Please Wait
13316
Abdullah bin Mas’ud merupakan salah seorang sahabat Rasulullah Saw yang turut serta dalam banyak peperangan pada masa-masa awal kedatangan Islam. Abdullah bin Mas’ud merupakan sahabat terdekat Rasulullah Saw.
Di samping itu, Abdullah bin Mas’ud adalah pembaca al-Qur’an dan memiliki mushaf sendiri. Rasulullah Saw dan Sayidina Ali menyebut namanya dengan baik; hal ini membuktikan dengan mudah bahwa ia merupakan salah satu pecinta Ahlulbait As. Namun terdapat perbedaan pendapat di antara ulama ilmu Rijal terkait dengan bahwa apakah ia menerima imâmah dan khilâfah belâ fashl (segera setelah Rasulullah) Baginda Ali As.
Akan tetapi dengan memperhatikan pujian dan penghormatan Sayid Murtadha kepadanya dan hubungan dekatnya dengan Rasulullah Saw serta beberapa indikasi lainnya maka boleh jadi dapat dikatakan bahwa ia juga meyakini imâmah Sayidina Ali bin Abi Thalib As.
Abdullah bin Mas’ud merupakan salah seorang sahabat Rasulullah Saw yang terkenal dengan nama Ibnu Mas’ud atau Ibnu Ummu Abd. Ibnu Mas’ud memeluk Islam pada masa-masa awal dakwah Rasulullah Saw. Ia adalah orang pertama yang membaca al-Qur’an dengan suara lantang di Mekkah pada tengah para pembesar Quraisy.
Ibnu Mas’ud termasuk salah seorang muhajir ke Habasya dan turut serta dalam beberapa peperangan pada masa-masa awal kedatangan Islam seperti Uhud, Badar, Khandaq dan lain sebagainya.
Ia menghabiskan banyak waktunya bersama Rasulullah Saw dan banyak melakukan pekerjaan pendahuluan bagi Rasulullah Saw. Ia memberikan tongkat Rasulullah Saw dan menyiapkan sandal Rasulullah sedemikian sehingga ia dapat dengan mudah lalu-lalang ke rumah Rasulullah Saw.
Suatu hari, ia naik ke suatu pohon, di hadapan Rasulullah Saw dan sebagian sahabat. Sebagian dari mereka tertawa atas kekurusan badannya. Rasulullah Saw bersabda, “Langkah-langkah ini adalah seperti gunung Uhud dalam timbangan amal.” Di suatu tempat terpisah, Rasulullah Saw bersabda kepada Sayidina Ali As: “Sekiranya ada seseorang yang ingin Aku jadikan sebagai pemimpin (Amir) tanpa musyawarah maka orang itu adalah Ibnu Mas’ud.”
Demikian juga Imam Ali As tatkala bercerita ihwal Ibnu Mas’ud maka beliau bercerita tentang kebesarannya. Ketika Imam Ali As datang ke Kufah, Imam Ali bertanya kepada masyarakat ihwal Ibnu Mas’ud. Masyarakat Kufah menjawab bahwa ia adalah orang yang sangat baik akhlaknya. Kami tidak melihat ada orang yang melebihi Ibnu Mas’ud dalam mengajar.” Kemudian Imam Ali bersabda, “Ia adalah orang yang membaca al-Qur’an dengan baik. Menjaga dan memenuhi halal dan haram al-Qur’an. Ia adalah seorang fakih dan alim terhadap sunnah Rasulullah Saw.”
Abdullah bin Mas’ud menjabat sebagai Gubernur Kufah pada masa pemerintahan Umar bin Khattab. Sekaitan dengan Usman, Ibnu Mas’ud tidak memiliki hubungan baik dengannya. Pada tahun 32 Hijriah, pada usia enam puluh sekian, Ibnu Mas’ud meninggal dunia dan dikebumikan di Baqi.[1] Demikianlah biografi ringkas tentang hidup Ibnu Mas’ud.
Terdapat perbedaan pendapat sehubungan dengan masalah apakah ia menerima Ahlulbait As dan merupakan seorang Syiah atau tidak? Ulama besar seperti Sayid Murtadha dalam kitab al-Syâfi fi al-Imâmah menyebut Ibnu Mas’ud dengan segala kebesarannya. Sayid Murtadha sangat memujinya dan berkata, “Tiada keraguan bahwa Ibnu Mas’ud merupakan salah seorang pembesar dari kalangan sahabat. Ia adalah orang yang senantiasa bersuci, memiliki keutamaan dan beriman. Ia memuji dan menyanjung Rasulullah Saw. Rasulullah Saw juga memuji dan meyanjungnya.[2]
Muhaqqiq ternama Allamah Mamaqani dalam Tanqih al-Maqâl menyebut Ibnu Mas’ud dengan baik dan berkata, “Terdapat beberapa hal yang menunjukkan bahwa Ibnu Mas’ud adalah salah seorang pecinta Ahlulbait As dan tidak menerima khilâfah orang lain. Beberapa hal penting tentang kecintaan Ibnu Mas’ud adalah sebagai berikut:
A. Ibnu Mas’ud adalah salah seorang dari duabelas orang yang menentang khilafah Abu Bakar. Ia menandaskan bahwa Ahlulbait Rasulullah Saw lebih utama dalam urusan khilafah. Mereka lebih utama daripada khalifah Abu Bakar. Di antara Ahlulbait itu adalah Ali bin Abi Thalib dan apa pun yang telah ditetapkan Tuhan baginya harus engkau serahkan kepadanya.
B. Ibnu Mas’ud adalah salah seorang yang hadir dalam acara pemakaman jenazah Hadhrat Zahra meski hal ini merupakan salah satu rahasia Syiah. Ibnu Mas’ud juga termasuk salah seorang yang menyalati jenazah putri Rasulullah Saw. Hal ini dapat menjadi dalil atas kesyiahan Ibnu Mas’ud dan kepeduliannya terhadap Ahlulbait Rasulullah Saw.
C. Ibnu Mas’ud adalah salah seorang yang meyalati jenazah Abu Dzar Ghiffari. Ia memandikan dan mengafaninya sementara Rasulullah Saw bersabda kepada Abu Dzar bahwa kelak akan ada orang beriman memandikan, mengafani dan menguburkanmu.
D. Ibnu Mas’ud sendiri adalah salah satu orang yang menukil riwayat dari Rasulullah Saw bahwa khalifah Rasulullah Saw itu berjumlah dua belas orang yaitu Baginda Ali As dan anak-anaknya. Tentu kita tidak dapat menerima orang itu sendiri yang menukil sesuatu namun tidak menerima dan meyakininya.[3]
Namun dari sisi lain, sebagian ulama Rijal menyebutkan bahwa ia adalah salah seorang pengikut Ahlusunnah dan menukil bukti-bukti yang menyatakan penentangan Ibnu Mas’ud terhadap Imam Ali As. Di antaranya adalah fatwa-fatwa dalam masalah warisan, Ibnu Mas’ud menentang Imam Ali As. Di samping itu, Ibnu Mas’ud memiliki bacaan berbeda dengan bacaan para Imam Maksum As. Artinya para Imam Maksum tidak memandang bacaan Ibnu Mas’ud sebagai bacaan yang benar. Misalnya diriwayatkan dari Imam Baqir As bersabda bahwa Ibnu Mas’ud telah menghapus dua surat mu’adzatain (yang dimulai dengan audzubillah) dari al-Qur’an padahal ayahku bersabda Ibnu Mas’ud melakukan hal ini mengikut pendapatnya.[4]
Allamah Tustari dalam kitabnya Qâmus al-Rijâl memberi catatan atas dalil-dalil yang menyebutkan kesyiahan Ibnu Mas’ud. Ia berkata, “Riwayat yang menyebutkan dua belas orang yang mengingkari khilafah Abu Bakar As disebutkan pada literatur lainnya seperti Ihtijâj Thabarsi dan Ibnu Mas’ud tidak termasuk salah satu dari dua belas orang itu. Dan dari sisi lain, kita memiliki beberapa riwayat yang menyebutkan penentangan Ibnu Mas’ud terhadap Imam Ali As. Dan dinukil sebuah riwayat dengan kandungan bahwa Ibnu Mas’ud berkata, “Aku tidak meminta izin dari imamku dalam setiap pekerjaan yang aku lakukan sebagaimana yang dilakukan Salman dan Amar. Karena itu aku taubat atas perbuatan itu.” Riwayat ini merupakan khabar wahid dan tidak dapat dijadikan sandaran.[5]
Ayatullah Khui dalam kitab Mu’jam al-Rijâl tidak memandang Ibnu Mas’ud sebagai pecinta Ahlulbait As. Ayatullah Khui berkata, “(Meski) Ia tidak patuh terhadap Imam Ali namun karena (namanya) disebutkan dalam kitab Kâmil al-Ziyârah maka hukum witsaqat (dapat dipercaya) diberikan kepadanya.”[6]
Kesimpulannya bahwa dengan memperhatikan pelbagai keutamaan yang terdapat pada diri Ibnu Mas’ud dan hubungan dekatnya dengan Rasulullah Saw dapat dijadikan sebagai sandaran bahwa ia merupakan salah seorang pecinta Ahlulbait As. Namun terkait dengan masalah bahwa apakah ia juga meyakini imâmah dan khilâfah belâfashl (segera setelah Rasulullah Saw) Imam Ali As, meski merupakan masalah ikhtilâf (ulama berbeda pendapat dalam masalah ini) namun dengan memperhatikan pujian dan sanjungan Sayid Murtadha kepadanya, hubungan dekat dengan Rasulullah Saw dan beberapa indikasi lainnya, boleh jadi dapat kita katakan bahwa Ibnu Mas’ud juga adalah orang yang yakin terhadap imâmah Baginda Ali As. [IQuest]
[1]. Ibnu Sa’ad, al-Thabaqât al-Kubrâ, jil. 3, hal. 112-119, Beirut, Cetakan Pertama, 1410, Dar al-Kutub al-‘Ilmiyah.
[2]. Sayid Murtadha, al-Syâfi fi al-Imâmah, jil. 4, hal. 283, sesuai nukilan dari Qamus al-Rijal Sustari, jil. 6, hal. 600, Cetakan Jamiah Mudarrisin.
[3]. Mamaqati, Tanqih al-Maqâl fi ‘Ilm al-Rijâl, jil. 2, hal. 216, Intisyarat-e Jahan, 1352 H, Teheran.
[4]. Ali bin Ibrahim Qummi, Tafsir Qummi, jil. 2, hal. 450.
[5]. Muhammad Taqi Tustari, Qâmus al-Rijâl, jil. 6, hal. 600 – 608, Cetakan Jamiah Mudarrisin, Qum, Muharram 1415 H.
[6]. Abu al-Qasim Khui, Mu’jam Rijâl al-Hadits, jil. 10, hal. 322, Cetakan Pertama, 1398, Intisyarat Madinat al-‘Ilm, Qum.