Please Wait
13389
Hukum natural yang ditetapkan oleh Allah Swt menandaskan bahwa tiada satu pun manusia yang akan hidup abadi di dunia ini. Dan berdasarkan selaksa dalil, salah satu dari hukum natural tersebut adalah hilangnya keselamatan dan kesehatan badan pada diri manusia. Ketetapan yang berlaku adalah bahwa manusia akan meninggalkan dunia ini dan menuju kediaman abadi.
Dari satu sisi, meski para nabi dan imam maksum As, pada sebagian persoalan, dengan izin Allah Swt, mampu menyembuhkan pelbagai macam penyakit dengan mukjizat (yang boleh jadi merupakan ilmu tertentu yang hanya berada di tangan para wali Allah dan mereka hanya menggunakan ilmu tersebut pada waktu-waktu tertentu serta terjadi berdasarkan izin dari Allah Swt).
Dalam sebagian perkara juga terdapat anjuran-anjuran menjaga kesehatan dan keselamatan badan yang disampaikan para nabi dan imam maksum As. Namun hal ini tidak bermakna bahwa mereka ingin melawan hukum Tuhan atau bahwa mereka mengamalkan ilmu rahasia, selain yang diizinkan Tuhan kepada mereka, yang terdapat dalam diri mereka, tiada satu pun penyakit yang akan menjangkiti mereka.
Sebaliknya, sebagaimana yang dapat kita saksikan dalam pentas sejarah, kebanyakan mereka yang terjangkiti penyakit dan demikian juga orang-orang yang dekat dengan mereka dan terkait dengan mereka, dengan pelbagai jenis penyakit yang menimpa mereka, mereka tunduk pasrah di hadapan suratan takdir Sang Pencipta, tanpa mereka menggunakan kekuatan mukjizat dan melakukan perbuatan yang tidak disangka-sangka. Meski boleh jadi mereka memiliki kemampuan dan kekuatan untuk itu!
Namun melaksanakan saran-saran dokter yang juga terdapat banyak dalam riwayat, dapat menjamin kesehatan dan keselamatan manusia. Demikian juga, manusia, dengan berdoa di hadapan Allah Swt, dapat secara langsung atau berperantara (tawassul) dengan para wali Allah Swt memohon supaya disembuhkan dari sebagian penyakit yang dideritanya. Benar mungkin saja dapat dikatakan bahwa mereka memiliki informasi tentang ilmu kedokteran. Namun tidak seyogyanya akal-akal manusia diliburkan dan mereka memamerkan seluruh ilmu mereka kepada orang sedunia. Mereka hanya bertugas menyampaikan secara totalitas apa yang berkaitan dengan hidayah dan petunjuk bagi umat manusia. Dan tugas ini mereka tunaikan dengan baik.
Pertanyaan Anda harus dikaji dan ditelusuri dalam beberapa tingkatan:
1. Apakah manusia mampu senantiasa dan tak terbatas berada dalam kesehatan jasmani?
2. Apakah para nabi diutus dalam rangka pengobatan penyakit-penyakit jasmani?
3. Apakah manusia harus menjaga kesehatan dan kebugaran badannya atau tidak? Apabila jawabannya positif, bagaimana caranya?
4. Pada dasarnya apakah juga dapat digambarkan adanya faidah dan kegunaan penyakit dan hilangnya kesehatannya?
Sekarang kami mengajak Anda untuk membahas pertanyaan-pertanyaan di atas secara runut dan berurut sebagai berikut:
1. Dalam sistem penciptaan, telah ditetapkan bahwa manusia hidup dan tinggal beberapa hari di dunia ini, dan kemudian berlalu meninggalkannya menuju dunia ketiga yang tidak mengenal kesirnaan, kehancuran dan penyakit. Karena itu, manusia tidak dapat lari dari kematian yang merupakan jembatan antara dunia dan akhirat. Setiap orang akan mencicipi kematian [1] dan bahkan para nabi Ilahi sekali pun harus tunduk pasrah di hadapan hukum Ilahi ini. [2] Kehidupan ideal yang di dalamnya tidak terdapat penyakit, kemiskinan dan ketakutan adalah terkhusus kehidupan akhirat. Apa pun usaha yang dilakukan untuk melakukan kloning kehidupan akhirat di dunia tidak akan pernah menuai hasil.
Kita dapat menggambarkan dua kondisi untuk kematian. Pertama, tanpa ada tanda-tanda, peringatan dan manusia sehat bugar, tiba-tiba paket ajal datang menjemput mereka dan memisahkan ruh dari badan mereka, sebagaimana pada sebagian perkara, kita menyaksikan kondisi seperti ini. Dan pada kondisi yang lain bahwa kematian tidak datang mendadak, melainkan dengan peringatan-peringatan yang disampaikan sebelumnya dimana manusia-manusia berakal, hingga pada batasan tertentu mampu mempersiapkan diri mereka menyambut kematian.
Diriwayatkan bahwa pada masa Nabi Ibrahim As, kematian manusia, hanya berlaku sesuai dengan kondisi pertama. Orang-orang meninggal tanpa ada sebab-sebab pendahuluan dan terjadi secara mendadak. Kemudian Nabi Ibrahim As memohon kepada Allah Swt supaya memberikan tanda-tanda kematian yang di samping mendatangkan pahala dan ganjaran bagi mereka yang akan meninggal juga kerabat keluarga mereka mampu menahan gejolak emosi akibat ditinggalkan dan akan menjadi lebih mudah bagi mereka menghadapi situasi tersebut. Menjawab permohonan Nabi Musa As, Allah Swt kemudian menurunkan pelbagai penyakit. [3]
Dan demikianlah. Semakin usia manusia bertambah maka kemampuan fisiknya semakin menurun. [4] Sedemikian sehingga sampai pada tingkatan “aradzil al-umr” (pikun) atau sampai pada titik terendah kehidupan dan terkadang seluruh ilmu dan kepintarannya tidak lagi membekas dalam ingatannya. [5] Orang-orang beriman juga (sebagaimana yang lain) penyakit apa pun yang menimpanya dan kemudian meninggal akibat penyakit yang dideritanya, namun (dari satu sisi ia tidak akan mencelakakan dirinya dan sebagai contoh) ia tidak akan melakukan tindakan bunuh diri. [6]
2. Dengan mengkaji tujuan-tujuan pengutusan para nabi dan para wali Allah, kita dapat simpulkan bahwa tujuan utama mereka adalah membimbing dan memberikan petunjuk kepada manusia menuju Allah Swt dan kehidupan akhirat. Apabila mereka memiliki kemampuan khusus dalam masalah seperti kedokteran dan industri [7] maka sejatinya mereka tidak diutus untuk menjadi seorang dokter mumpuni atau menjadi industriawan terkemuka. Apabila mereka mampu mengobati penyakit dan kebutaan maka hal itu berlaku dan terjadi sesuai dengan seizin Allah Swt. Bahkan apabila mereka mampu menghidupkan kembali orang mati. [8] Atau dalam industri baja menjadi orang yang paling mengetahui industri ini dibandingkan orang lain. [9] Demikian juga apabila mereka memiliki kemampuan berbicara dengan burung-burung dan makhluk-makhluk lainnya. [10]
Kesemua ini kita asumsikan bersumber dari sebuah ilmu dan pengetahuan khusus yang dianugerahkan Allah Swt kepada mereka. Namun demikian, kesemuanya digunakan untuk merealiasikan tujuan hidayah dan kesempurnaan spiritual manusia. Kalau tidak demikian, mereka yang suatu waktu memperoleh kesembuhan di tangan para nabi melalui mukjizat, pada waktu lainnya tunduk di hadapan kematian dan tidak tersisa lagi bekas-bekas dari mereka di dunia material. Dari satu sisi, para nabi dan imam sendiri terkadang mengalami sakit dan kehilangan kesehatan. Namun mereka tidak mencari ilmu rahasia dan memanfaatkan media mukjizat untuk kesembuhannya. Mereka tetap berupaya secara normal; sebagaimana manusia lainnya untuk mengobati penyakit yang dideritanya. Di samping itu, berdoa dan bermunajat kepada Allah Swt untuk memperoleh kesembuhan dan recovery. Mereka menandaskan bahwa apabila kami sakit hanya Dialah yang akan menyembuhkan. [11]
Bagaimanapun apabila kita menerima bahwa mereka mengetahui seluruh ilmu kedokteran dan medikal namun tidak seyogyanya akal-akal manusia diliburkan dan mereka memamerkan seluruh ilmu mereka kepada orang sedunia. Mereka hanya bertugas menyampaikan secara totalitas apa yang berkaitan dengan hidayah dan petunjuk bagi umat manusia. Dan tugas ini mereka tunaikan dengan baik.
3. Namun apa yang telah disampaikan di atas tidak bermakna bahwa manusia tidak harus menjaga kesehatan dan menyepelekan penyakit yang diderita?
Tentu saja pendekatan seperti ini tidak dapat dibenarkan. Imam Ali As memohon kepada Allah Swt supaya anggota badannya tetap kuat dan berdaya untuk digunakan menunaikan segala kewajiban Ilahi [12] dan hal ini tidak mungkin akan dicapai tanpa keselamatan dan kesehatan badan. Karena itu, dengan adanya keridhaan atas apa yang dihendaki Allah dan tunduk pasrah di hadapan ketentuan-Nya, maka kita harus memanfaatkan cara yang ditunjukkan-Nya kepada kita. Memanfaatkan ilmu dan pengalaman umat manusia disertai dengan memohon kepada Allah Swt serta ber-tawassul kepada para wali-Nya merupakan di antara cara untuk menjaga kesehatan dan memperoleh kesembuhan tatkala kita menderita sakit. [13]
Rasulullah Saw bersabda, “Carilah obat atas penyakit-penyakit kalian; karena Allah Swt tidak menciptakan penyakit tanpa menciptakan obat atas penyakit tersebut, kecuali kematian yang tidak ada obat untuknya.” [14] Dalam hal ini, kita juga membaca, hadis dari Imam Shadiq As yang bersabda, “Dengan memandang bahwa penyembuh sejati adalah Allah Swt, kalian juga dapat merujuk kepada dokter Yahudi atau Kristen (non-Muslim).” [15]
Riwayat yang ada dalam masalah ini sedemikian banyak sehingga tidak dapat kita beberkan semuanya di sini. Namun kesimpulan yang dapat dipetik dari riwayat-riwayat semacam ini adalah bahwa Allah Swt menyokong usaha manusia dalam memajukan ilmu kedokteran dan sebagaimana kita tidak boleh duduk berdiam diri di rumah dan menanti datangnya rezeki, tanpa berusaha dan bekerja, kita juga tidak dapat berharap untuk memperoleh kesehatan tanpa melewati proses pengobatan dan semata-mata mengandalkan cara-cara adikodrati.
Dalam hal ini, apabila kita berhadapan dengan beberapa riwayat yang dianjurkan Rasulullah Saw dan para maksum lainnya untuk menghindari banyak makan, [16] menahan penyakit-penyakit ringan semampu mungkin, [17] menghindari angin-angin musim gugur, [18] menghindar [19] dari puluhan bahkan ratusan instruksi lainnya, maka hal itu harus kita camkan baik-baik bahwa hampir kebanyakan anjuran-anjuran seperti ini adalah berdasarkan kriteria-kriteria kedokteran dan ilmu medis manusia masa kini; karena di antara tuntunan-tuntunan ini, kita juga menjumpai anjuran-anjuran bahwa apabila seseorang menyembunyikan penyakitnya dari seorang dokter maka ia tidak boleh berharap banyak untuk memperoleh kesembuhan. [20]
Dengan kata lain, dapat dijelaskan bahwa dari sisi ilmu Ilahi, boleh jadi terdapat formula-formula untuk kesehatan dan bahkan untuk menghidupkan orang mati namun dengan mencermati apa yang telah disampaikan bahwa Allah Swt tidak ingin ilmu seperti ini diberikan secara bebas dan dipraktikan luas di hadapan manusia. Benar! Bahwa terdapat ilmu-ilmu lainnya dalam masalah menjaga kesehatan yang dapat diperoleh manusia dengan usahanya. Asas ilmu kedokteran dan medikal juga berpijak di atas pengetahuan-pengetahuan seperti ini. Islam juga bukan saja tidak menentangnya, bahkan membeberkan pedoman-pedoman kepada umatnya dalam masalah ini.
Kiranya kita perlu camkan bahwa pengaruh obat dan ragam pengobatan juga berlaku atas izin Allah Swt. Atas dasar itu, kita tidak boleh mengabaikan unsur spiritual pengobatan (spiritual healing) yaitu hubungan dengan Tuhan dan permintaan kesehatan kepada-Nya. Karena sebagaimana Dia menciptakan penyakit Dia juga menciptakan obat atas penyakit tersebut; pengaruh obat-obatan, lebih-kurangnya, bahkan obat-obatan khusus seperti turbah Imam Husain As, sementara obat tersebut boleh jadi tidak berpengaruh pada orang lain. [21]
4. Dalam pada itu, penyakit-penyakit yang ada juga bukannya tanpa manfaat bagi manusia. Manfaat penyakit di samping mengingatkan manusia tentang kesementaraan dunia juga akan menuai manfaat-manfaat lainnya, di antaranya:
A. Bagi orang-orang beriman, penyakit merupakan sejenis kaffarah yang akan membebaskan mereka dari azab neraka. [22]
B. Bagi orang-orang yang tidak berhasil mengerjakan ibadah-ibadah mustahab, apa pun dalilnya, penyakit-penyakit yang dideritanya menjadi peran pengganti ibadah-ibadah mustahab tersebut, sedemikian sehingga sebagian riwayat meyebutkan bahwa ganjaran semalam manusia karena penyakit atau rasa nyeri sehingga tidak tertidur, adalah lebih baik dari ganjaran ibadah satu tahun. [23]
C. Manusia yang sama sekali tidak pernah menderita sakit, akan merasa sombong dan Allah Swt tidak mencintai kesehatan dan kebugaran seperti ini apabila disertai dengan sikap congkak dan sombong. [24]
D. Penyakit yang diderita oleh seseorang akan menyebabkan ia dibesuk dan dijenguk. Adanya kegiatan membesuk dan menjenguk ini di samping akan menguatkan hubungan sosial, juga akan membuahkan pahala bagi mereka yang membesuk orang-orang sakit. [25]
E. Allah Swt tidak ingin seluruh kebutuhan setiap manusia terpenuhi melalui aktifitas-aktifitasnya, melainkan rotasi ekonomi di antara orang-orang, dari ragam aktifitas, diperoleh oleh beragam manusia yang dibutuhkan oleh semua orang dan menjalin hubungan dengan mereka. Adanya ragam penyakit; meski pada pandangan pertama nampak menyedihkan, namun secara global, akan semakin menyempurnakan ilmu manusia dan ilmu-ilmu semisalnya. Mereka yang memperoleh informasi-informasi dalam masalah kesehatan, dengan segala upaya dan aktifitas, di samping dapat menolong orang lain, juga mendapatkan keuntungan finansial dan penghasilan.
Para dokter, perawat, pegawai administrasi dan pengobatan rumah sakit-rumah sakit dan sentral-sentral medika lainnya, para pekerja dalam industri obat-obatan dan industri-industri lainnya yang berhubungan dengan ilmu kedokteran dan lain sebagainya adalah orang-orang yang dengan segala upaya dalam bidang kesehatan manusia melakukan aktitifas perekonomian di tengah masyarakat.
Kesimpulannya adalah bahwa dengan mengetahui manusia tidak kuasa melawan kematian, namun ia tetap harus senantiasa menjaga diri untuk tetap sehat sepanjang hidupnya. Dan jalan untuk hidup sehat itu mesti dipraktikan sesuai dengan ajaran-ajaran agama dan melaksanakan temuan-temuan medis di samping tetap menjalin hubungan spiritual dengan Tuhan serta tidak lagi kasak-kusuk mencari formula-formula rahasia dan misterius. [iQuest]
[1] . “Setiap jiwa akan merasakan kematian.” (Qs. Ali Imran [3]:185); “ Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati.” (Qs. Al-Anbiya [21]:35); “ Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati.” (Qs. Al-Ankabut [29]:57).
[2] . “ Sesungguhnya kamu akan mati dan sesungguhnya mereka akan mati (pula).” (Qs. Al-Zumar [39]:30)
[3] . Muhammad bin Ya’qub Kulaini, Al-Kâfi, jil. 3, hal. 111, Riwayat 1 dan 2, Dar al-Kutub al-Islamiyah, Teheran, 1365 S.
[4] . “ Barang siapa yang Kami panjangkan umurnya, niscaya Kami kembalikan dia kepada ciptaan(nya yang semula). ” (Qs. Yasin [36]:68)
[5] . “Allah menciptakan kamu, kemudian mewafatkan kamu; dan di antara kamu ada yang sampai menggapai umur yang paling lemah (pikun), supaya dia tidak mengetahui lagi sesuatu pun yang pernah diketahuinya. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Kuasa.” (Qs. Al-Nahl [16]:70); “Dan di antara kamu ada yang diwafatkan dan (ada pula) yang dipanjangkan umurnya sampai pikun, sehingga dia tidak mengetahui lagi sesuatu pun yang dahulunya telah ia ketahui.” (Qs. Al-Hajj [22]:5)
[6] . Muhammad bin Ya’qub Kulaini, al-Kâfi, jil. 3, hal. 112, Riwayat 8.
[7] . Sebagaimana sebagian nabi seperti Daud, Sulaiman dan Isa As yang memiliki kemampuan seperti ini dan disaksikan oleh masyarakat umum.
[8] . Dan (sebagai) Rasul kepada Bani Isra’il (yang berkata kepada mereka), “Sesungguhnya aku telah datang kepadamu dengan membawa sesuatu tanda (mukjizat) dari Tuhan-mu, yaitu aku membuat untukmu dari tanah seperti bentuk burung; kemudian aku meniupnya, maka ia menjadi seekor burung dengan seizin Allah; dan aku menyembuhkan orang yang buta sejak dari lahirnya dan orang yang berpenyakit sopak; dan aku menghidupkan orang mati dengan seizin Allah .” (Qs. Ali Imran [3]:49); . “Dan (ingatlah) ketika kamu menyembuhkan orang yang buta sejak dalam kandungan ibu dan orang yang berpenyakit sopak dengan seizin-Ku, dan ketika kamu mengeluarkan orang mati dari kubur (menjadi hidup) dengan seizin-Ku.” (Qs. Al-Maidah [5]:110).
[9] . “Dan telah Kami ajarkan kepada Daud membuat baju besi untuk kamu, guna memeliharamu dalam peperangan.” (Qs. Al-Anbiya [21]:80); “ Dan sesungguhnya telah Kami berikan kepada Daud karunia dari Kami. (Kami berfirman), “Hai gunung-gunung dan burung-burung, bertasbihlah berulang-ulang bersama Daud”, dan Kami telah melunakkan besi untuknya.” (Qs. Al-Saba [34]:10)
[10] . “Dan Sulaiman telah mewarisi Daud, dan dia berkata, “Hai Manusia, kami telah diberi pengertian tentang suara burung dan kami diberi segala sesuatu. Sesungguhnya (semua) ini benar-benar suatu karunia yang nyata. Dan bala tentara Sulaiman yang berasal dari bangsa jin, manusia, dan burung berkumpul di hadapannya; alangkah banyaknya sehingga mereka harus menunggu supaya seluruh tentara itu terhimpun. Mereka bergerak) sehingga apabila mereka sampai di lembah semut, seekor semut berkata, “Hai semut-semut, masuklah ke dalam sarang-sarangmu, agar kamu tidak diinjak oleh Sulaiman dan bala tentaranya, sedangkan mereka tidak menyadari.” (Qs. Al-Naml [28]:16 -18) Kisah percakapan Nabi Sulaiman dengan binatang ini berlanjut hingga ayat 28 surah al-Naml.
[11] . “Dan apabila aku sakit, Dialah Yang menyembuhkan aku.” (Qs. Al-Syu’ara [26]:80)
[12] . “Qawwi ‘ala khidmatika jawârihi.” Penggalan doa Kumail.
[13] . Dalam hal ini, kami sarankan Anda untuk menelaah Jawaban No. 4490 (Site: 4751) dan 4458 (Site: 4743)
[14] . Muhaddits Nuri, Mustadrak al-Wasâil, jil. 16, hal. 436, Hadis 20475, Muassasah Ali al-Bait, Qum, 1408 H.
[15] . Ibid , hal. 437, Hadis 20477.
[16] . Muhammad Baqir Majlisi, Bihâr al-Anwâr, jil. 63, hal. 338, Hadis 35, Muassasah al-Wafa, Beirut, 1404 H.
[17] . Abdul Wahid Amadi, Ghurar al-Hikam wa Durar al-Kilam, hal. 483, Hadis 11153, Intisyarat Daftar Tablighat Islami, Qum, 1366 S.
[18] . Ibid , Hadis 11158.
[19] . Ibid , Hadis 11171.
[20] . Ibid , Hadis 11165.
[21] . Muhammad bin al-Hasan Hurr Amili, Wasâil al-Syiah, jil. 14, hal. 522, Hadis 19737.
[22] . Ibid , jil. 2, hal. 398, Hadis 2455.
[23] . Ibid , hal. 399, Hadis 2456.
[24] . Muhammad bin Ya’qub Kulaini, al-Kâfi, jil. 3, hal. 114, Hadis 8.
[25] . Silahkan lihat Muhammad bin al-Hasan Hurr Amili, Wasâil al-Syiah, jil. 2, hal. 414, beberapa riwayat yang termaktub pada bab 10.