Advanced Search
Hits
16064
Tanggal Dimuat: 2011/03/07
Ringkasan Pertanyaan
Mengapa Allah Swt mengungkit-ungkit segala karunia yang telah dianugerahkan kepada manusia dan akan mengazab orang-orang yang tidak bersyukur kepada-Nya?
Pertanyaan
Meski Allah Swt berfirman untuk tidak mengungkit-ungkit sesuatu yang telah diserahkan kepada orang lain dan tidak menyakitinya, lantas mengapa Allah Swt sendiri mengungkit-ungkit segala karunia material dan spiritual yang dianugerahkan kepada manusia dan pada hari Kiamat akan mengazab orang-orang apabila mereka tidak bersyukur kepada-Nya?
Jawaban Global

Minnah secara terminologis disebut sebagai karunia-karunia besar dan berat. Minnah Ilahi kepada manusia adalah pemberian pelbagai karunia besar kepada mereka. Minnah terbagi menjadi dua, tindakan dan ucapan. Karunia besar Ilahi kepada manusia berasal dari jenis anugerah merupakan tindakan yang sangat indah dan terpuji.

Adapun anugerah yang tersebar di tengah masyarakat dan dipandang tidak terpuji oleh mereka adalah minnah lisan dan ucapan (mengungkit-ungkit kebaikan dan pemberian yang telah diberikan kepada orang lain dengan lisan). Makna ini ketika tidak bersumber dari sisi Tuhan.  Minnah jenis ini bercampur dengan hinaan dan perendahan. Adapun minnah yang dicela adalah minnah jenis ini. Demikianlah makna minnah.

Namun Tuhan yang Mahakuasa dan Mahakaya secara mutlak dan sekali-kali penjelasannya tidak dimaksudkan untuk menghina para hamba-Nya yang nota-bene murni fakir, melainkan berada pada tataran mengabarkan manusia tentang anugerah-anugerah dan nilai-nilainya. Di samping itu, tujuan Tuhan mengungkit-ungkit karunia yang dianugerahkan kepada para hamba-Nya adalah supaya mereka mendapatkan petunjuk.

Jawaban Detil

Minnah” asal katanya dari “ma-nn-a” yang bermakna sebuah batu yang dijadikan bahan timbangan. Secara teknis terminologis bermakna pelbagai karunia besar dan berat.

Secara leksikal dan penggunaan al-Qur’an, minnah memiliki makna yang luas. Makna pertamanya juga termasuk segala anugerah besar. Minnah apabila berdimensi praktis dan aplikatif, maka ia akan menjadi perbuatan indah dan terpuji. Namun jika disertai dengan ucapan dan omongan akan menjadi buruk dan tercela mengingat bahwa dalam obrolan keseharian minnah lebih digunakan untuk makna kedua. Tatkala kita mencermati dan menelaah ayat-ayat yang mengisahkan tentang pemberian karunia Allah Swt, maka sebuah makna yang tidak pantas akan terlintas dalam benak setiap orang.[1] Padahal minnah dari sisi Allah Swt tidak bermakna minnah yang acapkali digunakan di tengah kita, melainkan bermakna pemberian karunia besar.

Boleh jadi ada yang mengklaim dan menganggap bahwa penjelasan pemberian pelbagai karunia besar dari sisi Allah Swt yang disebutkan pada ayat-ayat al-Qur’an dapat bermakna minnah ucapan dan mengungkit-ungkit sesuatu yang telah diberikan. Tentu perbuatan seperti ini merupakan perbuatan yang  tidak terpuji.

Menjawab anggapan dan klaim ini harus dikatakan pertama, sekaitan dengan penjelasan karunia (nikmat) yang disertai dengan ocehan dan perendahan tentu merupakan perbuatan buruk dan tercela. Hal ini terjadi ketika dua manusia yang keduanya merupakan makhluk,  masing-masing memiliki kelemahan dan ketidakmampuan, yang ingin membebani seseorang dengan sesuatu yang tanpa nilai (duniawi). Makna minnah seperti ini disertai dengan penghinaan dan perendahan. Karena itu, minnah jenis ini dipandang buruk dan tercela. Dalam al-Qur’an tatkala ingin melarang orang untuk tidak mengungkit-ungkit kebaikan yang telah diberikan kepada orang lain, al-Qur’an juga menyertakan ocehan dan perendahan terhadap orang yang melakukan hal ini. Terkadang al-Qur’an menyatakan, Orang-orang yang menginfakkan hartanya di jalan Allah, kemudian mereka tidak mengiringi apa yang diinfakkannya itu dengan mengungkit-ungkit pemberiannya dan tindak menyakiti (perasaan si penerima), mereka memperoleh pahala di sisi Tuhan mereka, tiada kekhawatiran terhadap mereka, dan tidak (pula) mereka bersedih hati. Perkataan yang baik dan pemberian maaf adalah lebih baik daripada sedekah yang diiringi dengan tindak menyakiti (perasaan si penerima). Dan Allah Maha Kaya lagi Maha Penyantun. Hai orang-orang beriman, janganlah kamu menghilangkan (pahala) sedekahmu dengan mengungkit-ungkit dan tindak menyakiti (perasaan si penerima), seperti orang yang menafkahkan hartanya karena riya’ kepada manusia dan ia tidak beriman kepada Allah dan hari kemudian. Maka perumpamaannya adalah seperti batu licin yang di atasnya terdapat tanah, lalu hujan lebat menimpanya, dan ia menjadi bersih nan licin (tak bertanah). Mereka tidak mampu (mendapatkan) sesuatu pun dari apa yang mereka usahakan, dan Allah tidak akan memberi petunjuk kepada orang-orang yang kafir. (Qs. Al-Baqarah [2]: 262-264)

Namun hal ini bersifat mustahil dalam hubungannya dengan Allah Swt. Karena Dia Mahakuasa dan Mahakaya secara absolut. Tentu saja Tuhan tidak akan pernah menghina para hamba-Nya yang nota-bene adalah fakir sefakir-fakirnya (faqr mahdh).

Kedua, setiap jenis penjelasan (atas karunia yang diberikan) tidak bermakna mengungkit-ungkit sehingga menjadi perbuatan tercela, melainkan dengan memperhatikan jenis karunia (nikmat) dan sosok pemilik karunia serta motivasinya boleh jadi penjelasan  memiliki ragam kondisi dan hukum. Sebagai contoh, apabila seorang anak tidak menghormati dan tidak mengetahui kadar orang tuanya serta memandang enteng segala jerih payah kedua orang tuanya; maka sudah pada tempatnya kedua orang tuanya menjelaskan dan mengingatkan kepadanya atas segala jerih payah yang selama ini mereka lakukan untuk dirinya. Tindakan mengingatkan (tadazakkur) ini merupakan media untuk menjadi matang dan sempurna baginya. Dan tentu saja tindakan seperti ini tergolong sebagai tindakan yang terpuji.

Terkadang manusia lalai dan alpa dari segala karunia dan nikmat besar Ilahi. Dalam kondisi seperti ini, manusia tidak memandang segala karunia tersebut sebagai sesuatu yang bernilai. Padahal Allah Swt memiliki tujuan-tujuan tinggi dan penuh nilai terhadap penciptaan dan pemberian karunia seperti ini. Oleh itu seluruh manusia harus mawas diri dan merealisir tujuan-tujuan tersebut.

Penjelasan karunia yang harus kita dicamkan dengan baik bahwa kita sebagai manusia tidak diciptakan dengan sia-sia dan bukan untuk tujuan sia-sia. Allah Swt mengutus para nabi, menganugerahkan akal, menciptakan langit dan bumi, gunung dan sahara, mentari dan purnama, salju dan hujan dan seluruhnya supaya kita tidak lalai dan bergerak menuju petunjuk (hidayah) Allah Swt. Allah Swt berfirman, Sesungguhnya Kami telah menjadikan apa yang ada di bumi sebagai perhiasan baginya, agar Kami menguji mereka siapakah di antara mereka yang terbaik perbuatannya.” (Qs. Al-Kahf [18]:7) Segala nikmat dan karunia yang diberikan Allah Swt adalah untuk digunakan manusia dan dijadikan sebagai media ujian bagi mereka sehingga dengan ikhtiarnya sendiri memilih jalan kebahagiaan dan keselamatan serta menyampaikan dirinya kepada samudera karunia dan nikmat abadi Ilahi di hari Kiamat. Allah Swt tatkala menjelaskan seluruh nikmat dan karunia ini sejatinya berada pada tataran mewartakan kepada manusia ihwal segala nikmat dan nilai-nilainya.

Ketiga: Allah Swt tidak menggunakan redaksi “minnah” terkait dengan segala nikmat kecil dan besar yang dianugerahkan kepada manusia. Apabila Allah Swt menggunakan redaksi ini terkait dengan sebuah karunia dan nikmat maka hal itu menunjukkan signifikansi tinggi nikmat tersebut. Sebagian dari nikmat dan karunia signifikan adalah sebagai berikut:

1.     Pengutusan para rasul Ilahi. Al-Qur’an menyatakan, “Sungguh Allah telah memberi karunia kepada orang-orang yang beriman ketika Allah mengutus di antara mereka seorang rasul dari golongan mereka sendiri, yang membacakan kepada mereka ayat-ayat Allah, membersihkan (jiwa) mereka, dan mengajarkan kepada mereka al-Kitab dan hikmah. Dan sesungguhnya sebelum (kedatangan utusan) itu, mereka adalah benar-benar dalam kesesatan yang nyata.” (Qs. Ali Imran [3]:164) Pada hakikatnya karunia pengutusan para rasul sebagai para guru dan pengajar umat manusia sedemikian besar dan sarat nilai sehingga kita tidak boleh lalai terhadapnya. Kalau tidak maka seluruh tujuan penciptaan akan menjadi tidak sempurna bagi kita.

2.     Petunjuk (hidayah). Al-Qur’an menuturkan, “Begitu jugalah keadaan kamu dahulu (kafir), lalu Allah menganugerahkan nikmat-Nya (memberikan petunjuk kepadamu). (Untuk mensyukuri nikmat ini), maka telitilah. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (Qs. Al-Nisa [4]:94)

3.     Pemerintahan semesta kaum tertindas (mustad’afhin) atas dunia. “Dan Kami hendak memberi karunia kepada orang-orang yang tertindas di muka bumi itu, hendak menjadikan mereka pemimpin, dan menjadikan mereka orang-orang yang mewarisi (bumi).” (Qs. Al-Qashash [28]:5)  

Jelas bahwa hal-hal yang telah disebutkan masing-masing merupakan karunia besar dimana apabila dienyahkan dari kehidupan manusia maka kemanusiaan manusia akan berujung pada kehancuran. Karena itu, perlu kiranya segala nikmat dan karunia ini diingat, dijelaskan dan ditegaskan sehingga tujuan-tujuan Ilahi yang telah menganugerahkan semua itu dapat tereralisir.

Adapun makna bersyukur dan mengapresiasi segala nikmat dan karunia Ilahi adalah memanfaatkannya di jalan yang benar dalam upaya merealisir tujuan-tujuan penciptaan, bukan semata-mata rasa syukur yang disampaikan pada lisan. Dan orang yang kufur (tidak bersyukur) atas nikmat yang dianugerahkan kepadanya adalah orang yang tidak memanfaatkan seluruh nikmat tersebut pada jalannya yang benar. Sejatinya orang-orang ini telah menggerusi nikmat tersebut dan pantas mendapatkan hukuman dan hajaran di kemudian hari. [IQuest]

Untuk telaah lebih jauh silahkan lihat, Apakah Allah akan mengamalkan segala ancaman-Nya di Akhirat?



[1]. Tafsir Nemune, jil. 19, hal. 133 dengan ringkasan. Qâmus Qur’ân, jil. 6, hal. 291.

Terjemahan dalam Bahasa Lain
Komentar
Jumlah Komentar 0
Silahkan Masukkan Redaksi Pertanyaan Dengan Tepat
contoh : Yourname@YourDomane.ext
Silahkan Masukkan Redaksi Pertanyaan Dengan Tepat
<< Libatkan Saya.
Silakan masukkan jumlah yang benar dari Kode Keamanan

Klasifikasi Topik

Pertanyaan-pertanyaan Acak

Populer Hits

  • Ayat-ayat mana saja dalam al-Quran yang menyeru manusia untuk berpikir dan menggunakan akalnya?
    261167 Tafsir 2013/02/03
    Untuk mengkaji makna berpikir dan berasionisasi dalam al-Quran, pertama-tama, kita harus melihat secara global makna “akal” yang disebutkan dalam beberapa literatur Islam dan dengan pendekatan ini kemudian kita dapat meninjau secara lebih akurat pada ayat-ayat al-Quran terkait dengan berpikir dan menggunakan akal dalam al-Quran. Akal dan pikiran ...
  • Apakah Nabi Adam merupakan orang kedelapan yang hidup di muka bumi?
    246285 Teologi Lama 2012/09/10
    Berdasarkan ajaran-ajaran agama, baik al-Quran dan riwayat-riwayat, tidak terdapat keraguan bahwa pertama, seluruh manusia yang ada pada masa sekarang ini adalah berasal dari Nabi Adam dan dialah manusia pertama dari generasi ini. Kedua: Sebelum Nabi Adam, terdapat generasi atau beberapa generasi yang serupa dengan manusia ...
  • Apa hukumnya berzina dengan wanita bersuami? Apakah ada jalan untuk bertaubat baginya?
    230071 Hukum dan Yurisprudensi 2011/01/04
    Berzina khususnya dengan wanita yang telah bersuami (muhshana) merupakan salah satu perbuatan dosa besar dan sangat keji. Namun dengan kebesaran Tuhan dan keluasan rahmat-Nya sedemikian luas sehingga apabila seorang pendosa yang melakukan perbuatan keji dan tercela kemudian menyesali atas apa yang telah ia lakukan dan memutuskan untuk meninggalkan dosa dan ...
  • Ruh manusia setelah kematian akan berbentuk hewan atau berada pada alam barzakh?
    214943 Teologi Lama 2012/07/16
    Perpindahan ruh manusia pasca kematian yang berada dalam kondisi manusia lainnya atau hewan dan lain sebagainya adalah kepercayaan terhadap reinkarnasi. Reinkarnasi adalah sebuah kepercayaan yang batil dan tertolak dalam Islam. Ruh manusia setelah terpisah dari badan di dunia, akan mendiami badan mitsali di alam barzakh dan hingga ...
  • Dalam kondisi bagaimana doa itu pasti dikabulkan dan diijabah?
    176264 Akhlak Teoritis 2009/09/22
    Kata doa bermakna membaca dan meminta hajat serta pertolongan.Dan terkadang yang dimaksud adalah ‘membaca’ secara mutlak. Doa menurut istilah adalah: “memohon hajat atau keperluan kepada Allah Swt”. Kata doa dan kata-kata jadiannya ...
  • Apa hukum melihat gambar-gambar porno non-Muslim di internet?
    171577 Hukum dan Yurisprudensi 2010/01/03
    Pertanyaan ini tidak memiliki jawaban global. Silahkan Anda pilih jawaban detil ...
  • Apakah praktik onani merupakan dosa besar? Bagaimana jalan keluar darinya?
    168066 Hukum dan Yurisprudensi 2009/11/15
    Memuaskan hawa nafsu dengan cara yang umum disebut sebagai onani (istimna) adalah termasuk sebagai dosa besar, haram[1] dan diancam dengan hukuman berat.Jalan terbaik agar selamat dari pemuasan hawa nafsu dengan cara onani ini adalah menikah secara syar'i, baik ...
  • Siapakah Salahudin al-Ayyubi itu? Bagaimana kisahnya ia menjadi seorang pahlawan? Silsilah nasabnya merunut kemana? Mengapa dia menghancurkan pemerintahan Bani Fatimiyah?
    158102 Sejarah Para Pembesar 2012/03/14
    Salahuddin Yusuf bin Ayyub (Saladin) yang kemudian terkenal sebagai Salahuddin al-Ayyubi adalah salah seorang panglima perang dan penguasa Islam selama beberapa abad di tengah kaum Muslimin. Ia banyak melakukan penaklukan untuk kaum Muslimin dan menjaga tapal batas wilayah-wilayah Islam dalam menghadapi agresi orang-orang Kristen Eropa.
  • Kenapa Nabi Saw pertama kali berdakwah secara sembunyi-sembunyi?
    140903 Sejarah 2014/09/07
    Rasulullah melakukan dakwah diam-diam dan sembunyi-sembunyi hanya kepada kerabat, keluarga dan beberapa orang-orang pilihan dari kalangan sahabat. Adapun terkait dengan alasan mengapa melakukan dakwah secara sembunyi-sembunyi pada tiga tahun pertama dakwahnya, tidak disebutkan analisa tajam dan terang pada literatur-literatur standar sejarah dan riwayat. Namun apa yang segera ...
  • Kira-kira berapa usia Nabi Khidir hingga saat ini?
    134012 Sejarah Para Pembesar 2011/09/21
    Perlu ditandaskan di sini bahwa dalam al-Qur’an tidak disebutkan secara tegas nama Nabi Khidir melainkan dengan redaksi, “Seorang hamba diantara hamba-hamba Kami yang telah Kami berikan kepadanya rahmat dari sisi Kami, dan yang telah Kami ajarkan kepadanya ilmu dari sisi Kami.” (Qs. Al-Kahfi [18]:65) Ayat ini menjelaskan ...