Please Wait
Hits
78437
78437
Tanggal Dimuat:
2014/08/04
Ringkasan Pertanyaan
Bagaimana terjadinya perjanjian 'Aqabah pertama dan kedua serta apa signifikansinya?
Pertanyaan
Jelaskan kandungan isi perjanjian 'Aqabah dan kaum perempuan yang hadir disitu
Jawaban Global
Pada wilayah tugas tablighnya, Nabi Saw pergi menemui enam orang Ansar yang datang menunaikan haji dan membacakan sebagian dari Al-Quran untuk mereka. Mereka yang telah mendengar ciri-cirinya dari orang ahli Kitab telah yakin akan kenabian beliau dan kemudian mereka menjadi muslim. Akan tetapi tentu saja pada saat itu, mereka tidak memiliki tanggung jawab terhadap Nabi Saw selain sebagai penganut Islam dan mengatakan jika situasi Yatsrib membaik, tahun depan mereka juga akan kepada Nabi.
Dengan kembalinya rombongan ini ke Yatsrib, isu tentang Islam di tempat itu mulai beredar dan bertambahlah akan jumlah orang-orang yang berhasrat pada Islam.
Pada tahun berikutnya duabelas orang jamaah haji dari kota tersebut bertemu dengan Nabi Saw dan melakukan bai'at kepada Nabi. Perjanjian ini dinamakan "Perjanjian 'Aqabah Pertama."
Dalam perjanjian ini Nabi Saw menginginkan bahwa: “Janganlah kalian menyekutukan Allah, janganlah kalian mencuri, janganlah kalian mendekati zina, janganlah kalian membunuh anak-anak kandung kalian, janganlah kalian mencemarkan dan menfitnah, janganlah kalian melanggar Nabi Saw pada perbuatan baik.” Kelanjutan perjanjian ini Nabi Saw bersabda: "Jika kalian setia terhadap janji maka imbalan kalian adalah surga, dan jika tidak maka urusan kalian (kembali) kepada Allah, jika berkehendak Ia menghukum dan jika menghendaki Allah mengampuni." Setelah itu Nabi memilih Mus'ab bin Umair sebagai muballigh bagi Islam di Yatsrib.
Tahun berikutnya tujuh puluh laki-laki dan dua perempuan penduduk Yatsrib berbaiat kepada Nabi dan membuat janji bahwa mereka akan membela Nabi. perjanjian ini dikenal sebagai 'Aqabah Kedua dan dimana setelahnya orang-orang Muslim mulai hijrah ke Madinah.
Dengan kembalinya rombongan ini ke Yatsrib, isu tentang Islam di tempat itu mulai beredar dan bertambahlah akan jumlah orang-orang yang berhasrat pada Islam.
Pada tahun berikutnya duabelas orang jamaah haji dari kota tersebut bertemu dengan Nabi Saw dan melakukan bai'at kepada Nabi. Perjanjian ini dinamakan "Perjanjian 'Aqabah Pertama."
Dalam perjanjian ini Nabi Saw menginginkan bahwa: “Janganlah kalian menyekutukan Allah, janganlah kalian mencuri, janganlah kalian mendekati zina, janganlah kalian membunuh anak-anak kandung kalian, janganlah kalian mencemarkan dan menfitnah, janganlah kalian melanggar Nabi Saw pada perbuatan baik.” Kelanjutan perjanjian ini Nabi Saw bersabda: "Jika kalian setia terhadap janji maka imbalan kalian adalah surga, dan jika tidak maka urusan kalian (kembali) kepada Allah, jika berkehendak Ia menghukum dan jika menghendaki Allah mengampuni." Setelah itu Nabi memilih Mus'ab bin Umair sebagai muballigh bagi Islam di Yatsrib.
Tahun berikutnya tujuh puluh laki-laki dan dua perempuan penduduk Yatsrib berbaiat kepada Nabi dan membuat janji bahwa mereka akan membela Nabi. perjanjian ini dikenal sebagai 'Aqabah Kedua dan dimana setelahnya orang-orang Muslim mulai hijrah ke Madinah.
Jawaban Detil
Tak lama setelah akhir dari blokade ekonomi dan politik pada kelompok Abi Thalib, Abu Thalib dan Khadijah wafat. Ketiadaan Abu Thalib bersama dengan faktor-faktor lain telah menyebabkan tekanan orang-orang Mekah atas Nabi Saw kian besar, dan di sisi lain tidak ada lagi harapan akan berimannya orang-orang dari penduduk Mekah yang lain; maka Nabi Saw menempatkankan tabligh pada kabilah-kabilah dan kota-kota lain dalam program dan agenda yang lebih serius.
Untuk dakwah kepada masyarakat Tha'if beliau melakukan perjalanan ke daerah tersebut dimana beliau berhadapan dengan perlawanan kepala-kepala suku tersebut dan kemudian kembali ke Mekah tanpa keberhasilan. Lingkungan Mekah seukuran apapun sudah tak aman bagi beliau yang mana Nabi SAWW kembali ke kota ini dibawah perlindungan seorang yang bernama Muth'am bin 'Adi.[1] Akan tetapi pada periode ini pula datang permohonan beberapa orang penduduk Yatsrib untuk mengadakan pengukuhan Islam bagi Nabi Saw.
Orang Pertama yang Beriman dari Yatsrib
Pada hari-hari haji tamattu' dan umrah di bulan Rajab, Nabi Saw merasa lebih bebas dan melakuakan tabligh di tengah kabilah-kabilah. Salah satu dari pertemuan-pertemuan tersebut adalah Nabi Saw pergi menjumpai sekelompok orang-orang Yatsrib yang datang untuk berhaji, dan beliau menyatakan kenabian dirinya kepada mereka dan juga membacakan beberapa bagian dari al-Quran untuk mereka. Mereka yang mendengar ciri-cirinya dari orang Ahlulkitab berkata pada diri sendiri: “Inilah Nabi yang janji kedatangannya diketahui orang-orang Yahudi.”[2] Kemudian, oleh karena mereka mendengar perkataan Nabi Saw, hal tersebut menghasilkan keyakinan dan hati mereka menemukan kepercayaan.
Mereka berkata pada Nabi Saw: “Tahukah Anda bahwa antara Aus dan Khazraj terdapat pertentangan hebat. Kami semua berada (bergantung) pada belas kasih dan kemurahan hati Anda. Kami percaya yaitu dengan bertawakkal kepada Tuhan, untuk saat ini Anda tetaplah tinggal di Mekah kami (akan) kembali ke kaum kami sendiri dan menjelaskan kemuliaan serta derajat Anda, dan menyeru mereka kepada Tuhan dan Rasul-Nya, mungkin dengan melalui ini Allah Swt akan mendamaikan mereka dan mengharmonikan mereka satu dengan yang lain. Hari ini kami semua terkait permusuhan dan dendam sesama kami dan jika tiada terdapat perdamaian di antara kami, datanglah kepada kami, kami tidak dapat berkumpul (mengunjungi) anda kembali. Sekarang kami berjanji akan kembali pada musim haji tahun depan, Nabi Saw menyetujuinya dan mereka kembali serta menyeru kaumnya kepada Islam secara tersembunyi.[3]
Terdapat sedikit perbedaan mengenai jumlah orang-orang tersebut, sebagian menganggap mereka enam orang[4] dan bagi sebagian lain ada kemungkinan tujuh orang.[5] Begitulah, umumnya para sejarawan[6] menganggap mereka semua dari suku Khazraj.[7] Terdapat juga Perbedaan pendapat tentang nama-nama mereka yang mana umumnya orang-orang tersebut disebutkan dalam perjanjian itu: Abu Ammamah As'ad bin Zurarah bin 'Adas, 'Auf bin Harits bin Rafa'ah ('Auf bin 'Ufara'), Rafi' bin Malik bin 'Ajlan, Quthbah bin 'Amir bin Hadidah, Quthbah bin 'Amir bin Naabii dan Jabir bin 'Idulllah Rabbab.[8]
Dalam hal bahwa tahapan tersebut yaitu mengenai berimannya sebagian orang-orang madinah apakah kita menganggapnya sebagai perjanjian 'Aqabah ataukah tidak? Terdapat perbedaan pendapat; sebagian sejarawan menganggap perjanjian 'Aqabah ada tiga tahap pada dimana tahapan ini dianggap sebagai 'Aqabah pertama dan dua bai'at setelahnya dianggap sebagai 'Aqabah kedua dan ketiga.[9] Berlawanan dengan itu; pandangan kebanyakan ahli sejarah, yang tersimpul pada dua bai'at dan bai'at yang disebutkan sebelumnya tidak termasuk pada dua perjanjian 'aqabah.[10] Nampaknya pendapat ini adalah lebih baik; karena dalam masalah ini, orang Yatsrib tidak punya kewajiban apapun terhadap Nabi dan hanya berikhtiar akan Islam, berbeda dengan dua tahapan berikutnya yang setiap masing-masing boleh dianggap mendapat kewajiban-kewajiban dari orang-orang Yatsrib.
Perjanjian 'Aqabah Pertama
Dengan kembalinya rombongan tersebut ke Yatsrib, isu tentang Islam di daerah itu mulai beredar dan jumlah orang-orang yang berhasrat pada Islam menjadi bertambah. Tahun berikutnya duabelas orang[11] yang sebagiannya adalah orang-orang yang tahun sebelumnya telah beriman dan sebagian lain adalah orang-orang perolehan yang di tahun haji tersebut bergabung dengan mereka. Dari ke duabelas orang tersebut sepuluh orang dari kaum Khazraj dan dua orang dari Aus[12] dimana mereka datang menemui Nabi Saw di 'Aqabah dan mereka membaiat kepada Beliau.
Kandungan isi perjanjian tersebut adalah: “Janganlah kalian menyekutukan Allah, janganlah kalian mencuri, janganlah kalian mendekati zina, janganlah kalian membunuh anak-anak kandung kalian, janganlah kalian mencemarkan dan menfitnah, pada perbuatan baik janganlah kalian melanggar Rasulullah Saw, kelanjutan perjanjian tersebut Nabi Saw bersabda: “Jika kalian setia terhadap janji ini maka imbalan kalian adalah surga, dan jika tidak maka perbuatan kalian akan (kembali) kepada Allah, jika Allah menghendaki Ia akan menghukum dan jika Allah berkehendak Ia mengampuni”[13] baiat ini dikenal sebagai “bai'atun nisa'”; dan ini kemungkinan adalah oleh karena bai'at beliau seperti bai'at yang Nabi Saw lakukan kepada para perempuan; karena hingga hari itu Nabi Saw belum sampai bertugas untuk berperang dengan orang-orang kafir dan musyrik oleh sebab itu dalam berbaiat dengan mereka tidak terdapat syarat berperang.[14]
Orang-orang beriman ingin Nabi mengirim seorang muballigh bagi mereka untuk mengajarkan Quran dan Islam kepada mereka dan orang-orang Yatsrib. Rasulullah Saw memberikan tugas tersebut kepada Mus'ab bin 'Umair yang baru remaja,[15] sebelum Islam Mus'ab dimuliakan dan disayangi orang tuanya dan memiliki kehidupan yang mewah, ketika memilih Islam orang tuanya meninggalkannya dan mengucilkan dirinya, pemuda ini hidup bergabung dengan Nabi Saw serta terbelit penderitaan dan kesulitan, kondisi dan keadaannyapun terbalik[16] (dengan keadaan sebelumnya).
Perjanjian 'Aqabah Dua
Setelah perjanjian 'Aqabah Pertama, Islam berkembang di tengah penduduk Yatsrib, tahun berikutnya, Mush'ab bin 'Umair bersama dengan sekelompok orang Muslim Yatsrib datang ke Mekkah untuk bertemu dengan Nabi Saw, terdapat pula sekelompok yang belum beriman ikut bersama mereka. Mereka inilah yang membuat perjanjian dengan Rasulullah Saw yang di pertengahan hari-hari Tasyriq dan di 'Aqabah bertemu satu sama lain. Malam itu, dengan pelan-pelan dan tersembunyi tanpa diketahui orang-orang kafir, mereka datang ke 'Aqabah.[17] Jumlah mereka tujuh puluh orang laki-laki dan dua orang perempuan yang bernama Nasibah Binti Ka'ab dan Asma dari Bani Salamah.[18]
Abbas paman Nabi yang menyertai beliau pada pembukaan kata mengatakan: “Wahai kaum Khazraj (pada saat itu orang-orang Mekah menganggap kedua suku Khazraj dan Aus adalah satu dan mereka dianggap Khazraj) sebagaimana kalian ketahui Muhammad adalah orang yang mulia dan istimewa di tengah kami dan Ia ingin bergabung dengan kalian; jika kalian telah memutuskan demikian setialah pada janji kalian sendiri dan bela serta lindungilah Ia karena ini adalah untuk kalian dan masa depannya. Dan jika kalian bermaksud menghianatinya, maka saat ini juga tinggalkanlah Ia dimana ia dalam keadaan aman dan terhormat.”[19]
Namun terdapat beberapa peneliti yang dalam hal ini menolak bahwa pembicara tersebut adalah Abbas paman Nabi; karena waktu itu dia masih musyrik dan waktu-waktu berikutnya ia berperang melawan pasukan Islam dalam perang Badar.[20]
Selanjutnya, orang-orang Yatsrib menghadap Nabi dan berkata: “Engkau wahai Nabi Allah! Apapun yang engkau inginkan dari kami untuk diri engkau dan Tuhan engkau, katakanlah. Nabi berkata dan membacakan Quran serta memuji Islam. Kemudian berkata: kalian harus melindungi dan mempertahankan aku sebagaimana kalian melindungi anak-anak dan perempuan-perempun kalian. Setelah itu Bara' bin Ma'rur memegang tangan Nabi dan berkata: demi Tuhan yang Hak yang mengutus Anda, kami akan melindungi Anda seperti kami melindungi anak-anak (dan keluarga) kami sendiri.”[21] Dan dengan demikian kaum Ansarpun berubah menjadi pembela Nabi dan mereka melaksanakan untuk Islam dengan segala keteguhan hati dan penuh kesetiaan.
Berbai'atnya Nabi Saw dengan Kaum Ansar
Setelah bai'at, sebagian kaum Ansar merasa takut jika mereka membela Nabi, akan tetapi setelah kemenangan, Nabi kembali ke kaumnya sendiri dan membiarkan mereka; Abul Hisam bin Taihan Khattab berkata kepada Nabi: wahai Nabi Allah apa yang akan kami lakukan di antara kami dan masyarakat dengan cabang-cabangnya (sosial dan ragam kehidupan) yang berkelanjutan jika Tuhan memenangkanmu dan engkau kembali ke tengah kaummu sendiri dan engkau membiarkan kami dengan keadaan kami sendiri? Nabi berkata dengan satu senyuman:
«بل الدم الدم و الهدم الهدم، أنتم منی و أنا منکم، أسالم من سالمتم و أحارب من حاربتم»
Bahkan akan membutuhkan (cucuran) darah dan kehancuran setelah kehancuran (perbandingan dan tindakan semacamnya) kalian dari Aku dan Aku dari kalian, dengan siapapun yang akan kalian perangi (akan) aku perangi dan dengan siapapun kalian berdamai dan berdampingan aku (pun akan) berdamai.[22]
Pemilihan Ketua
Akhirnya Nabi Saw menerima duabelas orang dari mereka sebagai perwakilannya dan penanggung jawab urusan-urusan kaum Ansar: "Duabelas delegasi kalian pilih yang akan melaksanakan urusan kaum kalian" kemudian beliau berkata pada mereka: "Urusan kaum kalian adalah kalian sendiri dan kalian adalah pembimbing mereka seperti orang-orang Hawariunnya Isa bin Maryam, dan akupun adalah pembimbing kaumku sendiri" dan mereka berkata: "Demikianlah (seharusnya)".[23] [iQuest]
Untuk dakwah kepada masyarakat Tha'if beliau melakukan perjalanan ke daerah tersebut dimana beliau berhadapan dengan perlawanan kepala-kepala suku tersebut dan kemudian kembali ke Mekah tanpa keberhasilan. Lingkungan Mekah seukuran apapun sudah tak aman bagi beliau yang mana Nabi SAWW kembali ke kota ini dibawah perlindungan seorang yang bernama Muth'am bin 'Adi.[1] Akan tetapi pada periode ini pula datang permohonan beberapa orang penduduk Yatsrib untuk mengadakan pengukuhan Islam bagi Nabi Saw.
Orang Pertama yang Beriman dari Yatsrib
Pada hari-hari haji tamattu' dan umrah di bulan Rajab, Nabi Saw merasa lebih bebas dan melakuakan tabligh di tengah kabilah-kabilah. Salah satu dari pertemuan-pertemuan tersebut adalah Nabi Saw pergi menjumpai sekelompok orang-orang Yatsrib yang datang untuk berhaji, dan beliau menyatakan kenabian dirinya kepada mereka dan juga membacakan beberapa bagian dari al-Quran untuk mereka. Mereka yang mendengar ciri-cirinya dari orang Ahlulkitab berkata pada diri sendiri: “Inilah Nabi yang janji kedatangannya diketahui orang-orang Yahudi.”[2] Kemudian, oleh karena mereka mendengar perkataan Nabi Saw, hal tersebut menghasilkan keyakinan dan hati mereka menemukan kepercayaan.
Mereka berkata pada Nabi Saw: “Tahukah Anda bahwa antara Aus dan Khazraj terdapat pertentangan hebat. Kami semua berada (bergantung) pada belas kasih dan kemurahan hati Anda. Kami percaya yaitu dengan bertawakkal kepada Tuhan, untuk saat ini Anda tetaplah tinggal di Mekah kami (akan) kembali ke kaum kami sendiri dan menjelaskan kemuliaan serta derajat Anda, dan menyeru mereka kepada Tuhan dan Rasul-Nya, mungkin dengan melalui ini Allah Swt akan mendamaikan mereka dan mengharmonikan mereka satu dengan yang lain. Hari ini kami semua terkait permusuhan dan dendam sesama kami dan jika tiada terdapat perdamaian di antara kami, datanglah kepada kami, kami tidak dapat berkumpul (mengunjungi) anda kembali. Sekarang kami berjanji akan kembali pada musim haji tahun depan, Nabi Saw menyetujuinya dan mereka kembali serta menyeru kaumnya kepada Islam secara tersembunyi.[3]
Terdapat sedikit perbedaan mengenai jumlah orang-orang tersebut, sebagian menganggap mereka enam orang[4] dan bagi sebagian lain ada kemungkinan tujuh orang.[5] Begitulah, umumnya para sejarawan[6] menganggap mereka semua dari suku Khazraj.[7] Terdapat juga Perbedaan pendapat tentang nama-nama mereka yang mana umumnya orang-orang tersebut disebutkan dalam perjanjian itu: Abu Ammamah As'ad bin Zurarah bin 'Adas, 'Auf bin Harits bin Rafa'ah ('Auf bin 'Ufara'), Rafi' bin Malik bin 'Ajlan, Quthbah bin 'Amir bin Hadidah, Quthbah bin 'Amir bin Naabii dan Jabir bin 'Idulllah Rabbab.[8]
Dalam hal bahwa tahapan tersebut yaitu mengenai berimannya sebagian orang-orang madinah apakah kita menganggapnya sebagai perjanjian 'Aqabah ataukah tidak? Terdapat perbedaan pendapat; sebagian sejarawan menganggap perjanjian 'Aqabah ada tiga tahap pada dimana tahapan ini dianggap sebagai 'Aqabah pertama dan dua bai'at setelahnya dianggap sebagai 'Aqabah kedua dan ketiga.[9] Berlawanan dengan itu; pandangan kebanyakan ahli sejarah, yang tersimpul pada dua bai'at dan bai'at yang disebutkan sebelumnya tidak termasuk pada dua perjanjian 'aqabah.[10] Nampaknya pendapat ini adalah lebih baik; karena dalam masalah ini, orang Yatsrib tidak punya kewajiban apapun terhadap Nabi dan hanya berikhtiar akan Islam, berbeda dengan dua tahapan berikutnya yang setiap masing-masing boleh dianggap mendapat kewajiban-kewajiban dari orang-orang Yatsrib.
Perjanjian 'Aqabah Pertama
Dengan kembalinya rombongan tersebut ke Yatsrib, isu tentang Islam di daerah itu mulai beredar dan jumlah orang-orang yang berhasrat pada Islam menjadi bertambah. Tahun berikutnya duabelas orang[11] yang sebagiannya adalah orang-orang yang tahun sebelumnya telah beriman dan sebagian lain adalah orang-orang perolehan yang di tahun haji tersebut bergabung dengan mereka. Dari ke duabelas orang tersebut sepuluh orang dari kaum Khazraj dan dua orang dari Aus[12] dimana mereka datang menemui Nabi Saw di 'Aqabah dan mereka membaiat kepada Beliau.
Kandungan isi perjanjian tersebut adalah: “Janganlah kalian menyekutukan Allah, janganlah kalian mencuri, janganlah kalian mendekati zina, janganlah kalian membunuh anak-anak kandung kalian, janganlah kalian mencemarkan dan menfitnah, pada perbuatan baik janganlah kalian melanggar Rasulullah Saw, kelanjutan perjanjian tersebut Nabi Saw bersabda: “Jika kalian setia terhadap janji ini maka imbalan kalian adalah surga, dan jika tidak maka perbuatan kalian akan (kembali) kepada Allah, jika Allah menghendaki Ia akan menghukum dan jika Allah berkehendak Ia mengampuni”[13] baiat ini dikenal sebagai “bai'atun nisa'”; dan ini kemungkinan adalah oleh karena bai'at beliau seperti bai'at yang Nabi Saw lakukan kepada para perempuan; karena hingga hari itu Nabi Saw belum sampai bertugas untuk berperang dengan orang-orang kafir dan musyrik oleh sebab itu dalam berbaiat dengan mereka tidak terdapat syarat berperang.[14]
Orang-orang beriman ingin Nabi mengirim seorang muballigh bagi mereka untuk mengajarkan Quran dan Islam kepada mereka dan orang-orang Yatsrib. Rasulullah Saw memberikan tugas tersebut kepada Mus'ab bin 'Umair yang baru remaja,[15] sebelum Islam Mus'ab dimuliakan dan disayangi orang tuanya dan memiliki kehidupan yang mewah, ketika memilih Islam orang tuanya meninggalkannya dan mengucilkan dirinya, pemuda ini hidup bergabung dengan Nabi Saw serta terbelit penderitaan dan kesulitan, kondisi dan keadaannyapun terbalik[16] (dengan keadaan sebelumnya).
Perjanjian 'Aqabah Dua
Setelah perjanjian 'Aqabah Pertama, Islam berkembang di tengah penduduk Yatsrib, tahun berikutnya, Mush'ab bin 'Umair bersama dengan sekelompok orang Muslim Yatsrib datang ke Mekkah untuk bertemu dengan Nabi Saw, terdapat pula sekelompok yang belum beriman ikut bersama mereka. Mereka inilah yang membuat perjanjian dengan Rasulullah Saw yang di pertengahan hari-hari Tasyriq dan di 'Aqabah bertemu satu sama lain. Malam itu, dengan pelan-pelan dan tersembunyi tanpa diketahui orang-orang kafir, mereka datang ke 'Aqabah.[17] Jumlah mereka tujuh puluh orang laki-laki dan dua orang perempuan yang bernama Nasibah Binti Ka'ab dan Asma dari Bani Salamah.[18]
Abbas paman Nabi yang menyertai beliau pada pembukaan kata mengatakan: “Wahai kaum Khazraj (pada saat itu orang-orang Mekah menganggap kedua suku Khazraj dan Aus adalah satu dan mereka dianggap Khazraj) sebagaimana kalian ketahui Muhammad adalah orang yang mulia dan istimewa di tengah kami dan Ia ingin bergabung dengan kalian; jika kalian telah memutuskan demikian setialah pada janji kalian sendiri dan bela serta lindungilah Ia karena ini adalah untuk kalian dan masa depannya. Dan jika kalian bermaksud menghianatinya, maka saat ini juga tinggalkanlah Ia dimana ia dalam keadaan aman dan terhormat.”[19]
Namun terdapat beberapa peneliti yang dalam hal ini menolak bahwa pembicara tersebut adalah Abbas paman Nabi; karena waktu itu dia masih musyrik dan waktu-waktu berikutnya ia berperang melawan pasukan Islam dalam perang Badar.[20]
Selanjutnya, orang-orang Yatsrib menghadap Nabi dan berkata: “Engkau wahai Nabi Allah! Apapun yang engkau inginkan dari kami untuk diri engkau dan Tuhan engkau, katakanlah. Nabi berkata dan membacakan Quran serta memuji Islam. Kemudian berkata: kalian harus melindungi dan mempertahankan aku sebagaimana kalian melindungi anak-anak dan perempuan-perempun kalian. Setelah itu Bara' bin Ma'rur memegang tangan Nabi dan berkata: demi Tuhan yang Hak yang mengutus Anda, kami akan melindungi Anda seperti kami melindungi anak-anak (dan keluarga) kami sendiri.”[21] Dan dengan demikian kaum Ansarpun berubah menjadi pembela Nabi dan mereka melaksanakan untuk Islam dengan segala keteguhan hati dan penuh kesetiaan.
Berbai'atnya Nabi Saw dengan Kaum Ansar
Setelah bai'at, sebagian kaum Ansar merasa takut jika mereka membela Nabi, akan tetapi setelah kemenangan, Nabi kembali ke kaumnya sendiri dan membiarkan mereka; Abul Hisam bin Taihan Khattab berkata kepada Nabi: wahai Nabi Allah apa yang akan kami lakukan di antara kami dan masyarakat dengan cabang-cabangnya (sosial dan ragam kehidupan) yang berkelanjutan jika Tuhan memenangkanmu dan engkau kembali ke tengah kaummu sendiri dan engkau membiarkan kami dengan keadaan kami sendiri? Nabi berkata dengan satu senyuman:
«بل الدم الدم و الهدم الهدم، أنتم منی و أنا منکم، أسالم من سالمتم و أحارب من حاربتم»
Bahkan akan membutuhkan (cucuran) darah dan kehancuran setelah kehancuran (perbandingan dan tindakan semacamnya) kalian dari Aku dan Aku dari kalian, dengan siapapun yang akan kalian perangi (akan) aku perangi dan dengan siapapun kalian berdamai dan berdampingan aku (pun akan) berdamai.[22]
Pemilihan Ketua
Akhirnya Nabi Saw menerima duabelas orang dari mereka sebagai perwakilannya dan penanggung jawab urusan-urusan kaum Ansar: "Duabelas delegasi kalian pilih yang akan melaksanakan urusan kaum kalian" kemudian beliau berkata pada mereka: "Urusan kaum kalian adalah kalian sendiri dan kalian adalah pembimbing mereka seperti orang-orang Hawariunnya Isa bin Maryam, dan akupun adalah pembimbing kaumku sendiri" dan mereka berkata: "Demikianlah (seharusnya)".[23] [iQuest]
[1]. Silahkan merujuk: Ibnu Sa'ad Katib Waqidi, Muhammad Bin Sa'ad, al-Thabaqât al-Kubra, Riset oleh 'Atha, Muhammad Abdul Qadir, jil. 1, hal. 164-165, Beirut, Darul Kitab al-Alamiyah, Cet-pertama, 1410 H.
[2]. Ibnu Atsir Jazari, Ali Bin Muhammad, al-Kâmil fi al-Târikh, jil. 2, hal. 96, Beirut, dar Shadir, 1385 H.
[3]. Baihaqi, Abu Bakar Ahmad Bin Hussain, Dalâil al-Nubuwwah Ma’rifah Ahwâl Shâhibu al-Syari'ah, tahkik, Qal'aji, Abdul Mu'thi, jil. 2, hal. 431, beirut, Darul Kitab al-Alamiyah, Cet. Pertama, 1405 H.
[4]. Beladzuri, Ahmad Bin Yahya, Anshab al-Asyraf, tahkik, Zukkar, Suhail, Zarkli, Riyadh, jil. 1, hal. 239, Beirut, Darul Fikar, Cet. Pertama, 1417 H; Sholihi Damasqi, Muhammad Bin Yusuf,
[5]. Ibnu Shahr Ashub Mazandarani, Manâqib Ali Abi Thâlib ('alahim al-Salam), jil. 1, hal. 174, Qom, Terbitan 'Allamah, Cet. Pertama, 1379 H.
[6]. Ansab al-Asyrâf, jil. 1, hal. 239; Muqrizi, Taqiyuddin, Imtâ' al-Asma' Bimâ li al-Nabi min al-ahwâl wa al-Amwâl wa al-Hifdah wa al-Mataa', Riset oleh Namisi, Muhammad Abdul Hamid, jil. 1, hal. 50, Beirut, Darul Kutub al-Alamiyah, Cet. Pertama, 1420 H.
[7]. Beberapa dari para peneliti juga berpendapat 5 orang dari Khazraj dan satu dari Aus; Manaqib Ali Abi Thalib ('alahim al-Salâm), jil. 1, hal. 174.
[8]. Imtâ' al-Asmâ', jil. 1, hal. 50-51.
[9]. Ibnu Abdul Birr, Yusuf Bin Abdullah, al-Isti'âb Fi Makrifah al-Ashâb, Riset oleh al-Bajawi, Ali Muhammad, jil. 1, hal. 80, Beirut, Darul Jiil, Cet. Pertama, 1412 H; sablu al-Huda, jil. 3, hal. 194.
[10]. Ibnu Hisyam, Abdul Malik, al-Sirah al-Nabawiyah, tahkik, al-Saqaa, Mushtafa, al-Abyari, Ibrahim, Syalabi, Abdul Hafiz, jil. 1, hal. 431, Beirut, Darul Ma'rifah, Cet. Pertama,
Ansâb al-Asyrâf, jil. 1, hal. 239; Ibnu Katsir Damaskus, Ismail Bin Umar, al-Bidayah wa al-Nihayah, jil. 3, hal. 150, Beirut, Darul Fikar, 1407 H; Hilli, Raziuddin Ali Bin Yusuf, al-‘Adad al-Qawiyah li Daf’i al-Makhawif al-Yaumiyah, pentahkik, pentashih, Rajaai, Mahdi, Mar’asyi, Mahmud, hal. 119, Qom, perpustakaan Ayatullah Mar’asyi Najafi, Cet. Pertama, 1408 H.
Ansâb al-Asyrâf, jil. 1, hal. 239; Ibnu Katsir Damaskus, Ismail Bin Umar, al-Bidayah wa al-Nihayah, jil. 3, hal. 150, Beirut, Darul Fikar, 1407 H; Hilli, Raziuddin Ali Bin Yusuf, al-‘Adad al-Qawiyah li Daf’i al-Makhawif al-Yaumiyah, pentahkik, pentashih, Rajaai, Mahdi, Mar’asyi, Mahmud, hal. 119, Qom, perpustakaan Ayatullah Mar’asyi Najafi, Cet. Pertama, 1408 H.
[11]. Ibnu Jauzi, Abdul Rahman Bin Ali, al-Muntadzim, pentahkik, ‘Atha, Muhammad Abdul Qadir, ‘Atha, Muhammad Abdul Qadir, 'Atha, Mushtafa Abdul Qadir, jil. 3, hal. 32, Beirut, Darul Kutub al-'Alamiyah, Cet. Pertama, 1412 H; al-‘Adad al-Qawiyah li Daf’i al-Makhawif al-Yaumiyah, hal. 119.
[12]. Al-Thabaqât al-Kubra, jil. 1, hal. 171.
[13]. Al-Sirah al-Nabawiyah, jil. 1, hal. 433.
[14]. Ibid,
[15]. Al-isti'âb, jil. 4, hal. 1473.
[16]. Thabarsi, Fadhl Bin Hasan, I'lâm al-Wara bi A'lâm al-Hudâ, hal. 57, Tehran, Darul Kutub al-Islamiyah, Cet. III, 1390 H.
[17]. Ibnu Khaldun, Abdul Rahman Bin Muhammad, Diwân al-Mubtadâ' wa al-Khabar fi Târikh al-'Arab wal Barbar wa min 'Asirihum min Zawi al-Sya'ni al-Akbar (Tarikh Ibnu Khaldun), tahkik, Khalil Syahadah, jil. 2, hal. 418, Beirut, Darul Fikar, Cet. II, 1408 H.
[18]. Al-Kâmil, jil. 2, hal. 98-99.
[19]. Ibid,
[20] . Sebagai contoh, silahkan merujuk: Sayyid Ja'far Murthadha Omuli dinukil dari Mir Ssyarifi, Sayyid Ali, Darsnâmeh Ashnâyi Bâ Târikh Islâm (Payâm Âwar Rahmat), hal. 128, Bi'tsah Rahbari, tanpa tahun.
[21]. Al-Sirah al-Nabawiyah, jil. 1, hal. 454.
[22]. Al-Kâmil, jil. 2, hal. 99, Manâqib Ali Abi Thalib ('Alahim al-Salam), jil. 1, hal. 181.
[23]. Thabari, Abu Ja'far Muhammad Bin Jarir, Târikh al-Umam wal Muluk (Tarikh Thabari), Riset oleh Ibrahim, Muhammad Abul Fadhl, jil. 2, hal. 363, Beirut, Darul Turats, Cet. II, 1387 H.
«اخرجوا الى منکم اثنى عشر نقیبا، یکونون على قومهم بما فیهم فاخرجوا اثنى عشر نقیبا ... ثم قال للنقباء: أنتم على قومکم بما فیهم کفلاء، ککفالة الحواریین لعیسى بن مریم، و انا کفیل على قومى، قالوا: نعم»؛;
«اخرجوا الى منکم اثنى عشر نقیبا، یکونون على قومهم بما فیهم فاخرجوا اثنى عشر نقیبا ... ثم قال للنقباء: أنتم على قومکم بما فیهم کفلاء، ککفالة الحواریین لعیسى بن مریم، و انا کفیل على قومى، قالوا: نعم»؛;
Terjemahan dalam Bahasa Lain
Komentar