Please Wait
Hits
7952
7952
Tanggal Dimuat:
2014/05/22
Kode Site
id23468
Kode Pernyataan Privasi
36800
- Share
Ringkasan Pertanyaan
Apakah pada sebuah riwayat disebutkan bahwa menyampaikan rasa syukur dan pujian kepada Allah Swt dan juga mengirimkan salam dan salawat untuk Rasulullah Saw dan Ahlulbaitnya, akan membuat hajat-hajat manusia terpenuhi di sisi Allah Swt? Apakah hal ini ada benarnya?
Pertanyaan
Dari Abi Abdillah berkata : Bagi seseorang hamba yang punya kepentingan kepada Allah, sanjunglah Allah, baca Sholawat pada Nabi dan keluarganya sampai lupa kepentingannya, maka Allah akan memberikan tanpa harus memintanya (Al Kaafi 2/363). Pertanyaannya adalah bagaimana mungkin dengan mengirimkan salam dan shalawat kepda Ahlulbait As membuat manusia tidak lagi perlu berdoa? Artinya manusia tidak perlu lagi berdoa? Apakah maksud riwayat ini?
Jawaban Global
Riwayat yang dikutip dalam pertanyaan disebutkan sebagaimana berikut:
«عَنْ أَبِی عَبْدِ اللَّهِ (ع) قَالَ: إِنَّ الْعَبْدَ لَیَکُونُ لَهُ الْحَاجَةُ إِلَى اللَّهِ عَزَّ وَ جَلَّ فَیَبْدَأُ بِالثَّنَاءِ عَلَى اللَّهِ وَ الصَّلَاةِ عَلَى مُحَمَّدٍ وَ آلِ مُحَمَّدٍ حَتَّى یَنْسَى حَاجَتَهُ فَیَقْضِیهَا اللَّهُ لَهُ مِنْ غَیْرِ أَنْ یَسْأَلَهُ إِیَّاهَا»
Dari Abu Abdillah As diriwayatkan beliau bersabda, “Acap kali terjadi seorang hamba memiliki hajat yang disampaikan kepada Allah Swt, pertama-tama ia menyampaikan puja dan pujian kepada Allah Swt, bershalawat kepada Muhammad Saw dan Ahlulbait As sehingga ia lupa menyampaikan hajatnya, namun (dengan demikian) Allah Swt mengabulkan hajatnya meski ia tidak sempat menyebutkan hajat dan permohonannya kepada Allah Swt.”[1]
Riwayat ini sejatinya berada pada tataran menjelaskan bahwa apabila manusia menyampaikan hajat dan permohonan kepada Allah Swt dan supaya hajatnya terkabulkan ia memutuskan untuk berdoa, kemudian mengamalkan adab-adab berdoa, sebelum ia menyampaikan hajatnya ia memuja dan memuji Allah Swt, menyampaikan salam kepda para wali Allah Swt, karena mengamalkan adab-adab berdoa ini sehingga ia tidak sempat dan lupa menyampaikan hajatnnya; karena Allah Swt mengetahui segala apa yang terlintas dalam benak dan pikiran seseorang, disebabkan karena ia mengamalkan adab-adab ini, Allah Swt akan mengabulkan hajat orang itu.
Akan tetapi kandungan riwayat ini, tidak bermakna bahwa apabila seseorang berhajat lalu lupa, hanya karena memuja dan memuji Allah Swt kemudian bershalawat dan menyampaikan salam, tidak lagi perlu berdoa. Tentu tidak demikian maknanya. [iQuest]
«عَنْ أَبِی عَبْدِ اللَّهِ (ع) قَالَ: إِنَّ الْعَبْدَ لَیَکُونُ لَهُ الْحَاجَةُ إِلَى اللَّهِ عَزَّ وَ جَلَّ فَیَبْدَأُ بِالثَّنَاءِ عَلَى اللَّهِ وَ الصَّلَاةِ عَلَى مُحَمَّدٍ وَ آلِ مُحَمَّدٍ حَتَّى یَنْسَى حَاجَتَهُ فَیَقْضِیهَا اللَّهُ لَهُ مِنْ غَیْرِ أَنْ یَسْأَلَهُ إِیَّاهَا»
Dari Abu Abdillah As diriwayatkan beliau bersabda, “Acap kali terjadi seorang hamba memiliki hajat yang disampaikan kepada Allah Swt, pertama-tama ia menyampaikan puja dan pujian kepada Allah Swt, bershalawat kepada Muhammad Saw dan Ahlulbait As sehingga ia lupa menyampaikan hajatnya, namun (dengan demikian) Allah Swt mengabulkan hajatnya meski ia tidak sempat menyebutkan hajat dan permohonannya kepada Allah Swt.”[1]
Riwayat ini sejatinya berada pada tataran menjelaskan bahwa apabila manusia menyampaikan hajat dan permohonan kepada Allah Swt dan supaya hajatnya terkabulkan ia memutuskan untuk berdoa, kemudian mengamalkan adab-adab berdoa, sebelum ia menyampaikan hajatnya ia memuja dan memuji Allah Swt, menyampaikan salam kepda para wali Allah Swt, karena mengamalkan adab-adab berdoa ini sehingga ia tidak sempat dan lupa menyampaikan hajatnnya; karena Allah Swt mengetahui segala apa yang terlintas dalam benak dan pikiran seseorang, disebabkan karena ia mengamalkan adab-adab ini, Allah Swt akan mengabulkan hajat orang itu.
Akan tetapi kandungan riwayat ini, tidak bermakna bahwa apabila seseorang berhajat lalu lupa, hanya karena memuja dan memuji Allah Swt kemudian bershalawat dan menyampaikan salam, tidak lagi perlu berdoa. Tentu tidak demikian maknanya. [iQuest]
[1]. Muhammad Yakub Kulaini, al-Kafi, Riset dan edit oleh Ali Akbar Ghaffari dan Muhammad Akhundi, jil. 2, hal. 501, Dar al-Kutub al-Islamiyah, Tehran, Cetakan Keempat, 1407 H.
Terjemahan dalam Bahasa Lain
Komentar