Advanced Search
Hits
10809
Tanggal Dimuat: 2011/07/14
Ringkasan Pertanyaan
Apakah tawassul menyebabkan orang tersesat? Apakah kita memiliki dalil mengapa harus ber-tawassul?
Pertanyaan
Pada salah satu channel TV dibahas masalah tawassul. Dalam program tersebut, salah seorang dalam membela akidah Syiah berkata bahwa apabila tawassul merupakan perbuatan syirik dan terbukti keliru lantas mengapa seseorang misalnya bertawassul ke Imam Ridha As kemudian mendapatkan kesembuhan? Orang itu menjawab bahwa sembuhnya orang ini karena ia telah tersesat dan karena ia berkukuh dalam kesesatannya, Allah Swt secara langsung menyembuhkannya sehingga ia berpikir bahwa ia mendapatkan kesembuhan karena tawassul-nya. Perbuatan ini merupakan obyek perkataan bahwa barang siapa yang berkukuh dalam kesesatan maka Kami akan menyesatkannya.” Kalau demikian adanya maka seluruh tawassul dan hasilnya akan membuat kita semakin tersesat. Tolong Anda jelaskan dengan dalil-dalil rasional dan referensial yang membuktikan kesalahan klaim orang tersebut?
Jawaban Global

Tawassul tidak hanya tidak menyebabkan kesesatan bahkan sebaliknya merupakan jalan dan media untuk mendekat (qurb) kepada Allah Swt.

Adapun bahwa Imam Ridha As memberikan kesembuhan kepada seseorang bukan sebagai dalil utama kebolehan tawassul namun dapat dikatakan bahwa hal itu merupakan salah satu bukti penyokong masalah tawassul. Itu pun setelah kita telah mentetapkan masalah tawassul dengan dalil-dalil rasional dan referensial.

Sistem alam semesta merupakan sistem kausalitas. Dan sebagaimana dalam dunia material kita membutuhkan media untuk dapat mencapai tujuan maka demikian juga adanya dalam kehidupan spiritual, kita memerlukan perantara.

Hal ini senada dengan diktum Ilahi yang berkata kepada orang-orang beriman, “Ya Ayyuhalladzina Amanu Ittaqullah wabtaghu ilahi al-wasilah wa jahidu fi sabilihi la’allakum tuflihun.” (Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah, carilah perantara untuk mendekatkan diri kepada-Nya, dan berjihadlah di jalan-Nya, supaya kamu mendapat keberuntungan, Qs. Al-Maidah [5]:35)

Jawaban Detil

Tawassul di samping memiliki dalil rasional juga memiliki dalil referensial (naqli). Sembuhnya seseorang dari penyakitnya bukan merupakan dalil kebenaran tawassul. Benar bahwa hal tersebut dapat dijadikan sebagai salah satu penyokong kebenaran tawassul.

Dari satu sisi, jawaban yang diberikan oleh pemateri dalam program acara TV tersebut adalah jawaban yang sarat dengan fallasi (mugâlatha); karena ketika kita dapat memanfaatkan keumuman diktum “barang siapa yang bersungguh-sungguh dalam kesesatan maka kami akan menambah kesesatan kepadanya” yang menetapkan subyek kesesatan.

Di sini apabila kita ingin berargumentasi dan menalarnya dalam bentuk logis maka bentuknya akan seperti berikut ini:

Premis Minor: Tawassul adalah perbuatan yang bersungguh-sungguh kepada kesesatan.

Premis Mayor: Barang siapa yang berkukuh terhadap kesesatannya maka kami akan menambah kesesatan kepadanya.

Kesimpulan: Barang siapa yang berkukuh pada tawassul maka kami akan menambah kesesatan kepadanya.

Setiap penalaran dan argumentasi dalam bentuk logis yang valid memerlukan premis-premis pendahuluan yang benar dan valid. Dalam model penalaran di atas, premis minornya “tawassul adalah perbuatan yang bersungguh-sungguh kepada kesesatan” hanyalah sebuah klaim lantaran tidak memiliki secuil dalil pun yang menyokongnya. Dengan sebuah ungkapan, mereka menyangka bahwa tawassul sama sekali tidak memiliki dalil dan dengan sangkaan kelirunya, ia menyusun premis bahwa tawassul adalah perbuatan yang bersungguh-sungguh kepada kesesetan. Sementara masalah yang ada berbanding terbalik dengan apa yang diklaim. Bukan hanya tawassul berpijak di atas dalil-dalil bahkan ia memiliki dalil-dalil kokoh dan kuat sedemikian sehingga siapa pun yang mendengarnya akan memanfaatkan tawassul sebagai media terbaik untuk taqarrub kepada Allah Swt.

Tawassul secara terminologis bermakna menunjukkan sesuatu sebagai media dan wahana kepada manusia di hadapan Allah Swt sehingga Allah Swt mengabulkan doa dan permohonannya dan sampai pada apa yang diidamkannya.

Sebab-sebab yang digunakan sebagai media untuk sampai kepada maksud baik dalam kehidupan material atau pun kehidupan spiritual merupakan sebuah perkara fitri dan rasional. Bahkan entitas-entitas nabati dan hewani juga tidak terkecuali dalam hal ini.

Pada dasarnya, sistem penciptaan adalah sistem kausalitas sebagaimana sabda Imam Shadiq As: “Allah Swt enggan melaksanakan urusan kecuali melalui sebab-sebabnya. Karena itu terdapat sebuah sebab bagi segala sesuatu.” [1]

Manusia dalam kehidupan normal dan seimbangnya, dengan menggunakan akal dan fitrahnya senantiasa mencari sebab-sebab dan media normal dan natural untuk memenuhi pelbagai kebutuhan material hidupnya. Sejatinya, seluruh kemajuan dan perubahan yang menakjubkan dalam kehidupan material manusia diperoleh dengan cara mediasi dan tawassul terhadap sebab-sebab yang laik pada setiap fenomena dan menyingkap hubungan-hubungan sebab-akibat yang terjalin di dalamnya. Poin asasi dalam hal ini adalah bahwa kehidupan manusia tidak dapat disimpulkan dengan kehidupan material semata melainkan terbentuk dan terkerangka dengan kehidupan moril dan spiritualnya yang merupakan bagian terpenting dalam kehidupan manusia. Sistem yang berlaku di dalamnya juga adalah sistem kausalitas. Bedanya bahwa pada kehidupan natural manusia, manusia dengan memanfaatkan akal dan pengetahuan empiriknya memiliki kemampuan untuk mengenal pelbagai media dan sebab. Namun dalam kehidupan spiritual mengenal media-media yang mengantarkan manusia menjulang tinggi dan bersandar kepadanya, berada di luar domain akal dan pengalaman empirik manusia.

Karena itu, akal manusia mengidentifikasi dengan baik kemestian adanya media dan sebab taqarrub di antara ia dan Tuhannya. Namun dalam mengenal obyek-obyeknya manusia sangat membutuhkan sumber-sumber agama.

Al-Qur’an menitahkan kepada orang-orang beriman untuk mencari media dalam menuju perjalanan menuju Tuhan, “Ya Ayyuhalladzina Amanu Ittaqullah wabtaghu ilahi al-wasilah wa jahidu fi sabilihi la’allakum tuflihun.” ( Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah, carilah perantara untuk mendekatkan diri kepada-Nya, dan berjihadlah di jalan-Nya, supaya kamu mendapat keberuntungan, Qs. Al-Maidah [5]:35)

Ayat ini dengan baik menjelaskan bahwa taqarrub kepada Allah Swt memerlukan media dan perantara yang akan menuai kedekatan spiritual bagi manusia. Pertanyaannya apakah media tersebut? Terdapat banyak riwayat dalam literatur-literatur riwayat Syiah dan Sunni yang memperkenalkan Rasulullah Saw dan Ahlulbaitnya As sebagai sebaik-baik media dan perantara untuk melakukan proses taqarrub kepada Allah Swt. [2]

Demikian juga terdapat banyak dalam riwayat-riwayat Syiah juga riwayat-riwayat Sunni yang membahasa dalil-dalil referensial (naqli) tawassul. Dengan banyaknya riwayat-riwayat terkait dengan tawassul maka hal itu semoga tidak lagi menyisakan keraguan dan sangsi sehubungan dengan tawassul. [IQuest]

 

 

Untuk telaah lebih jauh dalam masalah ini silahkan Anda melihat beberapa indeks terkait berikut ini:

1.     Falsafah Tawassul kepada Ahlulbait As, No. 7753 (Site: 7866)

2.     Tawassul dan Syafaat dalam Pandangan Ahlusunnah, No. 7757 (Site: 7924)

3.     Keyakinan Ahlusunnah terhadap Tawassul sebelum Ibnu Taimiyyah, No. 13850 (Site: 13691)



[1] . Silahkan lihat, Kulaini, al-Kâfi, jil. 1, hal. 183, Dar al-Kutub al-Islamiyah, 1365 S.  

[2] . Nahj al-Balâghah , Khutbah 106.

Terjemahan dalam Bahasa Lain
Komentar
Jumlah Komentar 0
Silahkan Masukkan Redaksi Pertanyaan Dengan Tepat
contoh : Yourname@YourDomane.ext
Silahkan Masukkan Redaksi Pertanyaan Dengan Tepat
<< Libatkan Saya.
Silakan masukkan jumlah yang benar dari Kode Keamanan

Klasifikasi Topik

Pertanyaan-pertanyaan Acak

Populer Hits

  • Ayat-ayat mana saja dalam al-Quran yang menyeru manusia untuk berpikir dan menggunakan akalnya?
    261246 Tafsir 2013/02/03
    Untuk mengkaji makna berpikir dan berasionisasi dalam al-Quran, pertama-tama, kita harus melihat secara global makna “akal” yang disebutkan dalam beberapa literatur Islam dan dengan pendekatan ini kemudian kita dapat meninjau secara lebih akurat pada ayat-ayat al-Quran terkait dengan berpikir dan menggunakan akal dalam al-Quran. Akal dan pikiran ...
  • Apakah Nabi Adam merupakan orang kedelapan yang hidup di muka bumi?
    246364 Teologi Lama 2012/09/10
    Berdasarkan ajaran-ajaran agama, baik al-Quran dan riwayat-riwayat, tidak terdapat keraguan bahwa pertama, seluruh manusia yang ada pada masa sekarang ini adalah berasal dari Nabi Adam dan dialah manusia pertama dari generasi ini. Kedua: Sebelum Nabi Adam, terdapat generasi atau beberapa generasi yang serupa dengan manusia ...
  • Apa hukumnya berzina dengan wanita bersuami? Apakah ada jalan untuk bertaubat baginya?
    230149 Hukum dan Yurisprudensi 2011/01/04
    Berzina khususnya dengan wanita yang telah bersuami (muhshana) merupakan salah satu perbuatan dosa besar dan sangat keji. Namun dengan kebesaran Tuhan dan keluasan rahmat-Nya sedemikian luas sehingga apabila seorang pendosa yang melakukan perbuatan keji dan tercela kemudian menyesali atas apa yang telah ia lakukan dan memutuskan untuk meninggalkan dosa dan ...
  • Ruh manusia setelah kematian akan berbentuk hewan atau berada pada alam barzakh?
    215015 Teologi Lama 2012/07/16
    Perpindahan ruh manusia pasca kematian yang berada dalam kondisi manusia lainnya atau hewan dan lain sebagainya adalah kepercayaan terhadap reinkarnasi. Reinkarnasi adalah sebuah kepercayaan yang batil dan tertolak dalam Islam. Ruh manusia setelah terpisah dari badan di dunia, akan mendiami badan mitsali di alam barzakh dan hingga ...
  • Dalam kondisi bagaimana doa itu pasti dikabulkan dan diijabah?
    176343 Akhlak Teoritis 2009/09/22
    Kata doa bermakna membaca dan meminta hajat serta pertolongan.Dan terkadang yang dimaksud adalah ‘membaca’ secara mutlak. Doa menurut istilah adalah: “memohon hajat atau keperluan kepada Allah Swt”. Kata doa dan kata-kata jadiannya ...
  • Apa hukum melihat gambar-gambar porno non-Muslim di internet?
    171633 Hukum dan Yurisprudensi 2010/01/03
    Pertanyaan ini tidak memiliki jawaban global. Silahkan Anda pilih jawaban detil ...
  • Apakah praktik onani merupakan dosa besar? Bagaimana jalan keluar darinya?
    168127 Hukum dan Yurisprudensi 2009/11/15
    Memuaskan hawa nafsu dengan cara yang umum disebut sebagai onani (istimna) adalah termasuk sebagai dosa besar, haram[1] dan diancam dengan hukuman berat.Jalan terbaik agar selamat dari pemuasan hawa nafsu dengan cara onani ini adalah menikah secara syar'i, baik ...
  • Siapakah Salahudin al-Ayyubi itu? Bagaimana kisahnya ia menjadi seorang pahlawan? Silsilah nasabnya merunut kemana? Mengapa dia menghancurkan pemerintahan Bani Fatimiyah?
    158188 Sejarah Para Pembesar 2012/03/14
    Salahuddin Yusuf bin Ayyub (Saladin) yang kemudian terkenal sebagai Salahuddin al-Ayyubi adalah salah seorang panglima perang dan penguasa Islam selama beberapa abad di tengah kaum Muslimin. Ia banyak melakukan penaklukan untuk kaum Muslimin dan menjaga tapal batas wilayah-wilayah Islam dalam menghadapi agresi orang-orang Kristen Eropa.
  • Kenapa Nabi Saw pertama kali berdakwah secara sembunyi-sembunyi?
    140978 Sejarah 2014/09/07
    Rasulullah melakukan dakwah diam-diam dan sembunyi-sembunyi hanya kepada kerabat, keluarga dan beberapa orang-orang pilihan dari kalangan sahabat. Adapun terkait dengan alasan mengapa melakukan dakwah secara sembunyi-sembunyi pada tiga tahun pertama dakwahnya, tidak disebutkan analisa tajam dan terang pada literatur-literatur standar sejarah dan riwayat. Namun apa yang segera ...
  • Kira-kira berapa usia Nabi Khidir hingga saat ini?
    134057 Sejarah Para Pembesar 2011/09/21
    Perlu ditandaskan di sini bahwa dalam al-Qur’an tidak disebutkan secara tegas nama Nabi Khidir melainkan dengan redaksi, “Seorang hamba diantara hamba-hamba Kami yang telah Kami berikan kepadanya rahmat dari sisi Kami, dan yang telah Kami ajarkan kepadanya ilmu dari sisi Kami.” (Qs. Al-Kahfi [18]:65) Ayat ini menjelaskan ...