Advanced Search
Hits
8803
Tanggal Dimuat: 2009/10/17
Ringkasan Pertanyaan
Apakah Wali faqih itu lebih utama dibandingkan malaikat?
Pertanyaan
Apakah benar apa yang disinyalir oleh Imam Khonmeini Ra di dalam bukunya “Hukumat-e Islami" (Pemerintahan Islam) bahwa pemimpin Negara Islam itu (Wali Faqih) lebih mulia daripada malaikat Ilahi?
Jawaban Global

Wilâyatul Faqih(pemerintahan juris) pada masa gaib seperti sekarang ini, merupakan perpanjangan Wilâyah Nabi Muhammad Saw dan para Imam maksum As. Dengan kata lain bahwa Wilâyatul Faqihitu diambil dan bersumber dari Wilâyah Nabi Saw dan wilâyah para Imam maksum As. Seorang Wali Faqih memiliki wewenang yang sama di dalam mendirikan Negara Islam dan menjalankan konstitusinya.

Sesuai dengan pandangan Imam Khomeini Ra bahwa Nabi Muhammad Saw dan para Imam suci As telah memiliki kesempurnaan-kesempurnaan dan maqam-maqam maknawi (spiritual) yang sangat tinggi dan khusus. Karena itu, mereka juga memiliki wilâyah takwini (kemampuan untuk mengatur dan menundukkan alam). Dengan dasar itu, maka maqam maknawi mereka lebih tinggi dari semua makhluk yang ada di alam semesta ini. Bahkan lebih tinggi dari maqam malaikat. Ketika kami katakan bahwa Wilâyatul Faqihitu sama dengan Wilâyah Nabi saw dan Wilâyah para Imam maksum As, tidak berarti bahwa maqam dan kedudukan maknawi Wali Faqih juga sama dengan maqam maknawi Nabi Saw dan para Imam maksum As.  Demikian itu apabila Wali Faqih juga memiliki kesempurnaan-kesempurnaan maknawi dan insani yang tinggi, maka disamping ia memiliki wilâyah tasyri’i, ia juga memiliki sedikit wilâyah takwini dan juga sebagai mishdaq (contoh) insan kamil yang maqamnya lebih tinggi dibandingkan maqam malaikat.

Jawaban Detil

Sebelum kami jelaskan tentang keutamaan pemimpin Islam dan Wali Faqih atas para malaikat, kiranya definisi, kedudukan, kewenangan dan dalil-dalil Wilâyatul Faqihperlu dijelaskan terlebih dahulu. Menurut pandangan dan ajaran Islam bahwa kekuasaan hanyalah milik Allah Swt “Inil hukmu illa lillah” (kekuasaan itu hanyalah milik Allah)[1] Kandungan yang semakna dengan ayat tersebut dapat pula ditemukan pada ayat-ayat yang lainnya.

Al-Hukm” di dalam ayat ini mempunyai makna yang luas, yaitu mencakup hukumah (pemerintahan) dan pengadilan.[2] Ketika kita telah menerima dan meyakini bahwa seluruh alam raya ini adalah makhluk dan ciptaan Allah Swt, maka konsekuensinya kita pun harus menerima bahwa pemilik dan penguasa hakiki atas seluruh alam ini adalah Dia. Karena itu, seluruh kekuasaan harus berujung kepada-Nya dan segala perintah hanya bersumber dari-Nya. Siapapun yang berani menduduki kekuasaan tanpa izin dan perintah-Nya, maka ia dianggap telah melanggar dan merampas kekuasaan. Dengan dasar itulah seluruh nabi Ilahi dan juga penutup mereka; Nabi Muhammad Saw merupakan para pemimpin dan penguasa yang langsung dilantik oleh-Nya. Dan setelah Nabi terakhir Saw, yang berhak menduduki kekuasaan dan kursi khilâfah hanyalah orang-orang yang telah ditentukan dan diangkat oleh-Nya, baik melalui perantara maupun tidak. Berdasarkan pemikiran dan keyakinan ini, maka pada masa gaib Imam Mahdi Ajf sekarang ini, yang berhak menduduki kursi khilâfah dan kepemimpinan umat adalah orang yang telah ditentukan dan dilantik oleh-Nya, baik bersifat umum maupun khusus.[3]

Oleh karena itu, berdasarkan ajaran Syi’ah, Wilâyatul Faqih pada masa gaib ini merupakan perpanjangan wilâyah dan kepemimpinan para Imam maksum As. Sebagaimana pula wilâyah mereka itu sebagai tongkat estafet wilâyah Nabi Saw. Kesimpulannya bahwa pucuk kepemimpinan umat Islam yang menduduki dan menjalankan roda umat adalah seseorang yang mengetahui dengan benar dan menyeluruh tentang ajaran Islam, yakni seorang Imam maksum As. Jika seorang maksum berhalangan hadir, maka tugas dan tanggung jawab ini berada di pundak para faqih (juris) dan ulama.[4]

Untuk memperoleh satu kesimpulan yang utuh dari persoalan ini, perlu kita ketahui bahwa wilâyah dengan makna pengelolaan dan penguasaan atas seseorang atau atas pekerjaan orang lain, maka wilâyah ini terbagi menjadi dua, wilâyah takwini dan wilâyah tasyri’i.

Wilâyah takwini adalah kemampuan mengelola dan menundukkan alam materi dan tatanan tabiat. Sedang wilâyah tasyri’i adalah kemampuan dan kekuasaan dalam menetapkan undang-undang, mengeluarkan perintah dan pensyari’atan hukum-hukum (mengeluarkan fatwa) yang -pada tataran irsyad (memandu)- disamping mempunyai tugas untuk menjelaskan undang-undang Ilahi, juga menjelaskan kewajiban mentaati urusan-urusan hukumati (politik) dan ijtima’i (sosial).

Nabi Muhammad Saw demikian juga kebanyakan para nabi dan para Imam maksum As memiliki derajat wilâyah takwini yang dinamakan dengan mukjizat yang sesuai dengan ketinggian martabat wujud dan kesempurnaan mereka. Wilâyah tasyri’i juga memiliki berbagai tingkatan dan derajat yang berbeda-beda yang martabat puncaknya yang sempurna hanyalah milik Allah Swt. Sebagaimana mereka memiliki wilâyah takwini dan hal itu merupakan hal yang sudah jelas (musallam), maka wilâyah tasyri’i juga dimiliki oleh sebagian para nabi, Nabi Muhammad Saw dan para Imam maksum As. Dan pada masa gaibah ini, seorang juris yang adil, mengerti berbagai peristiwa, memahami berbagai problem pada masanya dan mempunyai kemampuan untuk memecahkan dan memutuskan berbagai masalah, ia pun memiliki wilâyah tasyri’i.[5]

Imam Khomeini Ra terkait masalah keutamaan derajat dan maqam seorang Wali dan pemimpin Islam dibandingkan dengan derajat malaikat berkata: “Para Imam maksum As juga memiliki maqam-maqam maknawi yang berbeda dengan tugas hukumah dan pemerintahan. Dan hal itu merupakan maqam khilafah universal Ilahi yang terkadang disebutkan melalui lisan Imam maksum As. Adapun wilâyah takwini dimana seluruh atom dan partikel bisa tunduk kepada seorang Wali dan Imam maksum, adalah suatu hal yang bersifat dharuri (gamblang) dalam mazhab Syi’ah dan siapapun selain Imam maksum tidak akan mencapai derajat tersebut sekalipun para malaikat dan nabi.[6] Tetapi fokus bahasan kita di sini adalah masalah wilâyah tasyri’i. Termasuk bagian dari akidah Syi’ah adalah bahwa Wilâyatul Faqih itu masih dalam lingkaran (perpanjangan) wilâyah Nabi Saw dan wilâyah para Imam maksum As. Hal itu sebagaimana telah disinggung di dalam Al-Qur’an: “Nabi itu lebih utama terhadap orang-orang mukmin daripada diri-diri mereka sendiri.” (Qs. Al-Ahzab [33]:6) Artinya bahwa kehendak dan keinginan Nabi Saw itu harus lebih diutamakan daripada kehendak dan keinginan siapapun. Para Imam maksum As pun –dalam masalah ini- seperti Rasulullah Saw yang memiliki wilâyah mutlak. Wali Faqih juga dalam semua urusan yang berkaitan dengan politik dan pemerintahan, memiliki wewenang yang sama dengan Nabi Saw dan para Imam suci As. Sehubungan dengan kewenangan Wali Faqih, Imam Khomeini Ra pernah berkata: “Adanya dugaan bahwa wewenang pemerintahan dan kekuasaan Rasulullah Saw itu lebih banyak daripada kewenangan Imam Ali As, atau kewenangan pemerintahan Imam Ali As itu lebih banyak dari kewenangan Wali Faqih, adalah dugaan yang batil dan salah. Yang jelas bahwa fadhilah dan keutamaan Rasulullah Saw itu jauh lebih unggul dibandingkan dengan seluruh alam. Dan setelah itu keutamaan Imam Ali As lebih tinggi dibandingkan dengan yang lainnya. Akan tetapi keutamaan masalah maknawi tidak akan menambah kewenangan kekuasaan dan pemerintahan.[7] Selanjutnya untuk menghilangkan kesalapahaman dan berdasarkan mabna (pandangan) adanya kesetaraan antara maqam Wali Faqih dan para Imam maksum As, Imam berkata demikian: “Ketika kita berkata bahwa Rasulullah Saw dan para Imam maksum As memiliki wilâyah, dan setelah masa gaibah kubra, Imam Zaman Ajf Wali Faqih yang adil memiliki wilâyah, maka jangan sampai ada yang menduga bahwa maqam Wali Faqih itu sama dengan maqam Rasulullah Saw dan para Imam maksum As. Karena inti pembahasan di sini bukanlah masalah maqam dan kedudukan, tetapi masalah tugas dan kewajiban. Wilâyah yakni kekuasaan, pengaturan negara dan menjalankan undang-undang syariat Islam yang suci. Hal ini merupakan tugas yang penting dan sangat berat. Bukanlah bagi orang yang memiliki kedudukan dan maqam yang tidak wajar, kemudian ia diangkat dari batas kemanusiaan yang biasa”.[8]

Boleh jadi bahwa seorang pemimpin Islam itu terpilih sebagai Wali Faqih bagi kaum mukminin, karena memiliki dua sifat kepemimpinan yang utama, yaitu ilmu pengetahuan dan amal perbuatan sehingga amanah pemerintahan Islam di letakkan di pundaknya. Pada kondisi seperti ini, menurut pandangan Imam Khomeini Ra : “Karena Wilâyatul Faqih itu merupakan perpanjangan dari Wilâyah Rasulullah Saw, maka seluruh umat diwajibkan mengikuti dan mentaatinya.[9]

Tetapi dalil tersebut tidak menunjukkan bahwa kedudukan dan maqam Wali Faqih sama dengan kedeudukan Nabi Saw yang menjadikan beliau lebih baik daripada malaikat. Kecuali jika Wali Faqih dan penguasa Islam itu juga -dengan jalan penghambaan yang ikhlas dan mencapai kesucian batin dan ruh ubudiah- telah memiliki kesempurnaan-kesempurnaan maknawi dan insani dan merupakan mishdaq (contoh) dari insan kamil (manusia sempurna), maka pada saat itu bisa jadi ia akan lebih utama dibandingkan malaikat. Berdasarkan argumen Al-Qur’an bahwa manusia memiliki nilai dan kemuliaan yang lebih tinggi dibandingkan dengan semua makhluk di alam raya ini, sebagai khalifah Allah di muka bumi ini, masjud (yang sujud kepadanya) para malaikat langit, seluruh langit dan bumi ditundukkan untuk memenuhi segala keperluan hidupnya.[10]

Dari satu sisi bahwa jika seseorang menghendaki, maka ia dapat mendahului dan mengalahkan maqam para malaikat, yaitu dengan cara mempergunakan berbagai sarana dan potensi wujudnya. Maqam dan kedudukannya itu akan terangkat sehingga menjadi lebih tinggi dari maqam malaikat dengan amal perbuatan, pilihan yang baik dan keikhlasan. Dan bahkan dari sisi lain, manusia dapat mencapai maqam dan kedudukan yang jauh melebihi malaikat sehingga mencapai satu maqam dimana langit sendiri tidak akan mampu mengemban amanat tersebut.[11] Dengan ungkapan lain bahwa di dalam diri manusia itu tersimpan mutiara-mutiara yang dapat memperindah dan menghiasi seluruh alam ini. Karenannya ia dapat mencapai “masjudul malaikat” (malaikat sujud kepadanya).[12] Mutiara tersebut adalah potensi yang ada pada diri khalifatullah. Dengan mengembangkan dan meningkatkan potensi itu, ia dapat mencapai jalan tersebut sementara para malaikat Ilahi tidak menemukan jalan tersebut.

 

Selamanya Jibril diam dalam kebingungan

Jika Ahmad membuka rahasia safar nan agung

Maqam Jibril telah dilalui sampai kepada Sidrartul Muntaha

Jibril berkata: Pergilah ! pergilah! Kutak sanggup menyertaimu

Beliau berkata: Terbanglah kesini bersamaku!

Jibril berkata: Hingga di sinilah aku mendapatkan titah

Beliau berkata: Teruslah terbang dan jangan helah!

Jibril: Aku tidak diutus hingga ke maqam sana

Beliau berkata: Tidak, mari kesini, terbanglah!

Jibril: Sejengkal saja aku mendekat, aku akan terpanggang

Beliau berkata: tunggulah aku di batas itu wahai kawan!

Tak sadar sejenak dalam kekhususan, yang ada hanyalah kebingungan

di atas kebingungan mendengar kisah itu.[13]

 

Untuk mencapai kepada maqam-maqam tersebut dapat ditempuh dengan mengamalkan aturan-aturan dan undang-undang Islam, memperoleh nilai-nilai akhlak dan menjaga simpanan berharga ini.[14] Sebagaimana pula dengan mengikuti hawa nafsu dan keinginan-keinginan buruk nafsu, boleh jadi akan menjungkalkan manusia menjadi lebih buruk dari binatang itu sendiri.[15] Dengan demikian dapat dikatakan bahwa seseorang yang tidak menyia-nyiakan mutiara tersebut dan mengembangkannya pada jalan Ilahi, maka ia akan lebih baik[16] dari kelompok malaikat yang mempunyai derajat tinggi (Para malaikat yang membawa ‘Arsy, memantau berbagai amal hamba dan juga sebagai muballigh (penyampai) wahyu Ilahi dan ……..[17]). Dan seorang Wali Faqih dan Hakim Islam dapat mencapai kedudukan seperti itu.[]

 

 

 

 

 

 

Untuk telaah lebih jauh dalam masalah ini, Anda dapat merujuk pada referensi berikut ini:

1.     Wilâyat-e Faqih (Hukumate Islami), Imam Khomeini, Muassasah Tanzhim wa Nasyre Atsare Imam Khomeini ra.

2.     Wilâyat wa Diyânat, Hadawi Tehrani, Mahdi, Intisyarat Khaneh Kherad, Qum.

3.     Payâme Qur’ân, Makarim Syirazi, jilid 10.

4.     Pâsyukh be Syubuhati Peiramune Wilâyat Faqih, Syirazi, Ali.



[1] .Qs. Al-An’am: 57; Yusuf: 40 dan 67.

[2] .Mu’in, hal. 400, satu jilid.

[3] . Makarim Syirazi, Payâme Qur’an, jilid 1, hal. 53-54.

[4]. Hadawi Tehrani, Mahdi, Wilâyat wa Diyânat, hal. 63 dan 64.

[5]. Syirazi, Ali, Pâsyukh be Syubuhâte Wilâyate Faqih, hal. 9, 10.

[6] .Imam Khomeini Ra, Wilâyatu faqih (Hukûmate Islâmi), cet ke-9, hal. 42-43.

[7] . .Imam Khomeini Ra, Wilâyatu faqih (Hukûmate Islâmi), cet ke-9, hal. 42-43.

[8] . Ibid, hal. 40

[9] . Ibid.

[10] .Lihat Qs. Al-Baqarah: 30 & 34; Qs. Luqman: 20.

[11] .Lihat Diwan Khojah Hafiz Syirazi.

[12] .Keunggulan manusia dari makhluk lainnya, Pertanyaan 711 (Site: 751).

[13] .Matsnawi Ma'nawi, Rumi.

[14] .Sudah jelas dengan bahwa apabila Wali Faqih tidak menjaga ketakwaan dan aturan-aturan Ilahi, maka dengan sendirinya kedudukan rahbari (kepemimpinan) akan copot darinya. Indeks: Syarat-syarat Wali Faqih, Pertanyaan 30 (Site: 363).

[15] .Qs. al-A’raf: 179.

[16] Qs. An-Nisa: 172, Al-Haqah: 17, an-Nazi’at: 5, al-Infithar: 10-12, an-Nahl: 2.

[17] Iskandari, Husein, Âyehâye Zendegi, jilid 4 hal. 100.

Terjemahan dalam Bahasa Lain
Komentar
Jumlah Komentar 0
Silahkan Masukkan Redaksi Pertanyaan Dengan Tepat
contoh : Yourname@YourDomane.ext
Silahkan Masukkan Redaksi Pertanyaan Dengan Tepat
<< Libatkan Saya.
Silakan masukkan jumlah yang benar dari Kode Keamanan

Klasifikasi Topik

Pertanyaan-pertanyaan Acak

  • Apakah Muslim Syiah tidak akan masuk neraka?
    15570 Teologi Lama 2012/06/12
    Tolak ukur perhitungan di hari kiamat untuk menentukan apakah sesorang layak memasuki surga atu neraka berdasar pada kaidah-kaidah yang telah dijelaskan oleh Allah Swt dalam ayat-ayat suci-Nya. Tuhan tidak mempedulikan faktor perbedaan kelompok, keturunan, dan bangsa dalam hal ini. Tolak ukur utama adalah amal perbuatan manusia; yakni ...
  • Bagaimana Syiah mencari sisi benar sebagian ayat yang menyandarkan perbuatan dosa pada para nabi namun pada ayat-ayat lainnya misalnya pada ayat-ayat hukum mereka menyandarkan pada seluruh huruf dan tanda baca ayat?
    7709 Kalam Jadid 2013/08/13
    Apa yang menyebabkan mengapa jalan takwil dan ragam taujih atas al-Quran dilalui karena sebagian kemestian bahasa dan terkadang sebagian disebabkan oleh kemestian rasional (aqli) dan referensial (naqli) sehingga kita harus menyimpulkan al-Quran secara lahir. Benar bahwa sepanjang terdapat dalil definitif maka tidak terbuka jalan untuk melakukan takwil ...
  • Salat memohon hujan (istisqâ) itu apa? Apakah orang-orang dapat dipaksa untuk mengerjakan salat ini?
    5123 Serba-serbi 2014/09/24
    Di antara salat yang dianjurkan (mustahab) untuk dikerjakan adalah salat istisqâ. Istisqâ bermakna memohon untuk dapat meminum air. Tatkala hujan jarang turun, sungai-sungai menjadi kering dan langit disebabkan oleh merajalelanya dosa-dosa, kufur nikmat, hak-hak tidak ditunaikan, mengurangi timbangan, kezaliman, meninggalkan amar makruf dan nahi mungkar, dan seterusnya, ...
  • Mengapa muncul aliran-aliran filsafat? Apa saja aliran filsafat Islam itu?
    38642 Garis Besar 2013/12/05
    Sebab munculnya aliran-aliran filsafat adalah lantaran perbedaan pandangan para filosof terkait dengan definisi filsafat yang berbuntut pada perbedaan beberapa prinsip sehingga menyebabkan berdirinya beberapa aliran filsafat. Secara teori, aliran-aliran filsafat dalam peradaban Islam terdiri dari dua yaitu Peripatetik (Massyâ) dan Iluminasionis (Isyrâq). Sumber dua aliran ini pada ...
  • Apakah menablighkan agama (mengajarkan dan membimbing non-Muslim dan lain sebagainya) diwajibkan bagi setiap Muslim?
    11832 Akhlak Praktis 2012/04/03
    Islam adalah sebuah agama global, universal, paling sempurna dan paling akhir dari agama-agama yang pernah diturunkan Allah Swt. Atas dasar itu, seluruh manusia, dari mana pun suku dan bangsanya, harus mengenal agama ini. Satu-satunya jalan untuk memperkenalkan ajaran membina manusia ini kepada bangsa-bangsa lain adalah ...
  • Apakah dosa besar akan diampuni?
    37253 Akhlak Praktis 2011/01/08
    Dosa besar merupakan sebuah dosa yang dijanjikan azab dalam al-Qur’an atau dalam riwayat bagi mereka yang mengerjakannya. (Terdapat beberapa kriteria lainnya yang disebutkan terkait dengan sebuah perbuatan sehingga disebut sebagai dosa besar). Demikian juga dosa kecil dengan adanya pengulangan (dengan getol melakukan hal tersebut) akan berubah menjadi ...
  • Apakah peran Islam dalam kemajuan peradaban manusia?
    58017 Sejarah Fikih 2012/02/16
    Peradaban pada setiap bangsa merupakan tanda-tanda kemajuan dan perkembangan bangsa tersebut. Histori terbentuknya peradaban di negara-negara Islam adalah bermakna bahwa mereka memiliki produksi pemikiran, kekayaan, saham dan juga kudrat dan kekuasaan. Karena jika selain ini yang terjadi, maka peradaban tidak akan terbentuk. Peradaban adalah dengan makna penerimaan untuk menempati ...
  • Siapakah yang dimaksud dengan orang-orang Majusi?
    59253 Teologi Lama 2012/06/09
    Kata “majusi” yang disebut dalam bahasa Arab yaitu orang-orang Zoroaster diadaptasi dari kata “ma-gu-sy” atau “magu” Persia kuno yang kemudian menjadi Magus setelah kata ini masuk dalam peristilahan bahasa Yunani. Kata magic dalam bahasa Inggris juga diadopsi dari kata ini. Dengan masuknya kata ini ke dalam bahasa ...
  • Bagaimana para khalifah kok bisa sukses memimpin pemerintahan sementara Imam Ali As tidak sukses?
    9807 Sejarah Kalam 2011/04/19
    Dalam pertanyaan ini terdapat pernyataan-pernyataan klaimitis yang tidak dapat diterima yang akan disebutkan sebagaimana berikut ini: 1.     Harap diketahui bahwa dengan asumsi riwayat-riwayat yang menghukum kekufuran dan kemunafikan sahabat di dalamnya kita terima namun hukum kekufuran dan ...
  • Apakah ada ayat al-Quran yang menjelaskan tentang kaum Israel dan Palestina?
    115251 Tafsir 2013/10/26
    Sebagaimana yang Anda ketahui bahwa “negara” Israel tidak memiliki sejarah yang panjang. “Negara” Israel berdiri pada beberapa dasawarsa terakhir dengan mencaplok tanah Palestina. Kawasan ini bernama Palestina dan Suriah yang telah dikenal sebelumnya dalam sejarah. Adapun tentang wilayah Palestina sebagian ahli tafsir berkata, “Yang dimaksud dengan tanah ...

Populer Hits

  • Ayat-ayat mana saja dalam al-Quran yang menyeru manusia untuk berpikir dan menggunakan akalnya?
    261090 Tafsir 2013/02/03
    Untuk mengkaji makna berpikir dan berasionisasi dalam al-Quran, pertama-tama, kita harus melihat secara global makna “akal” yang disebutkan dalam beberapa literatur Islam dan dengan pendekatan ini kemudian kita dapat meninjau secara lebih akurat pada ayat-ayat al-Quran terkait dengan berpikir dan menggunakan akal dalam al-Quran. Akal dan pikiran ...
  • Apakah Nabi Adam merupakan orang kedelapan yang hidup di muka bumi?
    246245 Teologi Lama 2012/09/10
    Berdasarkan ajaran-ajaran agama, baik al-Quran dan riwayat-riwayat, tidak terdapat keraguan bahwa pertama, seluruh manusia yang ada pada masa sekarang ini adalah berasal dari Nabi Adam dan dialah manusia pertama dari generasi ini. Kedua: Sebelum Nabi Adam, terdapat generasi atau beberapa generasi yang serupa dengan manusia ...
  • Apa hukumnya berzina dengan wanita bersuami? Apakah ada jalan untuk bertaubat baginya?
    230038 Hukum dan Yurisprudensi 2011/01/04
    Berzina khususnya dengan wanita yang telah bersuami (muhshana) merupakan salah satu perbuatan dosa besar dan sangat keji. Namun dengan kebesaran Tuhan dan keluasan rahmat-Nya sedemikian luas sehingga apabila seorang pendosa yang melakukan perbuatan keji dan tercela kemudian menyesali atas apa yang telah ia lakukan dan memutuskan untuk meninggalkan dosa dan ...
  • Ruh manusia setelah kematian akan berbentuk hewan atau berada pada alam barzakh?
    214895 Teologi Lama 2012/07/16
    Perpindahan ruh manusia pasca kematian yang berada dalam kondisi manusia lainnya atau hewan dan lain sebagainya adalah kepercayaan terhadap reinkarnasi. Reinkarnasi adalah sebuah kepercayaan yang batil dan tertolak dalam Islam. Ruh manusia setelah terpisah dari badan di dunia, akan mendiami badan mitsali di alam barzakh dan hingga ...
  • Dalam kondisi bagaimana doa itu pasti dikabulkan dan diijabah?
    176224 Akhlak Teoritis 2009/09/22
    Kata doa bermakna membaca dan meminta hajat serta pertolongan.Dan terkadang yang dimaksud adalah ‘membaca’ secara mutlak. Doa menurut istilah adalah: “memohon hajat atau keperluan kepada Allah Swt”. Kata doa dan kata-kata jadiannya ...
  • Apa hukum melihat gambar-gambar porno non-Muslim di internet?
    171541 Hukum dan Yurisprudensi 2010/01/03
    Pertanyaan ini tidak memiliki jawaban global. Silahkan Anda pilih jawaban detil ...
  • Apakah praktik onani merupakan dosa besar? Bagaimana jalan keluar darinya?
    168015 Hukum dan Yurisprudensi 2009/11/15
    Memuaskan hawa nafsu dengan cara yang umum disebut sebagai onani (istimna) adalah termasuk sebagai dosa besar, haram[1] dan diancam dengan hukuman berat.Jalan terbaik agar selamat dari pemuasan hawa nafsu dengan cara onani ini adalah menikah secara syar'i, baik ...
  • Siapakah Salahudin al-Ayyubi itu? Bagaimana kisahnya ia menjadi seorang pahlawan? Silsilah nasabnya merunut kemana? Mengapa dia menghancurkan pemerintahan Bani Fatimiyah?
    158052 Sejarah Para Pembesar 2012/03/14
    Salahuddin Yusuf bin Ayyub (Saladin) yang kemudian terkenal sebagai Salahuddin al-Ayyubi adalah salah seorang panglima perang dan penguasa Islam selama beberapa abad di tengah kaum Muslimin. Ia banyak melakukan penaklukan untuk kaum Muslimin dan menjaga tapal batas wilayah-wilayah Islam dalam menghadapi agresi orang-orang Kristen Eropa.
  • Kenapa Nabi Saw pertama kali berdakwah secara sembunyi-sembunyi?
    140834 Sejarah 2014/09/07
    Rasulullah melakukan dakwah diam-diam dan sembunyi-sembunyi hanya kepada kerabat, keluarga dan beberapa orang-orang pilihan dari kalangan sahabat. Adapun terkait dengan alasan mengapa melakukan dakwah secara sembunyi-sembunyi pada tiga tahun pertama dakwahnya, tidak disebutkan analisa tajam dan terang pada literatur-literatur standar sejarah dan riwayat. Namun apa yang segera ...
  • Kira-kira berapa usia Nabi Khidir hingga saat ini?
    133987 Sejarah Para Pembesar 2011/09/21
    Perlu ditandaskan di sini bahwa dalam al-Qur’an tidak disebutkan secara tegas nama Nabi Khidir melainkan dengan redaksi, “Seorang hamba diantara hamba-hamba Kami yang telah Kami berikan kepadanya rahmat dari sisi Kami, dan yang telah Kami ajarkan kepadanya ilmu dari sisi Kami.” (Qs. Al-Kahfi [18]:65) Ayat ini menjelaskan ...