Please Wait
14904
- Share
Terdapat beberapa pendapat sehubungan dengan pernikahan Imam Husain As dengan Syahrbanu yang menjadi tawanan pasukan Islam; karena pada sebagian riwayat tercatat bahwa Syahrbanu menjadi tawanan pasukan Islam pada masa pemerintahan Umar. Sebagian lainnya berpendapat pada masa khilafah Usman. Demikian juga tercatat beberapa nama untuknya dan untuk ayahnya.
Dengan memperhatikan hal ini nampaknya sulit bagi kita untuk menyatakan pendapat pasti terkait dengan apakah ia adalah seorang berbangsa Persia (dan wanita bernama Syahrbanu) istri Imam Husain As dan ibunda Imam Sajjad As.
Terdapat beberapa pendapat di antara sejarawan dan ahli hadis sehubungan dengan pernikahan Imam Husain As dengan putri Yazdgerd III (Syahrbanu):
- Syaikh Shaduq Ra sekaitan dengan ibunda Imam Zain al-Abidin As menyebutkan hadis ini bahwa Sahl bin Qasim Nusyjani berkata, “Imam Ridha As berkata kepadaku di Khurasan: Terdapat hubungan kekerabatan di antara kami dan kalian.” Saya berkata, “Kekerabatan apa itu?” Imam Ridha As bersabda, “Tatkala Abdullah bin Amir bin Kiriz menaklukkan Khurasan, ia menemukan dua putri dari putri-putri Yazdgerd Raja Iran dan membawa keduanya ke hadapan Usman bin Affan. Usman bin Affan memberikan yang pertama kepada Imam Hasan dan yang kedua kepada Imam Husain As. Kedua putri ini wafat setelah melahirkan. Istri Imam Husain As melahirkan Imam Sajjad As. Setelah wafatnya istri Imam Husain, salah satu kaniz (budak perempuan) Imam Husain As yang merawat Imam Sajjad As.”[1] Berdasarkan riwayat ini, putri Yazdgerd dibawa ke Madinah pada masa pemerintahan Usman bin Affan bukan pada masa pemerintahan Umar bin Khattab. Syaikh Abbas Qummi, tentang riwayat ini, berkata, “Hadis ini berseberangan dengan hadis-hadis yang menyatakan bahwa putri Yazdgerd dibawa pada masa pemerintahan Umar bin Khattab dan hadis-hadis tersebut adalah hadis-hadis yang lebih masyhur dan lebih kuat.”[2]
- Kulaini Ra sehubungan dengan identitas ibunda Imam Sajjad As menyebutkan hadis ini, “Tatkala putri Yadzgerd dibawa ke hadapan Umar, gadis-gadis Madinah datang untuk melihatnya dan ketika ia memasuki masjid, maka masjid menjadi terang dengan sinarnya. Umar menatapnya, sang putri segera menutupi wajahnya dan berkata, “Af biruj bada hormoz (Celaka, nasib Hormoz telah menjadi hitam)!” Umar berkata, “Putri ini berkata tidak senonoh kepadaku!” sambil berbalik kepadanya. Amirul Mukminin Ali As berkata kepada Umar, “Engkau tidak memiliki hak untuk mencelakakannya. Berikanlah pilihan kepadanya untuk memilih pria dari kaum Muslimin dan hitunglah saham pampasan perangnya.” Umar memberikan pilihan kepadanya. Sang Putri mendatangi dan meletakkan tangannya di atas kepala Imam Husain As. Ali berkata kepadanya, “Siapakah gerangan namamu?” “Jahan Syah,” Pungkas putri tersebut. Imam Ali As berkata, “(Tidak) Engkau adalah Syahrbanu.” Kemudian Imam Ali berkata kepada Imam Husain As: “Wahai Aba Abdillah! Putri ini adalah sebaik-baik wanita di muka bumi yang terlahir untukmu dan Ali bin Husain akan lahir darinya. Ia akan dipanggil sebagai Ibnu al-Khiyaratain (Putra dua pilihan); karena merupakan pilihan Allah dari bangsa Arab (Hasyim) dan dari ‘Ajam (Fars).”[3]
Riwayat ini telah mendapat kritikan dari sudut pandang sanad dan matan dari kalangan peneliti; misalnya disebutkan, “Dalam sanad riwayat ini terdapat seseorang bernama, Amru bin Syimr yang merupakan orang lemah dan tidak dapat dipercaya dalam pandangan ulama Rijal.[4]
Dari sudut pandang matan (teks riwayat) juga mengandung banyak isykalan misalnya:
- Tertawanannya putri Yazdgerd adalah sebuah cerita yang patut diragukan.
- Pernikahan Imam Husain As dengan putri seperti ini pada masa seperti itu juga patut diragukan; karena sesuai dengan riwayat pertama putri ini tertawan pada penaklukan Khurasan yaitu pada tahun 22 Hijriah dan pada masa pemerintahan Usman sementara riwayat kedua menyebutkan pada masa pemerintahan Umar yang apabila hal ini dijadikan sebagai kriteria maka usia Imam Husain pada masa penaklukan Iran kira-kira antara 10 dan 11 tahun; karena penaklukan Iran terjadi pada tahun kedua pemerintahan Umar. Karena itu sangat jauh kemungkinan Imam menikah pada usia seperti ini.
- Litetarur-literatur sejarah pertama dan riwayat juga berbeda pendapat tentang nasab (garis keturunan) ibunda Imam Sajjad As. Sebagian sejarawan seperti Ya’qubi (wafat tahun 284 H),[5] Muhammad bin Hasan Qummi,[6] Kulaini (wafat tahun 329 H), Muhamad bin Hasan Shaffar Qummi[7] (W 290 H), Allamah Majlisi,[8] Syaikh Shaduq (W 381 H),[9] Syaikh Mufid (W 413 H),[10] memandangnya sebagai putri Yazdgerd meski mereka tidak sepakat tentang namanya.
Sebagai bandingan pendapat ini, sebagaian literatur lawas dan anyar menyebutkan pandangan-pandangan lain terkait dengan tempat penawanannya seperti Siistan, Sinad, ada yang menyebutkan Kabul dan kebanyakan literatur tanpa menyebutkan tempat penawanannya. Ia hanya disebut sebagai Ummu Walad (kaniz yang memiliki anak).[11]
Sebagian menyebutkan nama-nama orang-orang besar Iran seperti Subhan, Sanjan, Nusyjan dan Syairwiyah sebagai ayahnya.
Untuk mengkritisi dan mengkaji riwayat-riwayat ini kita tidak dapat bersandar pada pembahasan-pembahasan sanad riwayat-riwayat ini; karena tidak satu pun riwayat yang memiliki sanad yang kuat. Di samping itu, kebanyakan literatur sejarah seperti Târikh Ya’qubi mengutip riwayat-riwayat dalam bukunya tanpa menyebutkan sanad-sanad.
Karena itu kita hanya dapat mengkaji kandungan riwayat ini dengan beberapa kritikan sebagai berikut:
- Kritikan yang paling penting atas riwayat ini adalah adanya perbedaan riwayat-riwayat dalam menyebut nama dan nama ayahnya sedemikian sehingga literatur-literatur sejarah menyebutkan nama beragam untuknya seperti Syahrbanu, Salkha, Ghazalah.
- Perbedaan laporan sejarah pada masa penawanannya juga merupakan salah satu kritikan sehingga sebagian laporan sejarah menyebut bahwa ia ditawan pada masa pemerintahan Umar, sebagian lainnya pada masa khilafah Usman bin Affan dan sebagian lainnya seperti Syaikh Mufid menilai bahwa ia ditawan pada masa pemerintahan Imam Ali As.[12]
- Pada dasarnya, kitab-kitab seperti Târikh Thabari dan al-Kâmil Ibnu Atsir dengan menghitung tahun-tahun perang antara kaum Muslimin dan bangsa Persia, menunjukkan jalur pelarian Yazdgerd ke pelbagai daerah Iran. Kedua kitab sejarah ini sama sekali tidak menyebutkan tentang penawanan anak-anak Yazdgerd; sementara masalah ini adalah masalah yang lebih penting ketimbang masalah-masalah sepele yang disinggung dalam kedua kitab sejarah ini.
- Sebagian sejarawan klasik seperti Mas’udi tatkala menyebutkan anak-anak Yazdgerd III, ia menyebut nama-nama Adrak, Syahin, Mardawan bagi sang puteri. Kritik yang dapat dilontarkan di sini adalah pertama, nama-nama ini sama sekali tidak sesuai dengan nama-nama yang pernah disebutkan untuk ibunda Imam Sajjad As dan kedua Mas’udi tidak menyebutkan kisah tentang penawanan mereka dalam bukunya.[13]
Bagaimanapun dengan kumpulan indikasi dan pandangan ini tentang ibunda Imam Sajjad As dan demikian juga dengan memperhatikan poin bahwa hingga sebelum akhir-akhir abad ketiga kebanyakan penukil memandangnya sebagai kaniz (budak perempuan) dari Sinad atau Kabul,[14] karena itu kita tidak dapat memperoleh pendapat pasti tentang ibunda Imam Sajjad As.[15] [iQuest]
[1]. ‘Uyûn Akhbâr al-Ridhâ, jil. 1, hal. 128, Hadis 6, Koreksi dan Annotasi oleh Sayid Mahdi Husaini Lajuardi, Cetakan 1377 H, Nasyir Mirza Muhammad Ridha Muhtadi, Cetakan Pertama (Diadaptasi dari Software Jami’ al-Ahadits Nur).
[2]. Syaikh Abbas Qummi, Muntahâ al-Amâl, jil. 2, hal. 30, Cetakan Hijrat.
[3]. Ushûl Kâfi, jil. 1, hal. 467, Intisyarat Akhundi.
[4]. Khulâsha al-Aqwâl fi Ma’rifat al-Rijâl, Bagian Kedua, hal. 241, Bab 7, Kalimat Amru; Silahkan lihat Syharbanu Istri Imam Husain.
[5]. Târikh Ya’qubi, jil. 2, hal. 303.
[6]. Târikh Qum, hal. 195.
[7]. Ushûl Kâfi, jil. 2, hal. 369.
[8]. Bihâr al-Anwâr, jil. 46, hal. 9.
[9]. ‘Uyûn Akhbâr al-Ridhâ, jil. 2, hal. 128.
[10]. Al-Irsyâd, hal. 492.
[11]. Bihâr al-Anwâr, jil. 46, hal. 6.
[12]. Al-Irsyâd, hal. 492.
[13]. Zendegâni Ali bin al-Husain As, hal. 12.
[14]. Syu’ubiyyah, hal. 305.
[15]. Silahkan lihat Ibunda Imam Sajjad.