Please Wait
36264
Hijab secara leksikal bermakna tirai, penghalang dan sesuatu yang menjadi penghalang atau pembatas antara dua hal. Akan tetapi sebagaimana yang disebutkan para penafsir (mufassir) dan periset (muhaqqiq); redaksi hijab bermakna pakaian wanita. Hijab adalah sebuah terminologi yang mengemuka pada masa kita sekarang ini dan merupakan sebuah terminologi baru. Pada masa lalu yang digunakan khususnya dalam pada terminologi para juris adalah redaksi "satr" yang bermakna pakaian. Dalam perspektif sejarah, hijab bermakna pakaian wanita, sebelum kedatangan Islam dan agama-agama lainnya terdapat dalam berbagai ragam bentuk dan Islam membatasi ruang lingkupnya.
Pakaian wanita pada masa Nabi Saw adalah pakaian yang umum dikenakan dan digunakan pada masa tersebut; artinya kaum perempuan menutupi badan mereka dan membungkus kepalanya dengan kerudung. Akan tetapi sebagian telinga, leher dan bagian dadanya kelihatan kemudian turun ayat yang memerintahkan Rasulullah Saw untuk menutup yang sebagian itu sehingga keindahan mereka tidak nampak dan terlihat.
Redaksi "hijab" secara leksikal bermakna tirai, pembatas dan sesuatu yang menjadi penghalang antara dua hal.[1] Akan tetapi sebagaimana yang disebutkan para penafsir dan periset, redaksi hijab bermakna pakaian wanita, adalah sebuah terminologi yang kebanyakan dijumpai pada masa belakangan. Artinya bahwa hijab merupakan sebuah terminologi baru. Apa yang digunakan oleh orang-orang terdahulu khususnya di kalangan fuqaha, adalah terminologi "satr" yang bermakna pakaian.[2]
Keharusan dan kewajiban menutup aurat bagi kaum perempuan di hadapan kaum pria asing (non-mahram) merupakan salah satu masalah penting dalam Islam. Dalam al-Qur'an disebutkan bahwa hijab dimaksudkan untuk kesempurnaan, kemajuan perempuan dan juga untuk menciptakan suasana yang sehat dalam lingkungan keluarga dan masyarakat karena itu hijab wajib bagi kaum perempuan. Menurut catatan sejarah, hijab yang bermakna pakaian wanita, sebelum Islam di dunia dan pada agama-agama lainnya digunakan dalam ragam bentuk. Dan hal ini bukan merupakan hukum ta'sisi; artinya Islam tidak menciptakan hijab ini, melainkan menerimanya. Sebagaimana hal tersebut dapat disimpulkan pada masa Rasulullah Saw, Islam memperluas batasannya dan mengokohkannya.
Di Iran, masa sebelum kedatangan Islam, juga di kalangan kaum Yahudi, di India, terdapat penerapan hijab-hijab secara ketat. Pada masa Iran kuno, bahkan ayah-ayah dan saudara-saudara (sendiri) adalah non-mahram bagi wanita yang bersuami.[3]
Karena itu, menurut catatan sejarah disebutkan bahwa para wanita pada masa Rasulullah Saw mengenakan hijab, akan tetapi bukan hijab sempurna. Para wanita Arab biasanya memakai busana-busana sehingga bagian depan baju (kerah), lingkaran leher, dada terlihat.
Kerudung yang dikenakan adalah untuk menutup kepala, bagian-bagian bawahnya diturunkan hingga menujulur ke bagian belakang punggung, wajar kalau kedua telinga, bagian depan dada, dan leher terlihat oleh orang-orang.[4] Kesimpulannya hijab kaum perempuan pada masa Rasulullah Saw bentuknya seluruh badan mereka tertutup, demikian juga kerudung yang mereka gunakan untuk menutup kepala, akan tetapi sebagian dari bagian dada, lehernya, dan tempat-tempat yang menawarkan keindahan dan mempesona syahwat kaum pria terbuka. Imam Shadiq As bersabda: "Suatu hari yang terik Madinah, seorang wanita cantik melintas. Ia mengenakan kerudung untuk menutup bagian belakangnya, (namun) lingkaran leher dan kedua telinganya kelihatan. Salah seorang sahabat Rasulullah berpapasan dengannya. Pemandangan indah yang hadir di hadapannya ini sangat menarik perhatiannya. Sedemikian ia terpesona menatap wanita cantik tersebut sehingga ia lalai dengan kondisi di sekelilingnya dan tidak memperhatikan jalan di hadapannya. Wanita cantik tersebut masuk sebuah lorong dan pemuda itu menguntitnya dengan pandangannya. Tiba-tiba ada tulang atau kaca mengenai dan melukai wajahnya. Tatkala ia sadar, darah telah meleleh dari wajah dan kepalanya. Dengan kondisi seperti itu, ia menghadap kepada Rasulullah dan menceritakan kejadian ini.[5] Di sinilah ayat tentang hijab diturunkan, "Katakanlah kepada kaum wanita yang beriman, “Hendaklah mereka menahan pandangan dan memelihara kemaluan mereka, dan janganlah mereka menampakkan perhiasan mereka, kecuali yang (biasa) nampak darinya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung ke dada (supaya dada dan leher mereka tertutupi), dan janganlah menampakkan perhiasan mereka, kecuali kepada suami mereka, ayah mereka, ayah suami mereka, putra-putra mereka, putra-putra suami mereka, saudara-saudara laki-laki mereka, putra-putra saudara laki-laki mereka, putra-putra saudara perempuan mereka, wanita-wanita seagama mereka, budak-budak yang mereka miliki, laki-laki kurang akal yang ikut bersama mereka dan tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita), atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita. Dan pada saat berjalan, janganlah mereka memukulkan kaki mereka agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. Dan bertobatlah kamu sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung.” (Qs. Al-Nur [24]:31)
Jelas bahwa ayat ini berkedudukan untuk menjelaskan keluasan batasan pakaian dan hijab; karena bagian-bagian lain badan ditutupi dengan jubah-jubah yang umum dikenakan orang pada saat itu dan hanya bagian-bagian dada dan leher yang terbuka.[6]
Apa yang harus kita soroti dari ayat ini adalah redaksi "wal yadhribna bikhumurihinnah 'ala juyubihinna" (Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung ke dada [supaya dada dan leher mereka tertutupi]) " Raghib dalam Mufradat-nya berkata: Derivat kata khumr bermakna menutup sesuatu dan apa yang digunakan untuk menutup sesuatu disebut sebagai khumâr. Akan tetapi, urf (masyarakat) mengkhususkan bahwa apa yang digunakan oleh kaum perempuan untuk menutupi kepalanya disebut sebagai khumâr.[7] Disebutkan bahwa tatkala ayat ini diturunkan, para wanita mengumpulkan selendang dan kerudungnya kemudian menjulurkannya pada bagian belakang dan dada-dada mereka yang terbuka.[8]
Karena itu, makna ayat ini adalah bahwa para wanita seyogyanya meletakkan kerudungnya di bagian dadanya dan kerah sehingga lingkaran leher dan dadanya tertutupi.
Ibnu Abbas dalam tafsirnya terhadap ayat ini berkata: Artinya bahwa wanita harus menutupi rambut, dada, lingkaran leher dan dagunya.[9] Diriwayatkan dari Aisyah: Tatkala ayat 31 surah an-Nur ini turun, "Aku tidak melihat wanita yang lebih baik daripada kaum wanita Anshar tatkala ayat ini diturunkan.[10][]
[1]. Ibnu Manshur, Lisân al-'Arab, klausul ha-ja-ba.
[2]. Tafsir Nemune, jil. 17, hal. 402; Murtadha Muthahhari, Mas'ale-ye Hijab, hal. 78.
[3]. Will Durant, Târikh-e Tamaddun (History of Civilization), jil. 12, hal. 30; jil. 1, hal. 552.
[4]. Murthadha Muthahhari, Majmu-e Atsar, jil. 19, hal. 484-485.
[5]. Faidh Kasyani, Tafsir Shâfi, jil. 5, hal. 230; Majmu'e Atsar, Murthadha Muthahhari, jil. 19, hal. 485.
[6]. Untuk telaah lebih jauh, silahkan lihat indeks: Batasan Hijab Wanita, Pertanyaan 495 (Site: 536)
[7]. Raghib Isfahani, Mufradât Alfâz Qur'ân, klausul, khu-m-r.
[8]. Sayid Ali Akbar Qarasyi, Qâmus Qur'ân, jil. 2, klausul ha-ja-ba.
[9]. Thabarsi, Majma' al-Bayân, jil. 4, hal. 138.
[10]. Ma raitu nisâ'an khairân min nisâi al-Anshâr, lamma nazalat hadzihi al-ayat… Tafsir Kasyyaf.