Please Wait
33177
Penciptaan makhluk-makhluk bumi bagi manusia tidak hanya bermakna bahwa seluruhnya diciptakan memenui kepentingan material manusia. Hal ini hanyalah satu sisi persoalan. Sisi yang lebih penting adalah bahwa mahkluk-makhluk bumi itu menjadi bahan renungan dan pemikiran bagi manusia di alam semesta terlepas apakah mereka masih hidup atau telah punah. Hal ini dapat mendekatkan manusia kepada Tuhan Sang Mahapencipta dan mencegah manusia untuk tidak bermaksiat kepada-Nya.
Kita tahu bahwa kemampuan berpikir dan merenung merupakan sebuah keistimewaan bagi manusia yang membuatnya lebih unggul dari makhluk-makhluk lainnya.
Dalam pada itu, dengan pengetahuan dewasa ini, juga tidak bertentangan dengan realitas bahwa Allah Swt dalam mendesain dan mengkonstruksi alam semesta, memandang secara khusus kepada planet bumi dan membentuk embrio dasar pertamanya, sebelum bintang-bintang dan galaksi-galaksi diciptakan, kemudian bentuk embrio dasar akhirnya dibuat setelah penciptaan langit-langit; dengan memperhatikan ayat-ayat al-Qur’an lainnya, kesimpulan ini dapat digambarkan dalam benak kita.
Di samping itu, astronaut juga hingga kini belum pernah pergi lebih jauh dari planet bumi dan para ahli perbintangan juga belum sampai pada ujung semesta sehingga memiliki kelayakan untuk mengemukakan pendapat akurat dan ilmiah terkait dengan tujuh petala langit.
Pertanyaan Anda sejatinya terbagi menjadi tiga bagian:
1. Apakah seluruh makhluk; bahkan seperti dinasaurus yang telah punah jutaan tahun yang lalu juga diciptakan untuk manusia?
2. Apakah al-Qur’an menjelaskan bahwa penciptaan bumi dilakukan sebelum penciptaan tujuh petala langit. Apabila demikian adanya apakah masalah ini tidak
3. Apakah langit terdiri dari tujuh lapisan (petala)?
Sesuai dengan urutannya kita akan membahas tiga pertanyaan di atas:
1. Dalam menjawab bagian pertama pertanyaan Anda harus dikatakan bahwa untuk keburaman seperti ini kita tidak perlu teralu repot dan kembali pada ribuan abad lampau. Sekarang ini terdapat makhluk-makhluk bumi yang sepintas bukan hanya tidak menolong manusia tetapi juga menimbulkan kerugian yang tak tertebus baginya, hewan-hewan seperti tikus, kecoak dan hewan-hewan merugikan lainnya.
Karena itu, kita tidak boleh menggambarkan bahwa penjelasan Allah Swt terkait dengan penciptaan langit-langit dan bumi adalah untuk manusia dan hanya bermakna bahwa seluruhnya hanya bermanfaat secara material untuk kita. Artinya kita hanya memanfaatkannya untuk keperluan makanan, transportasi dan lain sebagainya yang mana pemanfaatan seperti ini tidak hanya tidak dapat diperoleh dari hewan-hewan yang telah punah sebagaimana yang Anda singgung bahkan kebanyakan hewan-hewan yang ada di sekeliling kita juga tidak memberikan manfaat bagi manusia. Dengan demikian, apabila kesemuanya kita pandang sebagai tidak berguna maka kita semakin mendekat dengan pemikiran materialis dan asumsi yang sarat dengan kekufuran.[1]
Dengan memperhatikan beberapa hal di atas, maka kita harus mencari tahu tujuan utama Tuhan dengan penjelasan ayat seperti ini. Tentu saja sebaik-baik penjelas dan penafsir bagi kita adalah para Imam Maksum As dalam masalah ini.
Atas dasar itu, dan dalam penjelasan ayat yang Anda singgung; terdapat sebuah riwayat yang dinukil oleh sembilan imam secara berturut-turut dan sanadnya berujung hingga Amirul Mukminin Ali As. Dalam riwayat ini, Imam Ali As menafsirkan ayat yang dimaksud sedemikian, “Penciptaan seluruh alam semesta adalah untuk manusia supaya manusia mengambil pelajaran dan wejangan darinya. Dan menjadi media untuk meraih keridhaan Allah Swt (dengan menggunakan media tersebut dengan baik) serta menjauhkan dirinya dari api dan azab Tuhan.”[2] Terdapat ayat lainnya dalam al-Qur’an yang menyokong penafsiran seperti ini, bahwa seluruh apa yang ada di langit dan di bumi diperkenalkan sebagai tanda dan ayat yang galib dilalui oleh sebagian manusia dan berbalik darinya namun mereka sama sekali tidak mengambil pelajaran darinya.[3]
Menelaah sejarah yang mengisahkan tentang nasib manusia pada masa lalu, juga untuk dengan maksud supaya manusia mengambil pelajaran dan wejangan darinya. Demikianlah apa yang dianjurkan oleh al-Qur’an.[4]
Oleh itu, kita tidak dapat menjadikan makhluk-makhluk yang telah punah sebagai dalil kekeliruan ayat ini, karena manusia dengan melakukan kontemplasi dapat memahami kekuasaan Tuhan pada makhluk-makhluk ini dan semakin mendekat kepada-Nya. Cukuplah bagi Allah Swt memproklamirkan, “Dia-lah yang menciptakan segala yang ada di bumi untuk kamu.” (Qs. Al-Baqarah [2]:29)
Di samping itu, manusia memiliki benak yang aktif dan berpikir. Hewan-hewan tersebut adalah hewan-hewan yang dipelihara di tempat-tempat seperti kebun binatang dan hutan-hutan. Demikian juga tulang belulang dinosaurus dan hewan-hewan yang telah punah dikumpulkan dan dengan biaya raksasa mereka berusaha untuk mengembalikannya seperti bentuk semula dan menjadi obyek wisata bagi manusia. Apakah tiada makhluk lain selain manusia yang melakukan aktifitas-aktifitas seperti ini? Apakah tidak dapat dikatakan bahwa bahkan makhluk-makhluk yang telah punah sekalipun juga pada tingkatan tertentu berkhidmat pada manusia sehingga mereka menaruh perhatian lebih besar terhadap alam semesta dan meluaskan aktifitas-aktifitas ilmiah dengan menjadikan makhluk-makhluk itu untuk keperluan riset manusia?
Berdasarkan hal ini, kami meyakini sebagaimana yang dinyatakan dalam al-Qur’an, “Allah memilih manusia di antara seluruh makhluk dan menyerahkan segala apa yang terdapat di bumi di tangan manusia.”[5] Namun orang-orang yang meyakini mazhab materialis, hanya memanfaatkan apa yang terdapat di bumi untuk keperluan singkat, cepat berlalu dan paling maksimal untuk keperluan riset-riset ilmiah. Orang-orang yang meyakini Tuhan dan akhirat di samping untuk keperluan di atas, seluruhnya dipandang sebagai ayat dan tanda dari sisi Allah Swt dan semakin bertambah keyakinannya. Allah Swt sendiri berfirman, “Dan di bumi itu terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi orang-orang yang yakin” (Qs. Al-Dzariyat [56]:21-22)
2. Terdapat perbedaan pendapat sehubungan dengan bagaimana munculnya bumi dan langit. Namun apakah yang terdapat dalam al-Qur’an bisa berbeda dengan teori-teori yang telah tertetapkan pada dunia hari ini? Tentu saja tidak demikian. Al-Qur’an tidak mengemukakan sebuah persoalan yang berbeda dengan sesuatu yang telah ditetapkan.[6]
Dari satu sisi, harus kita tahu bahwa al-Qur’an adalah sebuah kitab petunjuk bagi manusia. Al-Qur’an hanya menjelaskan hal-hal universal dan tidak menjelaskan hal-hal partikular. Termasuk hal-hal partikular yang berhubungan dengan penciptaan. Dalam hal ini, al-Qur’an memotivasi manusia untuk melakukan penelitian lebih jauh pada setiap masalah keilmuan. Namun apa yang dijelaskan al-Qur’an ihwal penciptaan langit-langit tidak menjadi indikasi bahwa tidak terdapat satu pun bintang dan galaksi sebelum adanya planet bumi dan Tuhan pertama kali menciptakan bumi secara sempurna kemudian langit-langit!
Boleh jadi pertanyaan Anda ini karena Anda menafsirkan “tsumma” (kemudian) yang disebutkan pada ayat sebagai terkemudiannya masa penciptaan langit-langit sementara penafsiran seperti ini adalah penafsiran keliru. Karena, pertama, meski pada galibnya, “tsumma” merupakan indikasi atas terkemudiannya masa sesuatu dari yang disebutkan sebelumnya, namun tidaklah senantiasa demikian adanya. Terkadang berlaku sebaliknya. Coba Anda simak ayat berikut ini, “Apakah kamu tidak memperhatikan bagaimana Tuhan-mu memanjangkan bayang-bayang? Kalau dia menghendaki, niscaya Dia menjadikan bayang-bayang tetap. Kemudian Kami jadikan matahari sebagai petunjuk atas bayang-bayang itu.” (Qs. Al-Furqan [25]:45) Apabila redaksi “tsumma” bermakna kemudian secara urutan waktu maka sesuai dengan ayat ini, kita harus meyakini bahwa pertama yang terdapat adalah bayangan kemudian muncul matahari! Sementara jelas bahwa sepanjang tidak ada matahari maka bayangan juga tidak akan pernah muncul.
Karena itu redaksi, “tsumma” pada ayat yang menjadi obyek bahasan Anda sama sekali tidak bermakna terkemudian secara urutan waktu dan tidak dapat disimpulkan bahwa bumi lebih tua dari langit-langit sehingga dipandang bertentangan dengan prinsip-prinsip sains dewasa ini.
Kedua, terdapat ayat lain pada al-Qur’an yang secara lugas menjelaskan penciptaan sempurna bumi dan perluasannya sesuai dengan bentuknya hari ini terjadi setelah penciptan langit.[7] Meski sebagian penafsir, ayat tersebut dipandang bertentangan dengan ayat-ayat yang secara lahir menunjukkan terdahulunya penciptaan bumi atas langit-langit. Namun dengan sedikit cermat dan akurat, masalah ini akan terpecahkan.[8]
Dengan mencermati dua hal yang disebutkan di atas kita tidak dapat meyakini secara definitif bahwa al-Qur’an berpandangan bahwa langit-langit lebih muda usianya daripada bumi.
Dengan demikian, dan bahkan apabila kita memaknai “tsumma” sebagai kemudian secara urutan waktu, apakah problematis menurut Anda bahwa berdasarkan pengaturan, Allah Swt pertama-tama menciptakan embrio dasar bumi kemudian dengan menciptakan langit-langit embrio dasar tersebut tersebar di antara langit-langit dan setelah terjadi proses aksi dan reaksi yang intens, yang hanya sebagian dipahami oleh manusia, pada akhirnya berbentuk bumi seperti sekarang ini dan kenyataan yang ada menegaskan bahwa satu-satunya planet yang berpenghuni dan memiliki kehidupan adalah bumi? Apakah proses seperti ini bertentangan dengan teori yang telah diterima oleh para saintis yang menjelaskan bahwa materi dan energi sekali-kali tidak akan pernah sirna melainkan berganti satu sama lain?”
3. Adapun sekaitan dengan bagian akhir pertanyaan Anda harus dikatakan bahwa para ahli perbintangan meski telah menemukan galaksi-galaksi yang berjarak miliaran tahun cahaya namun mereka belum sampai pengetahuannya hingga ujung semesta hingga kini dan merasa yakin bahwa setelah ujung dunia tidak ada lagi lapisan-lapisan lainnya.
Demikian juga, para astronaut yang melakukan perjalanan luar angkasa ke bulan yang berjarak satu detik cahaya dengan bumi. Coba Anda bandingkan sedetik cahaya (jarak bulan dan bumi) dengan miliaran cahaya atau boleh jadi miliaran-miliaran lebih jauh jaraknya yang masih belum ditemukan hingga kini.
Karena itu, pada dasarnya mereka tidak memiliki kelayakan untuk menyampaikan pendapat dalam masalah ini. Toh mereka sendiri juga tidak pernah melontarkan klaim seperti ini!
Namun para penafsir al-Qur’an menyuguhkan ragam pendapat dalam masalah ini di antaranya bahwa apabila angka tujuh kita maknai sebagai “taktsir” (berjumlah banyak) maka artinya adalah terdapat alam-alam, planet-planet, bintang-bintang yang sangat banyak di atas kepala kita. Dan sekiranya “saba’a” (tujuh) kita maknai sebagai angka dan bilangan maka maknanya bahwa selain alam yang kita saksikan ini (sekumpulan bintang-bintang, planet-planet dan galaksi-galaksi) terdapat enam alam lainnya di atas kita yang masih belum lagi terjamah oleh ilmu dan pengetahuan manusia.[9] [IQuest]
[1]. “Dan Kami tidak menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada di antara keduanya sia-sia. Yang demikian itu adalah anggapan orang-orang kafir, maka celakalah orang-orang kafir itu karena mereka akan masuk neraka.” (Qs. Shad [38]:27)
[2]. Syaikh Shaduq, ‘Uyûn Akhbâr al-Ridhâ As, jil. 2, hadis 12, hal. 29, Intisyarat-e Jahan, Teheran, 1378 S.
[3]. “Dan alangkah banyak sekali tanda-tanda (kekuasaan Allah) di langit dan di bumi yang mereka lalui, sedang mereka berpaling darinya.” (Qs. Yusuf [12]:105)
[4]. “(Kami tidak mengutus sebelum kamu, melainkan orang-orang lelaki di antara penduduk negeri yang Kami berikan wahyu kepadanya. Maka tidakkah mereka (para penentang dakwahmu) bepergian di muka bumi lalu melihat bagaimana kesudahan orang-orang sebelum mereka (yang mendustakan rasul)? Dan sesungguhnya kampung akhirat adalah lebih baik bagi orang-orang yang bertakwa. Maka tidakkah kamu berpikir?” (Qs. Yusuf [12]:109); “Maka apakah mereka tidak berjalan di muka bumi supaya mereka mempunyai hati yang dengan itu mereka dapat memahami hakikat atau mempunyai telinga yang dengan itu mereka dapat mendengar (seruan kebenaran)? Sesungguhnya bukanlah mata itu yang buta, tetapi yang buta ialah hati yang ada di dalam dada.” (Qs. Al-Hajj [22]:46); “Dan apakah mereka tidak mengadakan perjalanan di muka bumi dan memperhatikan bagaimana akibat (yang diderita) oleh orang-orang yang sebelum mereka? Orang-orang itu adalah lebih kuat dari mereka (sendiri) dan telah mengolah bumi (tanah) serta memakmurkannya lebih banyak daripada apa yang telah mereka makmurkan. Rasul-rasul mereka telah datang kepada mereka dengan membawa bukti-bukti yang nyata, (tapi mereka ingkar dan telah mendapatkan balasan yang setimpal). Allah sekali-kali tidak berlaku zalim kepada mereka, tetapi merekalah yang berlaku zalim kepada diri sendiri.” (Qs. Al-Rum [30]:9); “Dan apakah mereka tidak berjalan di muka bumi, lalu melihat bagaimana kesudahan orang-orang yang sebelum mereka, sedangkan orang-orang itu adalah lebih besar kekuatannya dari mereka Dan tiada sesuatu pun yang dapat melemahkan Allah baik di langit maupun di bumi. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Kuasa.” (Qs. Fathir [35]:44); “Dan apakah mereka tidak mengadakan perjalanan di muka bumi, lalu memperhatikan bagaimana kesudahan orang-orang yang sebelum mereka. Mereka itu adalah lebih kuat daripada mereka dan (lebih banyak) bekas-bekas mereka di muka bumi. Lalu Allah mengazab mereka disebabkan dosa-dosa mereka. Dan mereka tidak mempunyai seorang pelindung pun dari azab Allah.” Maka apakah mereka tidak mengadakan perjalanan di muka bumi lalu memperhatikan bagaimana kesudahan orang-orang yang sebelum mereka. Orang-orang yang sebelum mereka itu lebih banyak (jumlahnya), lebih hebat kekuatannya, dan (lebih banyak) bekas-bekasnya di muka bumi, tapi apa yang mereka usahakan itu tidak dapat menolong mereka (dari azab Ilahi).” (Qs. Ghafir [40]:21 & 82); “(Maka apakah mereka tidak mengadakan perjalanan di muka bumi sehingga mereka dapat memperhatikan bagaimana kesudahan orang-orang yang sebelum mereka? Allah telah menimpakan kebinasaan atas mereka dan orang-orang kafir akan menerima (akibat-akibat) seperti itu.” (Qs. Muhammad [47]:10) dan lain sebagainya.
[5]. Pertanyaan 751 membahas masalah ini bahwa manusia adalah semulia-mulia makhluk. Apabila Anda tertarik Anda juga dapat menelaahnya.
[6]. Sehubungan dengan bagaimana proses penciptaan langit dan bumi, kami mempersilahkan Anda untuk melihat beberapa indeks terkait, 3256 (Site: 3634), 1756 (Site: 1851), 1756 (Site: 1851), 3199 (Site: 3459), 1052 (Site: 1268), 711 (Site: 751).
[7]. “Apakah penciptaanmu sekalian (setelah mati) lebih sulit ataukah langit? Allah telah membangunnya. Dia meninggikan bangunannya lalu merapikannya. Dan Dia menjadikan malamnya gelap gulita dan menjadikan siangnya terang benderang. Dan sesudah itu Dia menghamparkan bumi. “ (Qs. Al-Naziat [79]:27-30)
[8]. Ada baiknya Anda menelaah pertanyaan 3634 dalam masalah ini.
[9]. Makarim Syirazi, Tafsir Nemune, jil. 14, hal. 216, Dar al-Kutub al-Islamiyah, Teheran, 1374 S.