Please Wait
19153
Berdasarkan firman Allah Swt dalam Al-Qur’an bahwa setan itu dari golongan jin dan mereka juga seperti manusia memiliki taklif (tugas syar’i).
Sesuai dengan sabda Imam Ali As: “Setan selama enam ribu tahun telah beribadah (kepada Allah Swt) dan tidak diketahui apakah dengan hitungan tahun dunia ataukah tahun akhirat (sehari akhirat sama dengan seribu tahun dunia)”. Kasih sayang Allah terbesar kepada Iblis adalah bahwa yang pertama dia telah mendapatkan taufik untuk menyembah Allah Swt. Yang kedua karena ibadahnya yang banyak, dia dimasukkan ke dalam kumpulan para malaikat. Dan sebaik-baik pertolongan Ilahi kepadanya adalah ia menjadi teman pendamping para malaikat sehingga dapat memahami keindahan, kesucian dan kebersihan mereka. Salah satu undang-undang Ilahi adalah semakin dalam ilmu pengetahuan dan semakin tinggi derajat seorang mukallaf, maka ketika ia berbuat salah, azab yang akan ia dapati pun semakin berat!
Oleh karena itu, setelah hujjah Ilahi atas Iblis telah sempurna dan ia menampakkan kecongkakannya terhadap Adam, maka banyak penyampaian (khitâb) Allah Swt yang keras terhadapnya menunjukkan atas kerasnya siksaan-Nya dan terdegradasinya derajat setan.
Dengan memperhatikan ayat-ayat Al-Qur’an seperti ayat 50 surah Al-Kahfi (18) atau ayat 31 surah Al-Hijr (15), maka akan kita sampai pada sebuah kesimpulan bahwa setan (Iblis) termasuk dari golongan Jin dan karena banyaknya ibadah, dia tergolong kelompok malaikat. Kisah tentang kecongkakan setan (sebagai ujian baginya) kira-kira tujuh kali disebut dalam Al-Qur’an dan hal itu sangat menarik. Kisah ini memiliki beberapa bagian:
- Perintah Ilahi untuk sujud kepada Adam As.
- Keistimewaan-keistimewaan khusus Nabi Adam sehingga berdasarkan hal itu, Allah Swt mengeluarkan perintah untuk sujud kepadanya.
- Pembangkangan Iblis dan penolakannya untuk sujud.
- Jawaban dia dalam menjelaskan sebab kecongkakan ini:
“Tidak layak bagiku untuk sujud kepada seorang manusia yang telah Engkau ciptakan dari tanah yang bau yang dikeringkan”.[1]
Dalam ungkapan lainnya dia berkata: “Aku lebih baik darinya. Aku diciptakan dari api sedangkan dia dari tanah”.[2]
Ini adalah ujian yang besar baginya, dan dengan seluruh ibadah yang ia lakukan sebagaimana yang diungkapkan oleh Imam Ali As: “Selama enam ribu tahun Iblis telah beribadah (kepada Allah Swt) dan tidak diketahui apakah hitungan tahun dunia atau tahun akhirat (sehari akhirat sama dengan seribu tahun dunia).[3]
Dan setelah ujian ini jatuhlah martabatnya dan bahkan terusir. Allah Swt berfirman: “Keluarlah, sesungguhnya engkau telah terkutuk”.[4] “Engkau terlaknat hingga hari Kiamat”.[5]
Dengan demikian, kita harus menjaga diri kita. Kita yakin, jika Allah Swt memberikan taufik-Nya dan kita telah melangkahkan kaki di jalan yang benar selama beberapa hari, maka sampai akhir hayat hal ini harus kita pertrahankan. Dunia adalah area pergolakan. Manusia selama hidupnya senantiasa berjalan di atas jalan yang curam yang kemungkinan bisa jatuh. Sebab itu kita harus senantiasa mohon kepada Allah swt akan akhir kehidupan yang baik.
Bagian lain adalah interaksi Iblis setelah ia diusir. Ketika ia mendapat problem yang serius dan telah jatuh dari kedudukan martabat yang tinggi yang pernah ia miliki, karena enggan untuk sujud kepada Adam as, lalu dia menjadikan Adam sebagai musuh utamanya dan dia berkata: “(Tuhanku) seandainya engkau tangguhkan aku sampai hari Kiamat, maka anak keturunan Adam akan aku pandu di bawah perintahku, kecuali sekelomkpok kecil dari mereka (yang aku tidak sanggup menyesatkannya)”.[6]
Di dalam surah Shad, ayat 82 disebutkan bahwa:
“Dan aku bersumpah dengan kekuatan-Mu, aku akan sesatkan mereka semua”.[7]
Dengan berakhirnya muqaddimah ini, jelaslah bahwa pertama: Setan termasuk dari golongan Jin. Dan posisi mereka juga sama seperti manusia; memiliki taklif. “Mereka semua sujud kecuali Iblis dan dia dari bangsa Jin”.[8] “Kami tidak menciptakan Jin dan Manusia kecuali untuk menyembah (Tuhan)”.[9]
Jin dan juga setan adalah makhluk yang memiliki ikhtiar dan kehendak . Mereka berada diantara dua jalan yang harus mereka pilih salah satunya. Jika kebenaran yang mereka pilih, maka mereka akan memperoleh pahala kebaikan. Tetapi jika kebatilan yang mereka pilih, maka mereka akan disiksa. Ayat 56 surah Al-Dzariyat yang telah disebutkan di atas, menunjukkan bahwa jin dan manusia sama-sama memiliki taklif dalam beribadah. Al-Qur’an al-Karim juga menukil perkataan jin itu sendiri bahwa mereka terbagi menjadi dua kelompok; ada yang baik dan ada yang jahat. “Dan di antara kami terdapat kelompok yang saleh dan sekelompok selain itu, kami memiliki bagian yang berbeda-beda”.[10]
Kedua: Rahmat Ilahi terbesar kepada Iblis adalah bahwa ia telah memperoleh taufiq beribadah kepada Allah Swt sehingga ia dikumpulkan dengan para malaikat dikarenakan banyaknya ibadah yang ia lakukan. Begitu tinggi kedekatannya kepada Allah sehingga Al-Qur’an mengecualikan Iblis dalam peristiwa sujudnya sekelompok para malaikat kepada Adam: “Seluruh malaikat serempak bersujud kecuali Iblis”.[11] Dan pemberian hak terbesar Allah adalah pertolongan-Nya kepada Iblis bisa hidup berdampingan dengan para malaikat sehingga ia dapat memahami keindahan, kesucian dan kebersihan mereka. Dan salah satu undang-undang ciptaan Ilahi adalah bahwa semakin dalam ilmu pengetahuan yang dimiliki dan semakin tinggi derajat seorang mukallaf, maka ketika tampak kesalahan dan kekeliruan yang keluar darinya, maka balasan azabnya pun akan lebih berat juga.
Oleh karena itu setelah Allah menyempurnakan hujjah-Nya kepada Iblis (dapat beribadah dan berdampingan dengan para malaikat) dan kecongkakannya terhadap Adam, maka firman-firman Allah yang keras merupakan tanda atas siksaan yang berat dan turunnya derajat Iblis.[]
[1]. Qs. Al-Hijr (15):33.
[2]. Qs. Al-A’raf (7):12.
[3]. Nahj al-Balâgah, editor oleh Subhi Sholeh, Khutbah Qasiah, hal. 287.
[4]. Qs. Al-Hijr (15):34.
[5]. Qs. Al-Hijr (15):35.
[6]. Qs. Al-Isra (17):62.
[7]. Muhammad Taqi Misbah Yazdi, Ma’ârif Qurân, bag. kedua, hal. 299, Muassasah Dar Rah-e Haq.
[8]. Qs. Al-Kahfi [18]:50.
[9]. Qs. A;-Dzariat (51):56.
[10]. Qs. Jin (72):11.
[11]. Qs. Al-Hijr (15): 31.