Please Wait
Hits
30264
30264
Tanggal Dimuat:
2017/06/21
Ringkasan Pertanyaan
Apakah yang dimaksud dengan muqtashidun, sabiqun bil khairat dan dzalimullinafsihi pada ayat 32 surah Al-Fathir?
Pertanyaan
Bagaimanakah tafsir surah Al-Fathir ayat 32 dan apakah yang dimaksud dengan muqtashidun, sabiqun bil khairat dan dzalimullinafsihi?
Jawaban Global
Terkait dengan pembawa al-Quran setelah Nabi Muhammad Saw, Allah Swt berfirman: “Kemudian kitab itu Kami wariskan kepada orang-orang yang Kami pilih diantara hamba-hamba Kami.”
Para mufassir al-Quran menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan potongan ayat itu adalah umat Islam. Ada pula yang berpendapat bahwa mereka adalah para ulama sedangkan para Imam berada di barisan terdepan kelompok ini. Yang dimaksud dengan “Di antara mereka ada yang menganiaya diri mereka sendiri” adalah kaum Muslimin yang berbuat dosa dan orang-orang yang yang mempunyai dosa besar.
Para mufassir al-Quran menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan potongan ayat itu adalah umat Islam. Ada pula yang berpendapat bahwa mereka adalah para ulama sedangkan para Imam berada di barisan terdepan kelompok ini. Yang dimaksud dengan “Di antara mereka ada yang menganiaya diri mereka sendiri” adalah kaum Muslimin yang berbuat dosa dan orang-orang yang yang mempunyai dosa besar.
Jawaban Detil
Al-Quran berkenaan dengan para pembawa al-Quran setelah Nabi Muhammad Saw berfirman
Pada sebagian riwayat, ayat ini ditafsirkan secara global:
Seseorang bertanya kepada Imam Shadiq tentang tafsir ayat ini, beliau menjawab: Orang-orang yang menganiaya diri mereka sendiri adalah orang-orang yang selalu menuruti hawa nafsunya sendiri, muqtashidun (pertengahan) adalah orang yang mengikuti putaran hatinya dan “sābiq” orang yang melupakan tujuan-tujuannya sendiri dan senantiasa mencari keridhaan Allah Swt.[1]
Imam Baqir As terkait dengan ayat ini bersabda: “Yang dimaksud dengan ‘al-Sabiqun bil khairat’ adalah Imam. Yang dimaksud dengan ‘muqtashidun’ adalah orang-orang yang mengenal Imam dan yang dimaksud dengan ‘dzalimun linafsih’ adalah orang-orang yang tidak mengenal Imam.’”[2]
Dua riwayat ini dan riwayat-riwayat semacamnya adalah penjelasan-penjelasan atas ayat itu dan tidak bertentangan dengan pemahaman-pemahaman global tafsir serta merupakan personifikasi dalam penafsiran ayat ini. Sekarang kita akan mengkaji bagian-bagian dan persoalan-persoalan yang ada dalam ayat ini.
1. Makna Aurats
Terdapat beberapa riwayat mengenai makna bagian ayat ini:
Imam Ridha As hadir di majelis Makmun. Pada majelis itu hadir beberapa ulama dari Irak dan Khurasan. Katakan kepadaku makna akan ayat ini:
Imam Kazhim As terkait dengan bagian ayat ini bersabda: Kami adalah orang-orang yang dipilih oleh Allah Swt. Kamilah yang dipilih oleh Allah, untuk mewarisi al-Quran, kitab penjelas semua persoalan.[5]
Oleh itu, sebagian mufasir Syiah menggunakan ungkapan ayat ini hanya untuk Ahlulbait saja.[6] Namun bisa saja dimungkinkan bahwa riwayat ini hanya merupakan penjelasan secara terang dan bahwa Ahlulbait As adalah orang-orang yang berada di derajat awal dan apabila tidak, maka potongan ayat ini juga mencakupi kaum Muslimin lain, sebagaimana keyakinan sebagian mufassir.[7] Yang dimaksud dengan bagian ayat ini adalah umat Islam[8] dan para ulama[9] di mana hal ini tidak bertentangan dengan para Imam As karena para Imam berada di barisan terdepan kelompok ini.
2. Arti Zhalim
Namun terkait dengan apakah yang dimaksud dengan orang-orang itu siapa, terdapat berbagai pendapat.[10] Sebagian dari para mufasir mengungkapkan orang-orang itu adalah orang-orang Islam yang berbuat dosa.[11] Sebagian yang lainnya adalah ungkapan yang agak dekat dengan ungkapan sebelumnya yaitu kaum Muslimin yang memiliki dosa besar.[12]
Meskipun demikian, dari beberapa ungkapan di atas dapat diambil kesimpulan bahwa orang-orang yang berbuat dosa dan telah diampuni maka akan masuk surga.[13] Tentu saja syarat pengampunan itu adalah jika bertaubat.
3. Arti Muqtashid
4. Makna Sabiq bil Khairat
«ثُمَّ أَوْرَثْنَا الْکِتابَ الَّذِینَ اصْطَفَیْنا مِنْ عِبادِنا فَمِنْهُمْ ظالِمٌ لِنَفْسِه وَ مِنْهُمْ مُقْتَصِدٌ وَ مِنْهُمْ سابِقٌ بِالْخَیْراتِ بِإِذْنِ اللهِ ذلِکَ هُوَ الْفَضْلُ الْکَبیر»
“Kemudian kitab itu Kami wariskan kepada orang-orang yang Kami pilih di antara hamba-hamba Kami, lalu di antara mereka ada yang menganiaya diri mereka sendiri, di antara mereka ada yang pertengahan, dan di antara mereka ada (pula) yang lebih dahulu berbuat kebaikan dengan izin Allah. Yang demikian itu adalah karunia yang amat besar.” (Qs Al-Fathir [35]: 32)Pada sebagian riwayat, ayat ini ditafsirkan secara global:
Seseorang bertanya kepada Imam Shadiq tentang tafsir ayat ini, beliau menjawab: Orang-orang yang menganiaya diri mereka sendiri adalah orang-orang yang selalu menuruti hawa nafsunya sendiri, muqtashidun (pertengahan) adalah orang yang mengikuti putaran hatinya dan “sābiq” orang yang melupakan tujuan-tujuannya sendiri dan senantiasa mencari keridhaan Allah Swt.[1]
Imam Baqir As terkait dengan ayat ini bersabda: “Yang dimaksud dengan ‘al-Sabiqun bil khairat’ adalah Imam. Yang dimaksud dengan ‘muqtashidun’ adalah orang-orang yang mengenal Imam dan yang dimaksud dengan ‘dzalimun linafsih’ adalah orang-orang yang tidak mengenal Imam.’”[2]
Dua riwayat ini dan riwayat-riwayat semacamnya adalah penjelasan-penjelasan atas ayat itu dan tidak bertentangan dengan pemahaman-pemahaman global tafsir serta merupakan personifikasi dalam penafsiran ayat ini. Sekarang kita akan mengkaji bagian-bagian dan persoalan-persoalan yang ada dalam ayat ini.
1. Makna Aurats
«ثُمَّ أَوْرَثْنَا الْکِتابَ الَّذِینَ اصْطَفَیْنا مِنْ عِبادِنا»
Makna “aurats” pada ayat di atas adalah kepemimpinan berakhirnya hukum al-Quran bagi mereka.[3]Terdapat beberapa riwayat mengenai makna bagian ayat ini:
Imam Ridha As hadir di majelis Makmun. Pada majelis itu hadir beberapa ulama dari Irak dan Khurasan. Katakan kepadaku makna akan ayat ini:
«ثُمَّ أَوْرَثْنَا الْکِتابَ الَّذِینَ اصْطَفَیْنا مِنْ عِبادِنا...»
Para hadirin berkata: “Yang dimaksudkan oleh Allah Swt adalah semua umat manusia.” Makmun berkata: “Wahai Abal Hasan! Apakah pendapat Anda?” Imam Ridha As bersabda: “Aku tidak seakidah dengan mereka, namun menurutku, yang dimaksud oleh Allah Swt adalah itrah Nabi Muhammad Saw.”[4]Imam Kazhim As terkait dengan bagian ayat ini bersabda: Kami adalah orang-orang yang dipilih oleh Allah Swt. Kamilah yang dipilih oleh Allah, untuk mewarisi al-Quran, kitab penjelas semua persoalan.[5]
Oleh itu, sebagian mufasir Syiah menggunakan ungkapan ayat ini hanya untuk Ahlulbait saja.[6] Namun bisa saja dimungkinkan bahwa riwayat ini hanya merupakan penjelasan secara terang dan bahwa Ahlulbait As adalah orang-orang yang berada di derajat awal dan apabila tidak, maka potongan ayat ini juga mencakupi kaum Muslimin lain, sebagaimana keyakinan sebagian mufassir.[7] Yang dimaksud dengan bagian ayat ini adalah umat Islam[8] dan para ulama[9] di mana hal ini tidak bertentangan dengan para Imam As karena para Imam berada di barisan terdepan kelompok ini.
2. Arti Zhalim
«فَمِنْهُمْ ظَالِمٌ لِّنَفْسِهِ»
Di sini kita harus memperhatikan bahwa: Apabila bagian sebelum ayat hanya dimaknai dan berkaitan dengan para Imam As artinya selain mereka tidak termasuk, maka dhamir dalam ”faminhum” harus dikembalikan kepada seluruh manusia karena pasti bagian ayat ini tidak meliputi para Imam Maksum dari keluarga Nabi As.Namun terkait dengan apakah yang dimaksud dengan orang-orang itu siapa, terdapat berbagai pendapat.[10] Sebagian dari para mufasir mengungkapkan orang-orang itu adalah orang-orang Islam yang berbuat dosa.[11] Sebagian yang lainnya adalah ungkapan yang agak dekat dengan ungkapan sebelumnya yaitu kaum Muslimin yang memiliki dosa besar.[12]
Meskipun demikian, dari beberapa ungkapan di atas dapat diambil kesimpulan bahwa orang-orang yang berbuat dosa dan telah diampuni maka akan masuk surga.[13] Tentu saja syarat pengampunan itu adalah jika bertaubat.
3. Arti Muqtashid
«وَ مِنهم مُّقْتَصِدٌ»
Yang dimaksud dengan “muqtashidun” adalah orang-orang yang mengerjakan amal saleh namun juga berbuat dosa. Mereka berada dalam kategori “muqtashidun” dan “sabiqun bil khairat”[14]4. Makna Sabiq bil Khairat
«وَ مِنهم سَابِقُ بِالْخَیراتِ بِإِذْنِ اللهِ ذَالِکَ هُوَ الْفَضْلُ الْکَبِیر»
“Sabiq bil khairat” atau lebih dahulu berbuat kebaikan adalah orang-orang yang terlebih dahulu berbuat kebaikan dari pada orang lain. Dari sisi bahwa segolongan manusia memiliki kedudukan lebih dekat dengan Allah Swt, maka ia dengan ijin-Nya lebih dahulu mengerjakan kebaikan dari pada dua golongan yang lainnya karena memiliki imāmah[15] dimana Ahlulbait As adalah orang-orang yang paling sempurna di antara manusia-manusia lainnya.[16] [iQuest]
[1] Syaikh Shaduq, Ma’āni al-Akhbār, Periset: Ghafari, Ali Akbar, hal. 104, hal. 194, Qum, Daftar Intisyarat Islami, cet. 1, 1403.
[2] Kulaini, Muhammad bin Ya’qub, Al-Kāfi, Periset: Ghifari, Ali Akbar, Akhundi, Muhammad, jil. 1, hal. 214, Tehran, Dar al-Kitab Islamiyah, cet. 4, 1407; Ester Abadi, Ali, Ta’wil Ayāt al-Dhāhir fi Fadhāil al-Itrah al-Thāhirah, Periset: Ustadlu, Husain, hal. 471, Qum, Muasasah al-Nasyar al-Islami, cet. 1, 1409 H.
[3] Syaikh Thusi, Muhammad bin Hasan, Al-Tebyān fi Tafsir al-Quran, Mukadimah: Syaikh Agha Buzurg Tehrani, Periset: Qushair Amili, Ahmda, jil. 8, hal. 429, Beirut, Dar Ihya al-Tsurats al-Arabi, tanpa tahun.
[4] Syaikh Shaduq, ”Uyun Akhbar al-Ridha As, Periset dan Editor: Lajurdi, Mahdi, jil. 1, hal. 229, Tehran, Nasyar Jahan, Cet. 1, 1378 H.
[5] Shafar, Muhammad bin Hasan, Bashair al-Darajāt fi Fadzāil Ali Muhammad Saw, Periset dan Editor: Kuce Baghi, Muhsin bin Abas Ali, jil. 1, hal. 48, Qum, Maktabah Ayatullah al-Mar’asyi Najafi, cet. 2, 1404.
[6] Thabarsi, Fadhl bin Hasan, Majma’ al-Bayān fi Tafsir al-Qurān, Mukadimah: Balaghi Muhammad Jawad, jil. 8, hal. 638, Tehran, Nashir Khosro, cet. 3, 1372; Faidz Kasyani, Mula Muhsin, Tafsir al-Sāfi, Periset: A’lami, Husain, jil. 4, hal. 238, Tehran, Intisyarat al-Shadr, cet. 2, 1415 H.
[7] Makarim Syirazi, Nashir, Tafsir Nemuneh, jil. 18, hal. 261, Tehran, Dar al-Kitab al-Islamiyah, cet. 1, hal. 1374 S.
[8] Ibnu Katsir Damisyqi, Ismail bin Amru, Tafsir al-Qurān al-Adzim, Periset: Syasuddin, Muhammad Husain, jil. 6, hal 484, Beirut, Dar al-Kitab Ilmiyah, Mansyurat Muhammad Ali Baidhun, cet. 1, 1419 H, Balkhi, Maqatil bin Sulaiman, Tafsir Maqātil bin Sulaiman, Periset: Syahatah, Abdullah Mahmud, jil. 3, hal. 558, Beirut, Dar Ihya al-Turats, cet. 1, 1423 H.
[9] Alusi, Sayid Mahmud, Ruh al-Maāni fi Tafsir al-Qurān al-Adzim, ‘Athiyah, Ali Abdul Bari, jil. 11, hal 368, Beirut, Dar al-Kitab al-Ilmiyah, cet. 1, 1415; Syaukani Muhammad bin Ali, Fath al-Qadir, jil. 4, hal. 400, Damisy, Beirut, Dar Ibnu Katsir, Dar al-Alam al-Tayib, cet. 1, 1414 H.
[10] Silahkan lihat: Thabari, Muhammad bin Jarir, Jāmi’ al-Bāyān fi Tafsir al-Quran, jil. 22, hal. 89-90, Beirut, Dar al-Ma’rifah, cet. 1, 1412 H.
[11] Fahr al-Razi, Muhammad bin Umar, Mafātih al-Ghaib, jil. 26, hal. 239, Beirut, Dar Ihya al-Tsurats al-Arabi, cet. 3, 1420 H.
[12] Tafsir al-Maqātil Sulaimān, jil. 3, hal. 558.
[13] Ta’wil al-Ayāt al-Dhāhir fi Fadhāil al-Itrah al-Thāhirah, hal. 471; Zamakhsyari, Majmu Al-Kasyāf an Haqāiq Ghawāmish al-Tanzil, jil. 3, hal. 612, Beirut, Dar al-Kitab al-Arabi, cet. 3, 1407 H.
[14] Husaini Syirazi, Sayid Muhammad, Tabyin al-Qurān, hal. 450, Beirut, Dar al-Ulum, cet. 2, 1423 H.
[15] Thabathabai, Sayid Muhammd Husain, Al-Mizān fi Tafsir al-Qurān, jil. 17, hal. 46, Qum, Daftar Intisyarat Islami, cet. 5, 1417 H.
[16] Qumi, Ali bin Ibrahim, Tafsir al-Qumi, Periset dan Editor: Musawi Jazairi, Sayid Tayib, jil. 2, hal. 209, Qum, Dar al-Kitab, cet. 3, 1404 H.
Terjemahan dalam Bahasa Lain
Komentar