Advanced Search
Hits
11019
Tanggal Dimuat: 2009/06/03
Ringkasan Pertanyaan
Dalam perspektif agama Islam dan Syiah, dalam masalah-masalah apa sajakah manusia memiliki ikhtiar dan kebebasan?
Pertanyaan
Dalam perspektif agama Islam dan Syiah, dalam masalah-masalah apa sajakah manusia memiliki ikhtiar dan kebebasan?
Jawaban Global

Dengan merujuk pada teks-teks agama dan mencermati kandungan ayat-ayat dan riwayat, dapat ditemukan adanya pemahaman akan kebebasan manusia. Makna dari pernyataan ini bukanlah bahwa manusia memiliki kebebasan secara mutlak dan tidak ada satupun faktor atau kekuatan yang mampu memberikan pengaruh atau menguasainya, melainkan maksudnya adalah bahwa selain seluruh faktor dan kondisi adalah sesuai dengan kebijakan kodrat dan iradah Ilahi, manusia juga mempunyai kekuatan untuk melakukan suatu aktivitas, namun jika dia berkehendak, bisa saja dia tidak melakukannya atau memilih untuk melakukannya dengan cara yang lain. Jadi, manusia bertanggung jawab atas perbuatan yang dilakukan dengan iradah dan kehendaknya sendiri serta tidak ada keterpaksaan atau determinisme (jabr) mutlak yang menguasainya.

Jelaslah bahwa meskipun manusia adalah eksistensi yang bebas dan berkehendak, namun dalam membentuk struktur psikologis, merubah lingkungan alaminya dalam bentuk yang sesuai, dan pembentukan masa depannya sebagaimana yang dia kehendaki, dia masih tetap memiliki banyak keterbatasan, sehingga dikatakan bahwa kebebasan yang dimiliki manusia sebenarnya adalah kebebasan nisbi, yaitu kebebasan yang berbatas.

Dan meskipun manusia tidak mampu memisahkan dirinya secara sempurna dari hubungan keturunan, lingkungan alam, sosial, sejarah dan masa, akan tetapi hingga batasan tertentu dia mampu melakukan perlawanan terhadap keterbatasan-keterbatasan ini dan membebaskan dirinya dari kaidah-kaidah hukum faktor-faktor ini. Pada prinsipnya, dari satu sisi, dengan hukum kekuatan akal dan ilmu, dan dari sisi lain dari kekuatan kehendak, iradah dan iman, manusia mampu menciptakan perubahan-perubahan dalam faktor-faktor ini lalu menciptakannya sesuai dengan keinginannya dan mengarahkan dirinya menjadi penentu dari takdirnya sendiri.

Jawaban Detil

Kebebasan manusia bisa dipahami dengan merujuk pada teks-teks agama dan mencermati kandungan ayat-ayat serta riwayat. Namun makna dari pernyataan ini bukanlah bahwa manusia adalah makhluk yang memiliki kebebasan secara mutlak dan tidak ada satupun faktor maupun kekuatan yang mampu memberikan pengaruh dan menguasai perbuatan dan perilakunya, melainkan maksudnya adalah bahwa selain seluruh faktor dan kondisi-kondisi tersebut tetap bergantung pada kebijakan kodrat dan iradah Ilahi, manusia juga mempunyai kodrat dan kemampuan untuk melakukan suatu perbuatan atau aktivitas yang jika dia berkehendak maka bisa saja dia tidak melakukannya atau memilih untuk melakukan aktivitas atau perbuatan tersebut dengan cara yang lain. Jadi, manusia bertanggung jawab terhadap amal dan perbuatan yang dilakukannya dengan kehendaknya sendiri dan tidak ada keterpaksaan mutlak yang menguasainya.[1]

Terdapat berbagai tafsir yang dilontarkan para ahli kalam dan filosof Islam tentang teori ini, dimana tafsir dari Sadra al-Mutaalihin merupakan tafsir yang paling mendalam dan terindah di antara seluruh tafsir-tafsir yang ada.

Mulla Sadra mengatakan, "Fenomena keberadaan dengan segala perbedaan yang dimilikinya dari sisi dzat, sifat dan aktualisasinya dan juga dengan segala perbedaannya dari sisi dekat dan jauhnya dari sumber penciptaan, mereka memiliki kesamaan dalam satu hal. Dan kesamaan tersebut terletak pada terdapatnya satu hakikat Ilahi yang melingkupi keseluruhan mereka. Hakikat Ilahi ini (yaitu keberadaan mutlak) selain tidak berangkap dan tunggal, juga melingkupi seluruh dimensi alam eksistensi, tidak ada satu atom pun di dalam keluasan alam ini yang keluar dari hakikat Ilahi dan nurul anwar ini.

Oleh karena itu, karena dalam mekanisme penciptaan, tingkat dan keberadaan setiap fenomena merupakan tingkat dan fenomena Tuhan, maka perbuatan setiap fenomena pun merupakan perbuatan Tuhan. Tentu saja maksudnya bukanlah bahwa misalnya perbuatan Ahmad tidak terkait pada-Nya, akan tetapi maksudnya adalah bahwa perbuatan Ahmad selain secara hakiki merupakan perbuatannya sendiri, pada hakikatnya juga merupakan perbuatan Tuhan.

Kesimpulannya, sebagaimana halnya keberadaan Ahmad, indera dan karakteristik-karakteristiknya bisa dinisbatkan kepadanya, maka perbuatan dapat dinisbatkan pula kepadanya, dan kedua nisbat (atribut) ini merupakan nisbat yang hakiki. Jadi, dengan demikian, pemikiran jabr tidaklah benar. Keberadaan Ahmad selain merupakan keberadaannya, secara hakiki apa yang bisa dinisbatkan kepadanya bisa dinisbatkan pula kepada Tuhan, karena pancaran wujud dan keagungan wujud bersumber dari Tuhan.

Ilmu, iradah, kehendak, gerak, diam dan segala yang diperbuat Ahmad selain secara hakikat bisa dinisbatkan kepadanya, hal ini pun memiliki nisbat yang hakiki kepada Tuhan. Jadi, pada hakikatnya manusia adalah pelaku serta pemicu perbuatan-perbuatannya sendiri.

Tentu jelaslah bahwa manusia selain merupakan eksistensi yang bebas dan berkehendak untuk menciptakan struktur psikologisnya sendiri, merubah lingkungan alaminya dalam bentuk yang sesuai dengan dirinya dan menciptakan masa depannya sendiri sebagaimana yang diinginkannya, tetap memiliki banyak keterbatasan-keterbatasan dan kebebasan yang dimilikinya merupakan kebebasan yang semu, yaitu kebebasan yang berada di dalam lingkaran terbatas.

Dan keterbatasan-keterbatasan manusia ini muncul karena beberapa faktor berikut:

1.       Genetik

Manusia terlahir dengan tabiat dan karakteristik manusia, dan karena kedua orang tuanya adalah manusia, maka mau tak mau dan terpaksa ataupun tidak, dia tetap akan terlahir sebagai seorang manusia. Pada sisi yang lain, ayah dan ibunya pun terlahir dari rangkaian silsilah panjang yang membawa sifat-sifat genetik semacam warna kulit, mata dan karakteristik-karakteristik lainnya, dimana seluruhnya ini tidak dimilikinya berdasarkan pilihan melainkan terpaksa dan secara deterministik (jabr) telah menurun dan diwariskan kepada mereka.

 

2.       Lingkungan alam dan letak geografis

Lingkungan alam dan letak geografis manusia dan suatu kawasan yang tumbuh di suatu daerah, secara disadari maupun tidak merupakan sebuah rangkaian silsilah warisan yang terpaksa harus diterima oleh fisiologi dan psikologis manusia. Daerah yang berhawa panas atau dingin, demikian juga padang sahara, pegunungan ataukah pesisir akan memberikan pengaruh terhadap fisik, akhlak dan psikologis seseorang.

 

3.       Lingkungan sosial

Lingkungan sosial seorang manusia merupakan faktor yang sangat penting dalam pembentukan karakteristik mental dan akhlak manusia. Bahasa, kultur umum dan sosial, agama dan mazhab yang terdapat pada sebuah daerah, biasanya merupakan persoalan-persoalan yang telah ditanggung oleh manusia di daerah tersebut selama sekian waktu.[2]

Al-Quran, selain menyepakati adanya pengaruh alam, kepribadian, niat, kekuatan, hidup, mati, ajal, ketaatan dan kelalaian untuk masyarakat, dan menganggap bahwa masyarakat memberikan pengaruh dalam perilaku dan tindak tanduk manusia, secara tegas juga mengatakan bahwa seseorang memiliki kemungkinan untuk menyimpang dari aturan-aturan masyarakat.

Pada surah an-Nisa ayat ke 97 tentang sekelompok orang yang menamakan dirinya sebagai orang-orang "mustadh'afin" dan tertindas mengisyaratkan akan tidak diterimanya alasan mereka dengan berfirman, "Bukankah bumi Allah itu luas sehingga kamu bisa berhijrah?"

Atau di tempat lain berfirman, "Hai orang-orang yang beriman, jagalah dirimu; tiadalah orang yang sesat itu akan memberi mudarat kepadamu apabila kamu telah mendapat petunjuk." (Qs. Al-Maidah [5]:105)

 

4.       Sejarah dan kejadian yang telah berlalu

Masa lalu dan peristiwa-peristiwa yang terjadi pada waktu yang telah lewat pun memberikan peran yang tidak sedikit dalam pembentukan manusia. Secara global di antara masa lalu dan masa datang setiap eksistensi terdapat interaksi dan hubungan yang sangat jelas, karena masa lalu merupakan nutfah dan inti dari bagi masa yang akan datang.

Kesimpulannya adalah bahwa meskipun manusia tidak mampu memisahkan dirinya secara sempurna dari hubungannya dengan unsur-unsur genetik, lingkungan alam, lingkungan sosial, sejarah dan masa, akan tetapi hingga batasan tertentu manusia tetap bisa melawan dan menghilangkan keterbatasan dan membebaskan dirinya dari kaidah dan norma-norma dari faktor-faktor ini.

Manusia dengan hukum kekuatan akal dan ilmunya, dari satu sisi, dan kekuatan kehendak serta iman yang dimilikinya, dari sisi yang lain akan bisa menciptakan perubahan-perubahan dalam faktor-faktor ini dan menyesuaikannya dengan keinginannya sendiri serta menjadikan dirinya sebagai pemilik takdirnya sendiri.[3]

Kita bukanlah mengingkari faktor-faktor genetik, biologis, dan alam yang nyata-nyata mampu memberi peran dalam membentuk karakteristik dan perilaku manusia, akan tetapi bukan merupakan suatu hal yang tidak mungkin bagi kita untuk meminimalisasikan pengaruh dari seluruh faktor genetik dan struktur biologis tersebut dalam pembentukan karakteristik dan perilaku manusia serta menganggap ketiadaan dimensi spiritual dan non materi.

Dengan telah terbuktinya keberadaan jiwa non materi, bisa diketahui bahwa kehendak bebas manusia adalah berasal dari kemampuan-kemampuan jiwa non materi, dan dengan memperhatikan kehendak bebas manusia, meskipun peran faktor-faktor alam, aksi dan reaksi fisika dan kimiawi bisa diterima, akan tetapi poin yang perlu mendapat penegasan adalah bahwa peran dari persoalan-persoalan ini tidak sampai pada batasan menegasikan kehendak manusia.

Apakah kita tidak mengetahui bahwa selama ini kita senantiasa bertahan dengan keberadaan faktor-faktor eksternal dan pengaruh mereka dalam memicu sebagian dari kecenderungan dan aksi-reaksi fisika dan kimiawi? Kita telah mengalami hal-hal semcam ini dalam kehidupan sehari-hari kita dan banyak contoh-contoh lainnya.

Hukum keturunan pun tidak meniscayakan bahwa seorang anak yang membawa sebagian dari kekhususan orang tua atau nenek moyangnya tidak memiliki sedikitpun pilihan. Manusia pun bisa berkehendak dan berperilaku lain yang berlawanan dengan keniscayaan seluruh faktor-faktor ini.[]

 

Literatur untuk telaah lebih jauh:

Muhammad Taqi Ja'fari, Jabr wa Ikhtiar.

Ja'far Subhani, Sarnewest az Didgoh-e Ilm wa Falsafeh.

Sayyid Mujammad Baqir Shadr, Insan mas'ul wa Tarikh Saz.

Murtadha Muthahhari, Insan wa Sarnewest.

Muhammad Taqi Misbah, Ma'arif-e Quran (Khudo Syenosi, Keihan Syenasi, Insan Syenasi)



[1] . Ahmad Wa'idzi, Insan az Didgoh-e Islam, hal. 12, Qom, Daftar Hamkari Hauzah wa Donesygoh, 1375.

[2] . Murthadha Muthahhari, Muqadimeh-I bar Jahon Bini Islami, hal. 270-271, Intisyarat Sadhra, Qom.

[3] . Murtadha Muthahhari, Muqadimeh bar Jahonbini-ye Islami, hal. 272-330.

Terjemahan dalam Bahasa Lain
Komentar
Jumlah Komentar 0
Silahkan Masukkan Redaksi Pertanyaan Dengan Tepat
contoh : Yourname@YourDomane.ext
Silahkan Masukkan Redaksi Pertanyaan Dengan Tepat
<< Libatkan Saya.
Silakan masukkan jumlah yang benar dari Kode Keamanan

Klasifikasi Topik

Pertanyaan-pertanyaan Acak

Populer Hits

  • Ayat-ayat mana saja dalam al-Quran yang menyeru manusia untuk berpikir dan menggunakan akalnya?
    261144 Tafsir 2013/02/03
    Untuk mengkaji makna berpikir dan berasionisasi dalam al-Quran, pertama-tama, kita harus melihat secara global makna “akal” yang disebutkan dalam beberapa literatur Islam dan dengan pendekatan ini kemudian kita dapat meninjau secara lebih akurat pada ayat-ayat al-Quran terkait dengan berpikir dan menggunakan akal dalam al-Quran. Akal dan pikiran ...
  • Apakah Nabi Adam merupakan orang kedelapan yang hidup di muka bumi?
    246265 Teologi Lama 2012/09/10
    Berdasarkan ajaran-ajaran agama, baik al-Quran dan riwayat-riwayat, tidak terdapat keraguan bahwa pertama, seluruh manusia yang ada pada masa sekarang ini adalah berasal dari Nabi Adam dan dialah manusia pertama dari generasi ini. Kedua: Sebelum Nabi Adam, terdapat generasi atau beberapa generasi yang serupa dengan manusia ...
  • Apa hukumnya berzina dengan wanita bersuami? Apakah ada jalan untuk bertaubat baginya?
    230053 Hukum dan Yurisprudensi 2011/01/04
    Berzina khususnya dengan wanita yang telah bersuami (muhshana) merupakan salah satu perbuatan dosa besar dan sangat keji. Namun dengan kebesaran Tuhan dan keluasan rahmat-Nya sedemikian luas sehingga apabila seorang pendosa yang melakukan perbuatan keji dan tercela kemudian menyesali atas apa yang telah ia lakukan dan memutuskan untuk meninggalkan dosa dan ...
  • Ruh manusia setelah kematian akan berbentuk hewan atau berada pada alam barzakh?
    214919 Teologi Lama 2012/07/16
    Perpindahan ruh manusia pasca kematian yang berada dalam kondisi manusia lainnya atau hewan dan lain sebagainya adalah kepercayaan terhadap reinkarnasi. Reinkarnasi adalah sebuah kepercayaan yang batil dan tertolak dalam Islam. Ruh manusia setelah terpisah dari badan di dunia, akan mendiami badan mitsali di alam barzakh dan hingga ...
  • Dalam kondisi bagaimana doa itu pasti dikabulkan dan diijabah?
    176243 Akhlak Teoritis 2009/09/22
    Kata doa bermakna membaca dan meminta hajat serta pertolongan.Dan terkadang yang dimaksud adalah ‘membaca’ secara mutlak. Doa menurut istilah adalah: “memohon hajat atau keperluan kepada Allah Swt”. Kata doa dan kata-kata jadiannya ...
  • Apa hukum melihat gambar-gambar porno non-Muslim di internet?
    171560 Hukum dan Yurisprudensi 2010/01/03
    Pertanyaan ini tidak memiliki jawaban global. Silahkan Anda pilih jawaban detil ...
  • Apakah praktik onani merupakan dosa besar? Bagaimana jalan keluar darinya?
    168044 Hukum dan Yurisprudensi 2009/11/15
    Memuaskan hawa nafsu dengan cara yang umum disebut sebagai onani (istimna) adalah termasuk sebagai dosa besar, haram[1] dan diancam dengan hukuman berat.Jalan terbaik agar selamat dari pemuasan hawa nafsu dengan cara onani ini adalah menikah secara syar'i, baik ...
  • Siapakah Salahudin al-Ayyubi itu? Bagaimana kisahnya ia menjadi seorang pahlawan? Silsilah nasabnya merunut kemana? Mengapa dia menghancurkan pemerintahan Bani Fatimiyah?
    158079 Sejarah Para Pembesar 2012/03/14
    Salahuddin Yusuf bin Ayyub (Saladin) yang kemudian terkenal sebagai Salahuddin al-Ayyubi adalah salah seorang panglima perang dan penguasa Islam selama beberapa abad di tengah kaum Muslimin. Ia banyak melakukan penaklukan untuk kaum Muslimin dan menjaga tapal batas wilayah-wilayah Islam dalam menghadapi agresi orang-orang Kristen Eropa.
  • Kenapa Nabi Saw pertama kali berdakwah secara sembunyi-sembunyi?
    140884 Sejarah 2014/09/07
    Rasulullah melakukan dakwah diam-diam dan sembunyi-sembunyi hanya kepada kerabat, keluarga dan beberapa orang-orang pilihan dari kalangan sahabat. Adapun terkait dengan alasan mengapa melakukan dakwah secara sembunyi-sembunyi pada tiga tahun pertama dakwahnya, tidak disebutkan analisa tajam dan terang pada literatur-literatur standar sejarah dan riwayat. Namun apa yang segera ...
  • Kira-kira berapa usia Nabi Khidir hingga saat ini?
    133997 Sejarah Para Pembesar 2011/09/21
    Perlu ditandaskan di sini bahwa dalam al-Qur’an tidak disebutkan secara tegas nama Nabi Khidir melainkan dengan redaksi, “Seorang hamba diantara hamba-hamba Kami yang telah Kami berikan kepadanya rahmat dari sisi Kami, dan yang telah Kami ajarkan kepadanya ilmu dari sisi Kami.” (Qs. Al-Kahfi [18]:65) Ayat ini menjelaskan ...