merupakan salah satu karateristik para imam. “Aja’altum siqâyat al-hajji wa ‘imârata masjid al-harami kaman âmana billahi wa al-yaum al-âkhir wa jahâda fî sabîlilah.” (Apakah kamu menyamakan pekerjaan memberi minuman kepada orang-orang yang mengerjakan haji dan mengurus Masjidil Haram dengan (amal) orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari kemudian serta berjihad di jalan Allah? QS. Al-Taubah [9]:19) Para penafsir dan perawi Syiah menyebutkan banyak hadis dalam literatur-literatur mereka yang menandaskan bahwa ayat ini diturunkan berkenaan dengan Ali bin Abi Thalib As.[21] Demikian juga dari beberapa literatur Ahlusunnah seperti Thabari, Tsa’labi, Tafsir Khazin, Wahidi dalam Asbab al-Nuzul, Allamah Baghawi dalam Ma’âlim al-Tanzil, Maghazali dalam Manâqib, Ibnu Atsir dalam Jâmi’ al-Ushul, Fakhrurrazi dalam tafsirnya dan literatur-literatur lainnya yang menukil hadis yang sama.[22]

Khayr al-bariyyah (sebaik-baik makhluk): Al-Qur’an menyatakan, “Innalladzîna âmanu wa ‘âmilushâlihâti hum khairul bariyyah.” Sesungguhnya orang beriman dan melakukan amal kebajikan mereka adalah sebaik-baik makhluk. QS. Al-Bayyinah [97]:7) Imam Baqir As menukil dari Rasulullah Saw yang bersabda kepada Ali As, “Mereka ini adalah engkau dan para pengikutmu.”[23]

Rahmat Ilahi: Qul bifadhlillahi wa birahmatihi fabidzalika falyafrahû huwa khairun mimma yajma’ûn.” (Katakanlah, “Dengan karunia Allah dan rahmat-Nya, hendaklah mereka bergembira. Karunia Allah dan rahmat-Nya itu adalah lebih baik daripada apa yang mereka kumpulkan. QS. Yunus [10]:58) Imam Baqir As bersabda, “(Yang dimaksud dengan) karunia Allah (pada ayat ini) adalah Rasulullah Saw dan rahmat Ilahi adalah Ali bin Abi Thalib As.”[24]

 

Bagian Keempat:

Bagian keempat adalah yang menyinggung pelbagai tipologi Imam Mahdi Ajf. Saleh: Al-Qur’an menegaskan, “Walaqad katabnâ fi al-zabûri min ba’da al-dzikri anna al-ardha yaritsûhâ ‘ibâdiya al-shâlihûn.” (Dan sungguh Kami telah tulis di dalam Zabur sesudah (Kami tulis dalam) azd-Dzikr (Taurat) bahwasanya hamba-hamba-Ku yang saleh mewarisi bumi ini. Qs. Al-Anbiya [21]:105) Imam Baqir As menukil dari perkataan Rasulullah Saw bahwa, “Allah Swt akan memilih seorang saleh dari Ahlulbaitku yang akan memenuhi semesta dengan keadilan setelah dipenuhi dengan kejahatan dan kezaliman.”[25]

Perantara cahaya: Wa asyraqat al-ardhu binûri rabbihâ.” (Dan terang benderanglah bumi dengan cahaya Tuhan-nya QS. Al-Zumar [39]:69) Imam Shadiq As bersabda, “Tatkala Qaim kami bangkit, maka ia akan menebarkan cahaya Tuhan dan manusia tidak lagi membutuhkan cahaya mentari.”[26]   

 

Imam nâr

Di antara sekumpulan ayat yang dijelaskan dalam al-Quran tentang para imam nâr, dapat disimpulkan bahwa mereka adalah para pemimpin yang sekali-kali tidak pernah menâruh perhatian pada Tuhan dan hukum-hukum Tuhan serta beramal mengikuti hawa nafsunya. Mereka terdepan dalam kekufuran dan kesesatan. Dan mereka telah mencapai puncak dalam masalah ini sehingga menjadi imam dan pemimpin kekufuran dan kesesatan. Karena itu, Allah Swt menjadikan mereka sebagai pemimpin orang-orang kafir, tersesat dan ahli maksiat. Di antara objek-objek para imam nâr yang diperkenalkan Al-Qur’an adalah Fir’aun, para pengikutnya dan para pemimpin musyrik Arab. Tipologi dan karakteristik para imam nâr adalah: pembangkang dan penjahat, congkak dan perusak, menyesatkan dan mengajak pada neraka, jahat dan aniaya, arogan dan pemecah belah, gemar mengurangi dan mengecoh. Perilaku para imam nâr (imam yang mengajak kepada kesesatan) dalam menghadapi pesan-pesan Ilahi adalah mengolok-ngolok, menuding, mendustakan dan melanggar apa yang telah disepakati. [IQuest]



[1]. Qs. Yunus (10):35  

2]. Qs. Al-Anbiya (21):73

[3]. Qs. Al-Sajdah (34):24

[4]. Qs. Al-Sajdah (34):24  

[5]. Qs. Al-Anbiya (21):73    

[6]. Nûr al-Tsaqalain, jil. 1, hal. 21.  

[7]. Ibid, jil. 1, hal. 134.   

[8]. Ibid, jil. 1, hal. 177.  

[9]. Ibid, jil. Hal. 361.  

[10]. Ibid, jil. 3, hal. 430.  

[11]. Ibid, jil. 1, hal. 75.  

[12]. Ibid, jil. 2, hal. 280.  

[13]. Ushûl Kâfi, jil. 1, hal. 213.  

[14]. Nûr al-Tsaqalain, jil. 2, hal. 522.  

[15]. Mu’jam al-Bahrain, jil. 2, hal. 111, Software Nur al-Hidayah.  

[16]. Nûr al-Tsaqalain, jil. 2, hal. 535.  

[17]. Ibid, jil. 1, hal. 491.  

[18]. Ibid, jil. 2, hal. 56.

[19]. Ibid, jil. 1, hal. 204.  

[20]. Ibid, jil. 1, hal. 644.  

[21]. Al-Burhân fi Tafsir al-Qur’ân, jil. 2, hal. 478.

[22]. Tafsir Nemune, jil. 7, hal. 322. Kitab Ihqâq al-Haq, jil. 3, hal. 122-128.  

[23]. Nûr al-Tsaqalain, jil. 5, hal. 645.  

[24]. Ibid, jil. 2, hal. 307.  

[25]. Majma’ al-Bayân, jil. 7, hal. 106.  

[26]. Nûr al-Tsaqalain, jil. 4, hal. 504.  Diadaptasi dari Yekshad wa Panjâ Maudhu’ az Qur’ân Karim, Akbar Dehqan, Yekshad wa Panjâ Maudhu’ az Qur’ân Karim, Markaz-e Farhanggi Darshai az Qur’an, cetakan kedua, 1377, Qum.

Terjemahan dalam Bahasa Lain
Komentar
Jumlah Komentar 0
Silahkan Masukkan Redaksi Pertanyaan Dengan Tepat
contoh : Yourname@YourDomane.ext
Silahkan Masukkan Redaksi Pertanyaan Dengan Tepat
<< Libatkan Saya.
Silakan masukkan jumlah yang benar dari Kode Keamanan

Klasifikasi Topik

Pertanyaan-pertanyaan Acak

Populer Hits

  • Ayat-ayat mana saja dalam al-Quran yang menyeru manusia untuk berpikir dan menggunakan akalnya?
    261167 Tafsir 2013/02/03
    Untuk mengkaji makna berpikir dan berasionisasi dalam al-Quran, pertama-tama, kita harus melihat secara global makna “akal” yang disebutkan dalam beberapa literatur Islam dan dengan pendekatan ini kemudian kita dapat meninjau secara lebih akurat pada ayat-ayat al-Quran terkait dengan berpikir dan menggunakan akal dalam al-Quran. Akal dan pikiran ...
  • Apakah Nabi Adam merupakan orang kedelapan yang hidup di muka bumi?
    246285 Teologi Lama 2012/09/10
    Berdasarkan ajaran-ajaran agama, baik al-Quran dan riwayat-riwayat, tidak terdapat keraguan bahwa pertama, seluruh manusia yang ada pada masa sekarang ini adalah berasal dari Nabi Adam dan dialah manusia pertama dari generasi ini. Kedua: Sebelum Nabi Adam, terdapat generasi atau beberapa generasi yang serupa dengan manusia ...
  • Apa hukumnya berzina dengan wanita bersuami? Apakah ada jalan untuk bertaubat baginya?
    230071 Hukum dan Yurisprudensi 2011/01/04
    Berzina khususnya dengan wanita yang telah bersuami (muhshana) merupakan salah satu perbuatan dosa besar dan sangat keji. Namun dengan kebesaran Tuhan dan keluasan rahmat-Nya sedemikian luas sehingga apabila seorang pendosa yang melakukan perbuatan keji dan tercela kemudian menyesali atas apa yang telah ia lakukan dan memutuskan untuk meninggalkan dosa dan ...
  • Ruh manusia setelah kematian akan berbentuk hewan atau berada pada alam barzakh?
    214943 Teologi Lama 2012/07/16
    Perpindahan ruh manusia pasca kematian yang berada dalam kondisi manusia lainnya atau hewan dan lain sebagainya adalah kepercayaan terhadap reinkarnasi. Reinkarnasi adalah sebuah kepercayaan yang batil dan tertolak dalam Islam. Ruh manusia setelah terpisah dari badan di dunia, akan mendiami badan mitsali di alam barzakh dan hingga ...
  • Dalam kondisi bagaimana doa itu pasti dikabulkan dan diijabah?
    176264 Akhlak Teoritis 2009/09/22
    Kata doa bermakna membaca dan meminta hajat serta pertolongan.Dan terkadang yang dimaksud adalah ‘membaca’ secara mutlak. Doa menurut istilah adalah: “memohon hajat atau keperluan kepada Allah Swt”. Kata doa dan kata-kata jadiannya ...
  • Apa hukum melihat gambar-gambar porno non-Muslim di internet?
    171577 Hukum dan Yurisprudensi 2010/01/03
    Pertanyaan ini tidak memiliki jawaban global. Silahkan Anda pilih jawaban detil ...
  • Apakah praktik onani merupakan dosa besar? Bagaimana jalan keluar darinya?
    168066 Hukum dan Yurisprudensi 2009/11/15
    Memuaskan hawa nafsu dengan cara yang umum disebut sebagai onani (istimna) adalah termasuk sebagai dosa besar, haram[1] dan diancam dengan hukuman berat.Jalan terbaik agar selamat dari pemuasan hawa nafsu dengan cara onani ini adalah menikah secara syar'i, baik ...
  • Siapakah Salahudin al-Ayyubi itu? Bagaimana kisahnya ia menjadi seorang pahlawan? Silsilah nasabnya merunut kemana? Mengapa dia menghancurkan pemerintahan Bani Fatimiyah?
    158102 Sejarah Para Pembesar 2012/03/14
    Salahuddin Yusuf bin Ayyub (Saladin) yang kemudian terkenal sebagai Salahuddin al-Ayyubi adalah salah seorang panglima perang dan penguasa Islam selama beberapa abad di tengah kaum Muslimin. Ia banyak melakukan penaklukan untuk kaum Muslimin dan menjaga tapal batas wilayah-wilayah Islam dalam menghadapi agresi orang-orang Kristen Eropa.
  • Kenapa Nabi Saw pertama kali berdakwah secara sembunyi-sembunyi?
    140903 Sejarah 2014/09/07
    Rasulullah melakukan dakwah diam-diam dan sembunyi-sembunyi hanya kepada kerabat, keluarga dan beberapa orang-orang pilihan dari kalangan sahabat. Adapun terkait dengan alasan mengapa melakukan dakwah secara sembunyi-sembunyi pada tiga tahun pertama dakwahnya, tidak disebutkan analisa tajam dan terang pada literatur-literatur standar sejarah dan riwayat. Namun apa yang segera ...
  • Kira-kira berapa usia Nabi Khidir hingga saat ini?
    134012 Sejarah Para Pembesar 2011/09/21
    Perlu ditandaskan di sini bahwa dalam al-Qur’an tidak disebutkan secara tegas nama Nabi Khidir melainkan dengan redaksi, “Seorang hamba diantara hamba-hamba Kami yang telah Kami berikan kepadanya rahmat dari sisi Kami, dan yang telah Kami ajarkan kepadanya ilmu dari sisi Kami.” (Qs. Al-Kahfi [18]:65) Ayat ini menjelaskan ...